Empat Jalan Menuju Moksha (Catur Marga)
Wednesday, December 18, 2019
Add Comment
MUTIARAHINDU.COM -- Dalam Hindu ada Empat jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Moksha yang dikenal dengan nama Catur Marga. Catur Marga berasal dari kata catur yang berarti empat dan Marga yang berarti jalan untuk menuju moksa atau bersatu dengan Tuhan. Ada pun ke empat jalan menuju moksa tersebut adalah sebagai berikut.
Pura Besakih |
1. Karma Marga
Karma Marga terdiri dari dua buah kata yaitu Karma dan Marga. Karma artinya perbuatan, Marga artinya jalan. Jadi, Karma Marga, artinya mencapai moksha dengan jalan melakukan perbuatan yang baik dengan kata lain, orang hendaknya bekerja dengan penuh tanggung jawab terhadap profesi yang digelutinya sebagai persembahan kepada Tuhan. Disamping itu seseorang dikatakan berbuat baik apabila tidak pernah mencuri, merampok, iri hati, dengki, mengharapkan imbalan, selalu ikhlas tidak pernah menghina, tidak mau tahu akan kesalahan orang lain, selalu menghindari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama. Orang yang melakukan Karma Marga disebut Karmin.
2. Bhakti Marga
Bhakti Marga terdiri dari kata Bhakti dan Marga. Bhakti artinya sujud bhakti ke-hadapan Sang Hyang Widhi Wasa, Marga artinya jalan. Untuk mencapai moksha seseorang selalu melakukan sujud bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena mereka yakin terhadap Sang Hyang Widhi Wasa memiliki sifat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Siapa yang mau dekat dengan Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa asalkan berdasarkan hati yang tulus tanpa pamrih pasti akan mendapat limpahan rakhmatnya.
Dalam Ramayana disebutkan barang siapa yang mengharapkan kebaikan, ke-muliaan dan kebahagiaan kalau mereka tidak pernah melakukan suatu pengor-banan berupa bhakti malah kesengsaraan, kebencian, dan penderitaanlah yang akan didapat. Sebaliknya mereka yang telah melakukan kebaikan, pengorbanan dan bhakti dengan tulus tanpa minta pun kebahagiaan akan dapat dirasakan dan diraihnya. Seperti contoh dalam cerita Dewi Sobari yang selalu menjalankan ajaran bhakti yang tulus dengan tidak pernah mengharapkan imbalan apapun dari gurunya, meskipun gurunya telah meninggal dia selalu bhakti dan hormat kepada gurunya. Suatu ketika Sri Rama bersama adiknya Laksamana bertemu dengan Dewi Sobari. Karena Dewi Sobari bhaktinya tulus, maka bisa mendapat panugrahan dari Sri Rama. Akhirnya Dewi Sobari mampu mencapai Moksha. Orang yang melakukan Bhakti Marga disebut Bhakta.
3. Jnana Marga
Jnana Marga terdiri dari kata Jnana dan kata Marga. Jnana artinya ilmu pengetahuan, Marga artinya jalan. Jadi, Jnana Marga artinya untuk mencapai moksha dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan suci keagamaan tentang kerohanian untuk mencapai kebahagiaan baik kebahagiaan jasmani maupun kebahagiaan rohani. Perlu diketahui dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang wajib dilaksanakan di antaranya berpikiran suci/bersih, berbicara suci/bersih, dan berperilaku suci/ bersih. Pensucian diri ini perlu disertai sarana upacara. Orang yang melakukan Jnana Marga disebut Jnanin, (Duwijo dan Darta, 2014:27).
4. Yoga Marga
Yoga Marga artinya untuk mencapai moksha dengan jalan melakukan Yoga semadi yaitu berhubungan langsung dengan Tuhan/Sang Hyang Widhi Wasa, dengan jalan melakukan Tapa Berata untuk menjauhi pengaruh keduniawian. Orang yang melakukan Yoga Marga disebut Yogi.
