Satua Rare Angon Terhadap Pengembangan Bahasa Bali Siswa Kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar

MUTIARAHINDU.COM --- Satua Rare Angon Terhadap Pengembangan Bahasa Bali Siswa Kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar. Pemakaian bahasa Bali di dalam masyarakat majemuk terutama pada kotakota, sudah semakin tersisih oleh pemakaian bahasa Indonesia. Pengaruh bahasa Indonesia sudah begitu besar terhadap kehidupan bahasa Bali,bukan saja di kotakota dalam masyarakat majemuk, tetapi juga sudah sampai ke pelosok-pelosok desa di dalam masyarakat yang homogeny ( Jendra, 2016:4-5 ).

Bahasa daerah Bali yang dipergunakan untuk berkomunikasi oleh orangorang Bali, yang sering disebut dengan Bahasa Bali, merupakan bagian kecil bahasa daerah yang ada di Negara Republik Indonesia, yang sampai saat ini masih dibudayakan dengan baik oleh masyarakat Bali sebagai penuturnya, terutama oleh orang-orang Bali. Selain itu, bahasa ini juga merupakan pendukung kebudayaan Bali yang tetap hidup dan berkembang. Di samping sebagai bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat penuturnya, juga dipakai sebagai alat berkomunikasi apabila sedang beraktivitas di dalam kehidupan rumah tangga dan di luar kehidupan rumah tangga yaitu, dalam berbagai kegiatan dalam kehidupan sosial masyarakatnya.


Dalam Undang-undang pasal 32 dinyatakan pada ayat 1 yaitu; Masyarakat diberikan kebebasan dalam memelihara serta mengembangkan nilai-nilai kebudayaannya oleh Negara sebagai bentuk usaha dalam memajukan kebudayaan dalam peradaban dunia di Indonesia, ayat ke 2 yaitu; Bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional juga dijaga dan dipelihara oleh Negara.

Dalam UU tersebut juga yang mengatur kurikulum muatan local SD dan SMP standar kompetensi mata pelajaran bahasa Bali yaitu mengenai Pemerintah Daerah setempat juga sudah menegaskan mengenai kewenangan dinas propinsi, kabupaten dan kota di dalam mengatur berbagai kepentingan masyarakatnya, berdasar aspirasi masyarakat itu sendiri, di bawah naungan Pemerintah Daerah. Terkait usaha pembinaan bahasa dan sastra daerah yang terselengagara dalam kongres bahasa Bali V pada tahun 2001, dapat merumuskan beberapa kebijakan antara lain ; 1. Menjaga sifat positif dan kebanggaan penuturnya terhadap bahasa Bali, 2. Berupaya terus dalam menambah pengetahuan penuturnya terhadap bahasa daerah Bali, 3. Mengupayakan agar penuturnya trampil dalam berbahasa bali, dalam hal ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal ( mulai dari pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, dan sekolah menengah serta perguruan tinggi non formal ), (Pemerintah Propinsi Bali Dinas Pendidikan, 2006:2 ).

Pelajaran bahasa dan sastra merupakan suatu program untuk mengembangkan potensi dan kemampuan pada anak-anak seperti; untuk mengembangkan pengetahuannya (kognitif), mengembangkan kemampuan ketrampilannya (psikomotor) dan mengembangkan kemampuan sikap positifnya (afektif) terhadap bahasa, aksara dan sastra Bali, yang menjadi muatan lokal. 

Unsur inovatif pembelajaran bahasa Bali bertujuan sebagai berikut: 1) siswa harus bisa menghargai dan mengembangkan bahasa ibunya tersebut sebagai bahasa pergaulan serta bahasa pengantar bagi kebudayaan daerah Bali, 2) siswa memahami makna, dan fungsi bahasa sebagai pengantar terhadap kebudayaan daerah Bali, serta menggunakannya sesuai dengan keperluan dan keadaan ssetempat dengan tepat dan kreatif, 3) siswa memiliki kedisiplinan dalam berbahasa dan berpikir, ( Depdiknas: 2003 ) dalam dunia pendidikan setiap semester, setiap tahun akan selalu mengalami perubahan diantaranya dengan diberlakukannya kurikulum KTSP ( Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan ) memiliki hal yang harus dicapai secara umum yaitu kecakapan dalam pengetahuannya, kepribadiannya, akhlak mulia serta ketrampilan dalam kemandirian dan kemampuan dalam bidanga ketrampilan yang selanjutnya, (BNSP,2006:14). Sudah jelas sekali bahwa pengembangan bahasa bali sangat sesuai disajikan melalui satua, terkait dengan penerapan literasi dan numerasi tersebut. 