Apabila kita mampu melaksanakan salah satu jalan yang disebutkan di atas itu berarti kita sudah melaksanakan ajaran agama sesuai dengan kemampuan kita. Artinya bagi golongan bawah dapat menempuh jalan Karma Marga, bagi orang yang senang bersujud bhakti/sembahyang dapat menempuh Bhakti Marga, bagi orang yang senang belajar atau membaca dapat menempun Jnana Marga, dan bagi orang yang telah mampu melepaskan sifat keduniawian dapat menempuh Yoga Marga.
Di samping hal tersebut di atas dalam ajaran Catur Purusa Artha juga disebutkan tujuan hidup manusia. Catur Purusa Artha memiliki arti sebagai berikut: Catur artinya empat, Purusha artha artinya tujuan hidup manusia. Jadi, Catur Purusa Artha artinya empat tujuan hidup manusia.
Catur Purusa Artha terdiri dari:
- Dharma artinya kebenaran yang hakiki atau kebenaran yang abadi.
- Artha artinya harta benda.
- Kama artinya hawa nafsu atau keinginan.
- Moksha kebahagiaan yang abadi.
Ajaran Catur Purusartha yang memuat tentang Dharma, Artha, Kama, dan Moksha, juga termuat dalam Kakawin Bharata Yudha, dengan untaian kata-kata yang indah dan menarik untuk dibaca serta dilagukan, sehingga sangat menarik perhatian orang apabila dikumandangkan.
Perhatikan Kakawin Ramayana Jilid II hal 706-708 berikut.
1. Prihēn temen dharma dumāranang
sarāt Sarāga sang sādhu sireka tūtana
Tan artha tan kāma pidonya tan yaça
Ya çakti sang sajana dharma raksaka, (Duwijo dan Darta, 2014:28).
2. Sakāninkang rāt kita yan wenang manūt
Manūpedeça priatah rumāksaya
Ksayānnikang pāpa nahan prayojana
Janānurāgā di tuwin kepangguha
3. Guwā peteng tang mada moha kaçmala
Malādi yolānnya mageng mahāwisa
Wiçāta sang wruh rikanang jurangkali
Kalinganing sastra suluh nikāng prabha
4. Prabhā nikang jnyāna susila dharmaweh
Maweh kasidyan pada mukti nirmala
Malā milet tan pematuk makin maring
Maring wiçesā yaça sida tāpasa
Terjemahan:
1. Utamakan sekali Dharma untuk menegakan negara
Orang yang berlandaskan kebenaran patut diteladani
Bukan harta, bukan hawa nafsu dan bukan yasa
Pegangan bagi orang bijaksana Dharma yang diutamakan
2. Menjadi tulang punggung negara kalau bisa melaksanakan Isi
Manavadharmaśāstra utamakan dan pegang sebagai kendali,
Mengurangi penderitaan rakyat sebagai tujuan Penghormatan
rakyat dan yang lain pasti akan didapat
3. Tak ubahnya guwa gelap gulita tentang, lengah, kebingungan,
Kejahatan pikiran buruk bagaikan ular yang berbisa
Akan tetapi terpusatnya pikiran baik tahu akan jalan kematian
Ucapan dari Sang Hyang Sastra menjadi sinar terang benderang
4. Sinar pengetahuan, susila, dharma akan menyebabkan
bisa untuk mencapai Moksha
Kekotoran yang melilit tidak lagi menggigit dan semakin berkurang
Aman oleh beliau menjalankan yasa yang utama untuk itu disebut Tapa putus, (Duwijo dan Darta, 2014:29).
Jadi, kalau kita perhatikan isi kakawin di atas bait demi bait selalu nyambung dan merupakan rangkaian kata indah bermakna sangat luas dan dalam. Semua orang yang lahir di dunia ini sangat membutuhkan artha, memiliki hawa nafsu, menginginkan kebenaran dan ingin mencapai tujuan akhir hidupnya yaitu Moksha. Untuk mencapai tujuan itu, hendaknya tetap berlandaskan Dharma, (kebenaran yang abadi). Apabila tidak berdasarkan Dharma, maka pasti akan menemukan jalan yang tidak baik.