Satua atau kisah yang diceritakan merupakan penggabungan antara fakta dan imajinasi. Satua atau cerita anak yang bertema mendidik, alurnya lurus, menggunakan latar alam disekitar dunia anak, tokoh penokohannya mengandung peneladanan yang sangat bagus. Tentunya hal serti ini mempunyai tujuan supaya anak didik kita selain memiliki pengetahuan, tentu saja agar memiliki sifat toleran, jujur, disiplin,religius, dan kerja keras (Pramuki, 2011 : 713). 

Usaha mengembangkan bahasa bali sebagai salah satu budaya bali pastinya akan terus ditingkatkan, terkait dengan Pergub no 80 tentang penggunaan bahasa bali, sehubungan dengan himbauan pemerintah daerah Bali tentang “Nangun Sat 

Kertih Loka Bali”, melalui pelestarian kita terhadap terhadap budaya bali terutama bahasa bali. Disamping itu, adanya penyuluh bahasa bali sangat membantu usaha pemerintah dalam mengembangkan bahasa bali sebagai salah satu tonggak budaya bali.

Pelestarian satua Bali oleh lingkungan masyarakat, terutama bagi pelaku bahasa bali sangat diharapkan karena ancaman tergusurnya muatan lokal seperti satua Bali di tengah perkembangan teknologi dan pengaruh luar lainnya dalam bidang hiburan yang sangat menyenangkan dan lebih menarik untuk dikuti. Berbeda dengan jaman dahulu di mana orang tua selalu memberikan dongang /satua sebelum anak-anak mereka tertidur. Di jaman sekarang, sangat jarang ada orang tua yang masatua untuk anak-anak mereka sebagai penghantar tidur. Hal tersebut sudah dirasakan masyarakatnya, khususnya Bali sebab pengaruh teknologi saat ini dirasakan sangat kuat di antaranya ada dari arus pariwisata, dan pengaruh dari teknologi dan informasi dengan dunia maya. Melalui internet segala bentuk hiburan sepert film, cerita-cerita yang menarik dan segala bentuk hiburan lainnya dengan mudah diperoleh, tidak hanya kaum dewasa, bahkan dari anak-anak sampai orang tua bisa memanfaatkannya. Cepat atau lambat jika kita tidak melestarikan muatan lokal ini, kemungkinan mereka akan melupakan atau bahkan akan mengabaikannya. Di satu sisi, kita memang membutuhkan pengaruh luar dalam memajukan dan mengembangkan serta melestaraikan budaya kita untuk memperkaya budaya yang kita miliki sehingga muatan lokal dapat dijaga kekal keberadaanya, (Putra, 2011; Suarka 2010). 

Cerita atau satua yang disampaikan dengan cara yang bagus pada saat pembelajaran, maka sudah pasti siswa akan menjadi senang sehingga tambah termotivasi dan semangat dalam mempelajarinya. Cerita atau satua dengan tampilan bergambar menunjang siswa dalam memahami isi cerita yang disampaikan, (Hasanah, 2012). Dari cerita juga dapat dibangun kemampuan berimajinasi pada siswa sehingga menimbulkan kreatifitas siswa dalam hal berpikir, berbuat dan yang lebih penting lagi dalam berbahasa sebagai pengungkapa apa yangdirasakan dan apa yang dipikirkan, Ermadwicitawati dkk (2013).

Suasana pembelajaran yang kreatif, komunikatif, dan inovatif serta menyenangkan dalam proses belajar mengajar tentu sangat diperlukan agar suasana pembelajaran menjadi hidup, (Wena, 2009 : 160-161). Pembelajaran menyimak satua pada anak-anak dirancang sesuai dengan peraturan gubernur Bali. Dan pelaksanaanya melibatkan anak-anak pada aktivitas belajar mengajar yang kreatif, inovatif, menyenangkan, menumbuhkan motivasi dan mendorong kepekaan dan kekritisan untuk memahami nilai-nilai moral. Melalui masatua memungkinkan anak-anak belajar berkomunikasi. Dengan satua, akan dapat memberikan kesempatan anak-anak untuk mengembangkan kosa katanya dalam bahasa bali dan merasakan mudahnya berbahasa bali. Sehingga anak-anak dapat semakin mencintai budayanya sendiri dalam berbahasa bali.

II. Metode

Penelitian satua Rare Angon terhadap pengembangan bahasa Bali pada siswa kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena ( 1) Penelitiian ini dilakukan secara langsung pada saat pembelajaran mata pelajaran bahasa Bali, (2) untuk mengumpulkan data dan menganalisis dilakukan oleh peneliti langsung, (3) Penelitian ini bersifat deskriptif, (4) Satua rare Angon sebagai data utamanya, (5) lokasi penelitian adalah di SMP Sathya Sai kelas VII. Metode merupakan suatu cara mengumpulkan data yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh peneliti, ( Santosa :2015 : 39 ). Peneliti dalam melakukan karya ilmiah ini menggunakan suatu metode sebagai sarananya dalam mecapai tujuan yang diharapkannya, dan sebagai dasar yang kuat terhadap masalah yang sedang diteliti. Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam melakukan karya ilmiah ini diantaranya : (1) Jenis Penelitian, (2) Lokasi dan waktu penelitian, (3) Jenis dan Sumber Data, (4) Instrumen Penelitian, (5) Tehnik Penentuan Informan, (6) Tehnik Pengumpulan Data, (7) Analisis Data, dan (8) Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data.

III. Pembahasan

Satua termasuk kasusastraan dalam bentuk lisan yang disebut dengan prosa. Satua juga disebut dengan folklore, yaitu kasusastraan yang berupa prosa yang meneritakan tentang segala macam kehidupan manusia dan binantang. Menurut James Dananjaya ( 1992:2 ) bahwa satua merupakan kebudayaan masyarakat bali sejak jaman dahulu dan diwariskan kepada anak cucunya. Satua – satua yang ada sangat bagus karena beberapa pesan yang positif dapat menjadi pedoman hidup. Dalam buku bahasa bali kelas VII ( 2021:3 ), ada beberapa ciri-ciri satua, yaitu adanya dialog antara yang masatua dengan yang mendengarkan satua. 

Kalau kata-kata yang diucapkan oleh yang masatua, seperti ’ ada tuturan satua, atau ada kone orah-orahan satua…’. Kemudian yang mendengarkan satua menjawab’ maan…’. Tujuan dari dialog tersebut supaya adanya komunikasi antara yang masatua dengan yang mendengarkan satua, sehingga suasana masatua menjadi lebih hidup. 

Satua Bali sebagai cerita rakyat dan masyarakat Bali, biasanya disampaikan dengan bahasa Bali Andap seperti halnya menurut fungsi dan kedudukannya ceria rakyat dalam bentuk satua . Beberapa contoh satua yang sangat dikenalan oleh masyarakatnya yaitu :Rare Angon, Ni Diah Tantri, Pan Balang Tamak, Bawang teken Kesuna dan banyak lagi satua yang dikenal lainnya, (Suarka,2010: 4). Seperti dikemukakan oleh Pramuki (2011: 713) satua juga bisa dikatagorikan cerita untuk anak-anak dan dalam menyampaikannya berbentuk satua sebagai media pembelajaran, sehingga pelajaran menjadi lebih menyenangkan. Hal ini tentunya berpengaruh kepada daya nalar anak-anak semakin senang terhadap pelajarran tersebut, kemudian meraka akan mengimplementasikannya ke dalam kehidupan nyatanya. 

Untuk membuat pelajaran sangat menyenangkan sehingga menjadi pintu masuk yang efektif dalam peningkatan daya imajinasi anak. Cerita yang digunakan secara tepat dalam pembelajaran, akan membuat siswa bersemangat dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. 