Seorang pemimpin hendaknya mampu menerapkan Dharma dalam menjalankan pemerintahan. Dengan Dharma ini niscaya akan mendapat penghormatan dari rakyat. Apalagi pemimpin mampu mengatasi penderitaan rakyat, maka akan selalu mendapat dukungan dan pujian dari rakyatnya.
Catur Purusa Artha mengajarkan empat hal yang utama agar dilaksanakan sebagai cermin bagi setiap orang untuk mencapai tujuan hidupnya. Perlu diingat apapun yang kita lakukan harus berdasarkan dharma (kebenaran yang hakiki atau kebenaran yang abadi). Kisah perang Bharata Yudha (antara keluarga Panca Pandawa dengan keluarga Seratus Korawa) di tegal Kuruksetra, dengan kemenangan Panca Pandawa di bawah penasehat Kresna sebagai kusir kereta yang berdasarkan kebenaran adalah contohnya.
Perang Bharata Yudha berakhir dengan kemenangan di pihak Panca Pandawa di bawah pemerintahan Yudhistira. Selanjutnya Yudhistira ingin mencapai Sorga dengan saudara dan istrinya. Akhirnya tampuk pemerintahan diserahkan kepada putra Abimanyu atau cucu Arjuna yaitu Parikesit. Dari keluarga Panca Pandawa hanya Yudhistira yang bisa mencapai kebebasan duniawi. Adapun tingkatan Moksha yaitu, kematian yang masih meninggalkan badan wadah disebut Moksha, kematian yang meninggalkan abu disebut Adi Moksha, dan kematian yang tidak meninggalkan apa-apa itu tergolong Parama Moksha. Karena kepergian Yudistira tidak meninggalkan apa-apa, maka dapat digolongkan mencapai Parama Moksha, (Duwijo dan Darta, 2014:30).
Keluarga Panca Pandawa
- Yudistira adalah saudara tertua dari keluarga Panca Pandawa, Putra Raja Pandhu dengan istrinya Dewi Kunti. Beliau terkenal dengan sikapnya yang dharma, jujur, bijaksana, jiwanya yang lemah lembut, hormat dan bhakti terhadap orang tua, serta memiliki rasa kasih sayang terhadap adik-adiknya perlu diteladani.
- Bima yang gagah perkasa adalah putra kedua dari Raja Pandhu dengan istrinya Dewi Kunti. Bima memiliki postur tubuh yang tinggi dan kuat merupakan anugrah dari Sang Hyang Bayu, menggunakan senjata Gada, memiliki jiwa sombong, dan ego.
- Arjuna putra ketiga dari Raja Pandhu dengan istrinya Dewi Kunti. Arjuna merupakan saudara tertampan dari kelima putra Pandhu dan beliau memiliki keahlian dalam ilmu panah sebagai murid dari Resi Drona. Arjuna ahli dalam ilmu panah karena tekun dalam belajar dan konsentrasi, (Duwijo dan Darta, 2014:31).
- Nakula adalah merupakan putra keempat dari Raja Pandhu dengan istri keduanya bernama Dewi Madrim. Nakula lahir kembar dengan Sahadewa.
- Sahadewa kembar dengan Nakula putra dari Raja Padhu dengan Dewi Madrim namun sejak kecil telah ditinggalkan oleh ibunya. Sekalipun demikian Yudhistira, Bima dan Arjuna, tidak merasakan adanya perbedaan mereka tetap merasa satu darah keturunan, (Duwijo dan Darta, 2014:32).
Referensi
Duwijo dan Darta, I Ketut. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Balitbang Kemdikbud
0 Response to "Empat Jalan Menuju Moksha (Catur Marga)"
Post a Comment