Di dalam lomba-lomba masatua biasanya ada beberapa hal yang menjadi penilaian yaitu wirama yaitu vokal / intonasi suara saat membawakan ssatua. Wirasa yaitu ketrampilan masatua dengan menyentuh hati/ perasaan yang mendengarkan satua. Wiraga yaitu keselarasan /ekspresi yang membawakan satua. 

Satua mendapat tempat dan menempati tempat yang sangat central dalam pembelajaran yang menekankan pada kekritisan penalaran pada anak. Sadwika ( 2020 ), menyatakan bahwa ; ada bagian-bagian atau hal-hal yang menyangkut di dalam satua sebagai data untuk anak berpikir kritis, berpikir deskriptif, berpikir naratif dan berpikir argumentatif. Proses latihan berpikir kritis dikembangkan melalui kompleksitas daya pikir anak yang melalui analisa dan penilaian serta ara berpikir yang logis dan reflektif serta terkonsentrasi dalam menentukan keyakinannya sehingga sesuai dengan tindakannya. Daya pikir yang deskriptif dilaksanakan melalui latihan untuk mengidentifikasi dan menklasifikasikan data yang terdapat dalam satua. Berlatih untuk berpikir naratif melalui kemampuan mengurutkan data dengan menggunakan logika. Kemampuan untuk berpikir argumentatif dapat dilakukan dengan meminta anak untuk menganalisis satua yang telah diberikan. Untuk melatih kecakapan bahasa pada anak melalui media pembelajaran satua yaitu dengan aktifitas tanya jawab dengan sang masatua dengan anak-anak. Karena bahasa yang disampaikan mereka hasil dari daya pikir dan penalaran sehingga menghasilkan argumentai ke dalam bentuk ungkapan bahasa. dengan demikian, diharapkan dengan media pembelajaran satua, bahasa anak semakin berkembang dan sesuai dengan tulisan yang penulis lakukan yaitu Satua Bali Rare Angon terhadap pengembangan bahasa Bali kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar. 

1. Satua Rare Angon

Ada anak cerik muani madan I Rare Angon, sai-sai kone ia ngangon kebo, sambilanga ngangon sai-sai ia ngae wayang-wayangan di tanahe. Baan sai-sai keto dogen gegaenne, duweg kone ia ngae wayang muah gegambaran, nganti ngon pada timpaltimpalne ane ajaka ngangon. 

Sedek dina anu ngae kone I Rare Angon gambar anak luh di tanahe, ban jegeg goban gambare ento, tusing kone usapa, lantas adanina kone gambare ento I Lubang Kuri. 

Kacrita Ida Anake Agung sedek maalon-alon matetulupan, rauh Ida di tongos I Rare Angone ngangon, kapanggihin lantas gegambaran I Rare Angone ento. Angob Ida 

Anake Agung ngaksi gambare ento, dadiannya kandikain pangangone makejang. “Cerikcerike, nyen ngae gambare ne?” Aturanga lantas teken pangangone, I Rare Angon. 

Ngandika Ida teken I Rare Angon, “Rare Angon, cai ngae gambare ne?” “ Inggih titiang.” Dija cai taen nepukin anak luh buka kene, orahang teken galah!” “Titiang matur sisip Ratu Dewa Agung, tan wenten pisan titiang nahen manggihin jadma marupa asapunika.” “Men dadi cai bisa ngae gambar I Lubang Kuri?”

Matur Rare angon, “ Punika sangkaning titian ngawag-ngawagin, Ratu Dewa Agung.” “Ah gelah tuara ngugu, kema alihang gelah I Lubang Kuri, yan cai tuara nyidayang, mati palan cai!” 

Mara keto pangandikan Anake Agung, ngeling lantas I Rare Angon mulih, kebone kutanga di pangangonan. Teked jumahne, takonina kone teken memene, “kenapa cai dadi ngeling?”

Tuturanga lantas undukne, kapangandikayang ngalih I Lubang Kuri teken Ida Anake Agung. Sedih kone bareng memene. 

Kacrita jani petenge mara I Rare Angon pules, lantas ia ngipi, ngipi katurunan Betara, ngandika kone Ida Betara teken I Rare Angon, “Cai Rare Angon, eda cai sedih, ene rurunge ngaja kanginang tuut, tepuk I Lubang Kuri.” Tuah amonto pangandikan Betarane lantas Ida mesat. 

Mani semengane, tuturanga lantas ipianne teken memene, tur ia morahan lakar luas. Epot memene ngaenang bekel. Di subane pragat, lantas I Rare Angon majalan. Pajalane ngaja kanginang, nganti joh pesan, tuun gunung menek gunung megat-megat pangkung grembengan, nepukin lantas ia padukuhan. 

Ditu lantas ia singgah jumah Jero Dukuhe. Jero Dukuh nyapa, “Sapasira Jero Alit, dados mariki paragaan?” 

Masaut I Rare Angon, “Inggih titian I Rare Angon mawinan titiang mariki, tiang ngutang dewek, ne mangkin tiang nunas ica ring Jerone genah madunungan. 

“Nah dini Cening nongos, apang ada ajaka adin ceninge pianak Bapane dini makeengan!” Jero Dukuh ngelah kone oka Luh bajang adiri. 

Kacrita suba makelo I Rare Angon ditu, lantas pagelananga teken okanne. 

Sedek dina anu morahan kone I Rare Angon teken Jero Dukuh, tiang matur ring Jerone, “Awinan tiang rauh mariki ngutang-utang dewek, tiang kapandikayang antuk Ida Anake Agung ngrereh anak luh sane madan I Lubang Kuri, kedeh pesan pakayunan idane, yan tiang tuara nyidayang tiang pacing kapademang.” 

Masaur Jero Dukuh, “Eda Cening keweh, Bapa matujuin Cening tongos I Lubang Kurine, ditu di pucak gununge kaja kangin. Ditu suba tongose Cening, nanginf sengka pesan pajalane kema, krana I Lubang Kuri kagebag baan soroh burone ane galak-galak, mapangka-pangka tongos gebagane, tanggu beten macan pagereng, basa duuran soroh lelipi ne gede-gede, ane tanggu duur rangsasa dadua luh muani, ento pangalang-alang anake kema. Yadiapin keto ene Bapa maang Cening manik sesirep, apang prasida Cening nganteg ka pucak. Pade di malipetane Cening lantas katangehan, ubera Cening teken rangsasane, ene buin Bapa maang manik pangalang-alang; manik tiing, manik blabar, manik api, anggon ngentungin I rangsasa. Yan ento tuara nyidayang, ene manik atmane entungin, pedas I rangsasa mati. Nah, kema Cening majalan, eda Cening sumangsaya!”

Majalan lantas I Rare Angon ngaba manik liu pesan. Suba neked di bongkol gununge, nepukin lantas ia macan pagereng, entungina lantas manik sesirep, pules lantas macane makejang. Buin majalan ia ngamenekang, nepukin kone I Rare Angon rangsasa dadua lua muani, entungina manik sesirep, pules lantas rangsasane makadadua. 

Suba pada pules gebagane makejang, prasida lantas I Rare Angon katepuk teken I Lubang Kuri, ngon I Rare Angon teken warnan I Lubang Kurine, sajaan patuh buka goban gegambarane di pangangonan. 

Ditu I Rare Angon nuturang unduk I Lubang Kuri, mawanan ia teked kema. Ajakina lantas I Lubang Kuri ka negara, bakal katur teken Ida Anake Agung. I Lubang Kuri saturut. 

Suba keto kone, majalan lantas ajaka dadua nganuunang. Mara pesan neked basa tengahang gununge, bangun rangsasane makadadua, pagelur nugtug I Rare Angon. I Rare Angon ngulahang lantas majalan suba paek rangsasane entungina lantas manik tiing, dadi tiing ategal melat pajalan I rangsasane. Tusing aatange teken rangsasane, kroboke dogen tinge ento. Entungina lantas manik blabar, dadi blabar endut, masi tuuka dogen teken rangsasa. Buin lantas I rangsasane. Ento masi tusing aatang teken I rangsasa, kroboka dogen.

Jani suba paek pesan kone I rangsasa. I Rare Angon suba ngrasa mati, inget lantas ia teken manikne enu abesik, manik atmane ento lantas entungina I rangsasa, mati lantas I rangsasa makadadua. 

Kacrita I Rare Angon ajaka I Lubang Kuri neked jumah Jero Dukuhe suba peteng. 

Ngandika Jero Dukuh teken I Rare Angon, “Cening Rare Angon, buin mani semengan kema suba Cening mulih aturang I Lubang Kuri teken Ida Anake Agung ene adin Ceninge I Luh, Cening suba nyuang ajak ia bareng mulih!” I Rare Angon sairing. 

Kacrita mani semengane di subane I Rare Angon, okan Jero Dukuhe muah I Lubang Kuri mapamit, lantas ia majalan. 

Tan crita di jalan, mata nyaluk peteng, teked lantas I Rare Angon jumahne. Kendel pesan  kone memene. “Duh rauh Cening pianak meme, pitahen meme Cening lakar tuara sida malipetan. “Epot memene ngebatang tikeh muah ngalihang pabuan. 

Di subane pada mategtegan, ditu lantas I Rare Angon nyatua, nuturang pejalane luas ngalih I Lubang Kuri, tur maan kurenan okan jero Dukuh Sakti. Buin manine pasemengan I Rare Angon ka puri ngaturang I Lubang Kuri. Angob maduluran sengit kayun Ida Anake Agung teken I Rare Angon, baana nyidayang ngalih I Lubang Kuri. 

Makayun-kayun Ida Anake Agung. “Yan tusing jlema sakti, tuara nyidayang apa ngalih I Lubang Kuri. Yen jlemane ane idupang, pedas kadungan deweke lakar uug, nah lakar upayen kapatianne I Rare Angon.” 

“Cai Rare Angon kema cai buin luas, alihang gelahe macan, dot pesan gelahe apang nawang macan. Kema cai majalan jani!” 

Mara keto pangandikan Anake Agung, ngembeng yeh paningalan I Rare Angon, suba ngrasa teken dewek kasengitang baan Anake Agung. Mapamit lantas ia budal. 

Kacrita suba neked jumah, matakon lantas kurenanne, “Beli, kenapa sebeng beline dadi masawang sedih, kenken sih tingkah beline tangkil ka puri?” 

Masaut I Rare Angon, “Kene adi, sinah suba baan beli Anake Agung sengit pesan teken beli. Suba beli nyidayang ngalih I Lubang Kuri, jani buin beli kapangandikayang ngalih macan.”

Masaut ne luh, “Yan bantas aketo, eda beli sanget ngewehang, ne tiang ngelah manik astagina, paican dane ia bapa. Jani tiang ngadakang macan. Manik astagina apang ada macan, Ida lantas macan gede pesan. Nah kema beli ka puri tegakin macane ne, aturang teken Ida Anake Agung!” Tegakina lantas macane ento ka puri. Teked di puri, sedek Anake Agung katangkil, serab kone anake nangkil. Ida Anake Agung jejeh mangetor nyingakin macan, buin sada ngebgap macane ento gereng-gereng. “Gediang-gediang!” keto pangandikan Anake Agung s

“Gediang-gediang!” keto pangandikan Anake Agung sambilang Ida malaib ngapuriang. Gedianga kone lantas macane ento teken I Rare Angon, tegakina abana mulih. 

Teked jumahne macane ento lantas pastuna teken kurenanne, apang dadi lesung, dadi lantas macane ento lesung. Buin manine buin kone I Rare Angon kasengan ka puri, ngandika Ida Anake Agung teken I Rare Angon , “Cai Rare Angon, kema gelah alihang naga, yan cai tonden maan naga, da cai malipetan mulih!” 

Ngiring kone I Rare Angon, lantas ia mapamit budal. Teked jumahne morahan kone ia teken kurenanne. Ditu lantas kurenanne nyemak manikne. “Manik astagina apang ada naga!” Ada kone lantas naga gede pesan, tegakina lantas nagane teken I Rare Angon ka puri. Ngokok kone nagane ento salantang jalan. 

Suba neked di bancingah, nglepat ikut nagane bakat pentala kone candi bentare, aas candi pamedal Ida Anake Agung. Anake di bancingah pada pablesat malaib, takut teken naga. 

Ida Anake Agung mara mireng orta dogen suba Ida ngetor, kaling ke ngaksinin, meh Ida lemet prajani. Kapangandikayang lantas I Rare Angon ngediang nagane ento budal lantas I Rare Angon negakin naga. Teked jumahne nagane ento lantas pastuna teken kurenanne dadi lu. 

Kacrita Ida Anake Agung angob pesan teken kasaktian Rare Angone. Buin manine lantas I Rare Angon kandikayang ngalih tabuan sirah. Ditu lantas kurenanne ngadakang tabuan sirah, ambul guungane geden umahne, buin sedeng benbena, pagriyeng inane galakgalak. Ento kone tengtenga teken I Rare Angon abana ka puri. 

Suba teked di puri, pesu makejang inan tabuanne, saha ngrebut ngacelin Ida Anake Agung. Ida Anake Agung lantas nyele ati, angganidane beseh makaubud. Suba suud ngacelin, tabuane lantas nambung. Payu maranpa Ida Anake Agung ka pamereman, lantas Ida tuara meling teken raga. Buin maninne lantas Ida ndewata. Muung tangise di jero puri tan papegatan. Ditu lantas I Rare Angon ka purian ngalih I Lubang Kuri, tur lantas ajaka mulih kumahne, ia lantas nganggon kurenan. 

Kacrita sapandewatan Ida Anake Agung, kasub pesan kasaktian I Rare Angone, lantas I Rare Angon kadegang Agung baan panjake. 

Arti kalimat pada paragraf terakhir yang berbunyi :

Suba teked di puri, pesu makejang inan tabuanne, saha ngrebut ngacelin Ida Anake Agung. Ida Anake Agung lantas nyele ati, angganidane beseh makaubud. Suba suud ngacelin, tabuane lantas nambung. Payu maranpa Ida Anake Agung ka pamereman, lantas Ida tuara meling teken raga. Buin maninne lantas Ida ndewata. Muung tangise di jero puri tan papegatan. Ditu lantas I Rare Angon ka purian ngalih I Lubang Kuri, tur lantas ajaka mulih kumahne, ia lantas nganggon kurenan

Ada beberapa kata dari paragraf terakhir yang menurut anak-anak belum pernah sebelumnya mendengarkan kata-kata tersebut. Kata-kata tersebut diantaranya Inan tabuan - induk lebah, nyele ati – pingsan, ngacelin = mengigit, nambungmakeber = terbang, marampamapondong = digotong, pamereman-pesirepan = tempat tidur, meling- eling-inget = ingat,sadar, ndewata- seda = meninggal, muung- rame = riuh.

Dengan menambahkan kosa kata pada satua yang disampaikan, maka anakanak-anak semakin memahami apa yang belum mereka ketahui sebelumnya. Dan hal ini akan memperkaya bahasa bali mereka sekaligus membantu perkembangan bahasa Bali pada siswa. 

IV. Kesimpulan

Mata pelajaran bahasa bali dengan satua mampu mengembangkan, menambah kosa kata pada siswa karena dalam satua kaya dengan bahasa yang dihasilkan melalui dialog. Warna-warna bahasa, dialek kebahasaan dan pemerolehan bahasa sehingga melalui satua Bali Rare Angon diperoleh sebagai jalan keluar terkait permasalahan yang ditemui di dalam penelitian ini, yaitu pemahaman satua Bali Rare Angon terhadap pengembangan bahasa Bali siswa kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar.


Judul: Satua Rare Angon Terhadap Pengembangan Bahasa Bali Siswa Kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar
Oleh: Ni Luh Aprianawati
Dari: UHN IGB Sugriwa Denpasar

Related Posts

0 Response to "Satua Rare Angon Terhadap Pengembangan Bahasa Bali Siswa Kelas VII SMP Sathya Sai Denpasar"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel