Kitab Suci Veda Sebagai Sumber Pendidikan Budi Pekerti

MUTIARAHINDU.COM -- Kitab Suci Veda Sebagai Sumber Pendidikan Budi Pekerti. Derasnya arus globalisasi yang dipicu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, telah berdampak signifikan terhadap perkembangan generasi muda saat ini. Perkembangan generasi muda kini lebih banyak mengarah pada perbuatan yang menyimpang, kondisi ini terlihat dari tingginya angka kriminalitas yang melibatkan generasi muda khususnya kalangan pelajar. Bahkan banyak peserta didik dinilai tidak hanya kurang memiliki kesantunan baik di sekolah dan di rumah tetapi juga di lingkungan masyarakat.



Pandangan simplitis menganggap, bahwa kemorosotan akhlak, moral dan etika peserta didik disebabkan belum optimalnya pendidikan agama di sekolah. Harus diakui, dalam batas tertentu, pendidikan agama memiliki kekurangan tertentu, seperti jumlah jam yang minim, materi pendidikan agama yang terlalu banyak teoritis. Tidak hanya itu, materi pada pendidikan agama juga masih cenderung bertumpu pada aspek kognitif, dan kurang menekankan afektif dan psikomotor peserta didik. Menyikapi permasalahan ini, pendidikan agama masih perlu dioptimalkan untuk membentuk akhlak, moral, dan bahkan kepribadian peserta didik.

Agama Hindu yang bersumber dari kitab suci Veda mengakomodasi berbagai bentuk ajaran dan kepercayaan umatnya, mulai dari yang terbawah sampai yang teratas. Veda sendiri dikatakan seperti pohon abadi asvattha yang memiliki akar ke atas dengan cabang dan rantingnya ke bawah. Dimana akar Veda mendapat nutrisi langsung dari Brahman, sehingga cabang dan ranting pengetahuanya menjadi subur. Akar pengetahuan yang bersumber langsung dari Brahman ini disebut Sruti, sedangkan batang dan cabangnya sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam kehidupan seharihari disebut Smrti (Arta, 2021).

Pemujaan dalam pustaka suci Veda disebut dengan Upasana. Pemujaan dalam Veda bukanlah pemujaan yang bersifat apologetik (kaku) tetapi pemujaan yang memperhitungkan dua sisi yang prinsip tentang pemujaan yang menghitungkan dua sisi yang prinsip tentang kehidupan manusia. Karena manusia pada umumnya terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok orang berpengetahuan (jnanin) dan kelompok orang awam (ajnanin). Dua kelompok manusia tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat (Jaya & Kusuma, 2020).

Merujuk pada penjelasan tersebut diatas, bahwa dalam kehidupan selalu ada kelompok ajnanim, maka perlu diambil langkah untuk mengarahkan pada kebenaran yang banyak dijelaskan dalam ilmu pengetahuan. Tentu dalam upaya tersebut dapat didasarkan pada pengetahuan yang ada pada kitab suci Veda sebagai sumber kebenaran. Terutama dalam mengarahkan terkait dengan etika dan moral, sehingga bisa timbul generasi yang memiliki budi pekerti yang luhur.

Dalam upaya mentranfer ajaran dalam kitab suci Veda untuk membina budi pekerti peserta didik, dibutuhkan peran ekstra dari seorang guru. Seperti mencari rujukan yang jelas dan terarah, sehingga nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang didasarkan pada ajaran kitab suci Veda dapat terpupuk dengan baik dalam diri peserta didik. Hal ini senada dengan disampaikan (Wahidin, 2018) bahwa guru dituntut untuk mampu melakukan pembentukan kepribadian dan akhlak mulai serta mentransformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dalam imlementasinya tentu harus diciptakan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran sehingga pada diri peserta didik terjadi proses belajar.

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa pentingnya pendidikan budi pekerti, yang mengandung makna usaha atau kegiatan mengantarkan seseorang anak menjadi dewasa dengan memiliki etika dan moralitas yang luhur. Pendidikan budi pekerti dalam perspektif agama Hindu yang didasarkan pada kitab suci Veda, dimaksudkan dapat menjadi titik pijak, orientasi atau sudut pandang yang dijadikan acuan dalam menumbuh kembangkan pendidikan budi pekerti. Dengan demikian, seorang anak diantarkan menuju tingkat kedewasaan dengan perilakunya yang luhur sesuai nilai-nilai moralitas agama Hindu. 

Menyikapi berbagai fenomena yang dikemukakan dalam pendahuluan ini, maka penulisan karya ilmiah ini akan difokuskan pada 1) Tujuan Pendidikan budi pekerti, 2) Pendidikan budi pekerti dalam kitab suci Veda, dan 3) Impelementasi pendidikan budi pekerti. Penulisan karya ilmiah ini juga bertujuan untuk menjabarkan lebih detail tentang pendidikan budi pekerti yang ada dalam sejumlah sloka pada kitab suci Veda.

II. PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pendidikan Budi Pekerti

Ki Hajar Dewantoro, pendiri Taman Siswa menekankan betapa pentingnya pendidikan budi pekerti di sekolah. Mata pelajaran ini memfasilitasi siswa guna mengkaji nilai-nilai humanitas misalnya prinsip kejujuran, memperjuangkan keadilan, sikap dan menghargai perbedaan yang ada. (Anonim, 2006). 

(Nurul, 2007) secara konseptual menjelaskan tentang budi pekerti mencakup beberapa hal penting untuk diketahui dan dipahami, yakni sebagai berikut:

a. Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa depan.

b. Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan dan pemeliharaan perilaku peserta didik agar mau dan mampu melaksanakan tugas hidupnya selaras, serasi dan seimbang (lahir batin, material-spiritual dan individual).

c. Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan serta keteladanan.

Kutipan tersebut menegaskan bhawa pentingnya pendidikan budi pekerti untuk diajarkan kepada peserta didik. Hal ini penting untuk menyiapkan generasi yang merupakan manusia seutuhnya, dengan berbegai peranan yang akan diambil, sehingga ini menjadi penentu masa depan individu itu sendiri dan masyarakat luas. Bila pendidikan budi pekerti sudah menjadi pondasi yang kuat maka akan terbentuk masyarakat yang menjunjung tinggi nilainilai etika dan moralitas.

Bila dikaji secara seksama budi pekerti sebagai satu pengertian berasal dari kosa kata bahasa Sanskerta, terdiri dari dua kata yakni budi dan pekerti. Kata budi berasal dari urat kata budi yang berarti mengetahui, berubah menjadi kata benda budi (bentuk tunggal) berarti pengetahuan dan dalam bentuk jamak berubah menjadi buddayah, dalam perkembangan selanjutnya kata ini juga berarti kecerdasan. Kata budi berarti alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk: 2) tabiat, akhlak, watak: 3) perbuatan baik, kebaikan: 4) daya upaya, ikhtiar: 5) akal (dalam arti kecerdikan). Penjelasan Kamus Besar Indonesia tentang kebudayaan tersebut di atas kiranya masih dapat disederhanakan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa yang merupakan ekspresi atau pencerminan keseluruhan budi (Tim Penyusun Kamus, 1991). 

Sementara itu kata pekerti berasal dari prakrti atau pravrti yang berarti perilaku. Dalam kosa kata bahasa Indonesia kata budi dan pekerti disdalam atukan dan memiliki satu pengertian yang tidak terpisahkan yakni sebagai perilaku yang baik. Kata budi pekerti sangat dekat maknanya dengan tata susila. Kata tata dalam bahasa Jawa Kuno atau Jawa Baru berarti aturan, sedang kata susila berasal dari kosa kata bahasa Sanskerta dari kata susila yang merupakan gabungan partikel su yang berarti baik, atau menunjukkan kebaikan. Misalnya sudharma, berarti dharma yang baik, sutirtha, berarti tirtha yang baik, sutapa, bertapa yang baik. Sedangkan kata sila berarti tirtha yang baik, sutapa, bertapa yang baik. Sedangkan kata sila berarti tingkah laku yang baik dengan kata sila yang berarti dasar atau batu. Di dalam kitab Vrhaspati Tattwa 26 dinyatakan arti kata sila ngaranya angraksa acara rahayu atau perbuatan baik. Kata sila digabungkan dengan partikel su, berarti perbuatan atau tingkah laku yang sangat baik (Sudarshana, 1957).

Bila dikaji tentang makna pendidikan mengandung arti mengantarkan seseorang anak menuju ke tingkat dewasa atau kedewasaan, maka kata “dewasa” dimaksudkan seseorang itu dalam perilakunya sudah memiliki sifat-sifat kedewataan (daivisampat). Kata dewasa (devasya) berasal dari kosa kata bahasa Sanskerta, yang artinya memiliki sifat dewa, yang juga berarti yang bercahaya. Tentu diharapkan perilaku anak mengikuti ajaran ketuhanan atau memadevdevncarkan nilainilai ketuhanan. Tidak sebaliknya dikuasai oleh sifat-sifat keraksasaan (Asurisampat). Dalam pengertian yang lebih sederhana, pendidikan budi pekerti dimaksudkan pula mengantarkan manusia (manava) menuju ke tingkat manusia yang memancarkan perilaku kedewataan yang arif dan bijaksana, lemah lembut, ramah dan manis tuturnya katanya (mashava). Tidak sebaliknya jatuh dibelenggu oleh sifat-sifat keraksasaan (danava) (Titib, 1996).

Sementara itu (Cahyoto, 2002) menjelaskan sejumlah tujuan pendidikan budi pekerti yakni; (1) mendorong kebiasaan berperilaku terpuji sesuai nilai-nilai unversal dan tradisi budaya yang religius; (2) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab; (3) memupuk ketegaran mental peserta didik agar tidak terjerumus pada perilaku yang menyimpang, baik secara individu maupun sosial, dan (4) meningkatkan kemampuan untuk menghindari sifat tercela yang dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Hal utama pendidikan budi pekerti di sekolah adalah keberadaa guru sebagai tauladan peserta didik, guru bukan sekadar mengajarkan mata pelajaran, seyogyanya guru harus kreatif dalam mendidik siswa. Selain itu dibutuhkan suatu pendekatan yang tepat untuk mengintegrasikan pendidikan budi pekerti yaitu :

a. Pendekatan penanaman nilai, pendekatan ini mengajak peserta didik mengenal dan menerima nilai keteladanan;

b. Pendekatan perkembangan moral kognitif yaitu menekankan berbagai tingkatan moral, guru mengarahkan dan menerapkan pada peserta didik dalam proses mengambil keputusan tentang moral seperti: takut hukuman, melayani kehendak sendiri, berbuat kebaikan untuk orang banyak, bertindak sesuai dengan prinsipprinsip etika yang universal;

c. Pendekatan analisis nilai, yaitu menekankan peserta didik dapat menggunakan kemampuan berpikir logis, rasional dan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu, seperti penelitian, analisis kasus dan lain-lain.

d. Pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilainilai diri sendiri maupun orang lain (Setyawati, 2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan budi pekerti seharusnya banyak memberikan ajaran tentang sari tauladan kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki pedoman dan landasan yang kuat, untuk selalu bertingkah laku dengan mengasu pada nilai-nilai moral. Hal ini sesuai pula dengan tujuan pendidikan budi pekerti itu sendiri membentuk generasi muda agar berakhlak mulia melalui kejujuran, disiplin dan kerja sama yang menekankan ranah afektif, kognitif dan psikomotor. Pendidikan budi pakerti dapat mengambil materi dari ajaran agama khususnya kitab suci Veda, yang mencantumkan berbagai arahn untuk menjaga keharmonisan dengan sesama manusia, dengan alam dan dengan Tuhan, seperti yang tertuang dalam ajaran Tri Hita Karana.

2.2 Pendidikan Budi Pekerti Dalam Kitab Suci Veda

Ditengah- tengah kehidupan beragama yang pluralistik di Indonesia, umat Hindu menempati posisi yang minoritas. Meski hidup dalam kemajemukan, namun keharmonisan yang menjung tinggi nilai-nilai budi pekerti harus tetap di junjung. Hidup bersama orang lain sudah diamanatkan dalam beberapa mantra kitab suci Veda. Umat Hindu juga dituntut untuk mewujudkan hidup yang harmonis, serasi dan selaras dengan Tuhan Yang Mahaesa, dengan sesama manusia dan manusia dengan alam lingkungannya. Keharmonisan antara ketiganya itu kini dikenal dengan istilah: Tri hita Karana. Bila umat manusia mampu membina keharmonisan ini dengan disiplin yang tinggi sesuai dengan kewajiban masingmasing, maka kehidupan sosial kemasyarakatan akan berjalan harmonis. Untuk itu pula disiplin sosial sangat mutlak diperlukan. Berikut kutipkan ajaran tentang disiplin sosial dalam rangka mengenmbangkan tanggung jawab bersama yang mesti dan patut diikuti oleh setiap anggota masyarakat. 

"Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia supaya hidup serasi, menjauhkan diri dari perbuatan buruk, hendaknya seseorang mampu mengendalikan diri dan memiliki disiplin yang tinggi sehingga tumbuh keselarasan, saling pengertian dan tanggung jawab bersama". Atharva Veda III.8.5

"Limpahkanlah kerukunan bagi kami beserta pengikut kami, kerukuranan dengan orang-orang asing, limpahkanlah bagi kami di sini". Atharva Veda VII.521

"Seorang sebagai anggota masyarakat dituntut untuk memegang disipin seperti para pendahulu (pahlawan), yang senantiasa bermusyawarah dalam menyelesaikan dan senantiasa bersatu penuh perhatian diantar anggota masyarakat". Yajur Veda XXX.5, XXXI.11

"Terdapat perbedaan profesi dalam masyarakat yang digambarkan sebagai tubuh manusia dan bilamana masing-masing profesi itu berjalan baik seperti halnya tubuh manusia, yang seluruh organ tubuhnya berjalan normal, maka masyarakat akan sejahtera. Untuk itu disiplin profesi sangat mutlak untuk ditegakkan". Reg Veda X.90.12

Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka bila masyarakat mampu melaksanakan disiplin hidup, memiliki saling pengertian, mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, maka masyarakat akan sejahtera. Tentu dalam hal ini masyarakat juga harus menekankan implementasi ajaran budi pekerti. Menjaga keharmonisan dengan menekankan ajaranajaran budi pekerti menjadi hal penting, terlebih manusia sebagai makhluk sosial memerlukan bantuan dan kerja sama khususnya pada tingkat keluarga. Sedang dalam bentuknya yang besar adalah untuk kepentingan yang lebih luas dan diatur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara itu dalam kitab suci Yajur Veda dinyatakan bahwa : 

"Seperti dalam kereta kuda terdapat jari-jari pada rodanya. Demikianlah di dalam pikiran manusia sesungguhnya terdapat ajaran suci Rg Veda, YajurVeda, SamaVeda dan AtharvaVeda. Demikian pula dalam pikiran manusia terdapat pengetahuan tentang tingkah laku yang baik (budi pekerti), dengan demikian pikiran mejadi tenang." Yajur Veda XXXIV.5

Berdasarkan sloka tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya dengan menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan sangat positif menjadikan hidup manusia lebih baik lagi. Akan tetapi lebih dari itu, pengembangan pengetahuan hendaknya pula dapat mengembangkan kepribadian seorang anak. Pendidikan anak dapat ditemukan dalam ajaran Veda dan susastra Hindu lainnya. Dalam pendidikan Hindu, anak menjadi pusat semua aktivitas pendidikan itu. Kata anak dalam bahasa Sanskerta adalah “putra”. Kata “putra” pada mulanya berarti kecil atau yang disayang. 

Nilai-nilai budi pekerti yang terkandung dalam ajaran suci Veda) sangat relevan sepanjang jaman. Dalam hal ini diketengahkan nilai-nilai yang termuat pada kitab suci Veda, antara lain : pengorbanan (keiklasan / Tyaga atau Yajna, kebenaran (Satya), kasih sayang (Ahimsa), kemudian hati (Daksina), sedekah (Dana), meghindari judian (Aksa/Nita), jalan kemudian (Svastipantham), keharmonisan (Samjnanam), persatuan (Samanah), Kewaspadaan (Jagara), kesucian hati, (Daksa), kemakmuran (Jagadhita), Kebajikan (Badrah), kemudian (Kerti), jasa baik (Yasa), kemarahan (Sriyah), persaudaraan (Maitra), keamanan (Abhayam), tugas dan kewajiban (Svadharma), keberanian (Varma/Viram/Nirbhayata), profesi (Varna), Tahapan hidup (Asram), kecerdasan (Prajna), kesatuan dengan Yang Maha Esa (Yoga), kebaktian (Bhakti), dan lain-lain yang tentunya masih banyak belum diungkapkan (Dvivedi, 1990). 

Berdarkan penjabaran tersebut diatas dapat kita pahami bhawa nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab suci Veda tersebut kemudian dikembangkan dan dijelaskan contoh-contoh implementasinya dalam berbagai kitab Susastra Hindu seperti dalam kitab-kitab Itihasa, kitab-kitab Purana, melalui bebagai ilustrasi cerita-cerita keagamaan yang indah dan menarik. 

2.3 Impelementasi Pendidikan Budi Pekerti 

Dewasa ini tantangan kehidupan beragama, dirasakan semakin hari semakin besar. Berbagai informasi, terutama yang besifat duniawi langsung memasuki rumahrumah dan tidak di sadari telah terjadi proses dalam diri sebagian masyarakat bisa mengarah kepada kehidupan sekuler yang menekankan betapa berharganya kehidupan duniawi itu dengan aneka gramour dan sangat menawan. Kehidupan spiritual mulai dirasakan kurang bermanfaat dan akibatnya adalah moral dan etik masyarakat semakin mendangkal. Dampaknya adalah terjadinya penyalahgunaan miras, narkoba, pencurian dan kekerasan, serta berbagai penyakit sosial lainnya. Untuk itu beberapa hal penting disampaikan sebagai landasan mengembangkan metode pendidikan budi pekerti, diantaranya: 

a. Menjadikan aspek moralitas dari kitab suci Veda sebagai sumber pendidikan budi pekerti atau dengan kalimat lainnya adalah menjadikan pendidikan agama memancar dalam budi pekerti anak didik, baik di dalam keluarga, sekolah maupun dalam masyarakat.

b. Menjadikan pendidikan agama, khususnya pendidikan moralitas dalam agama sebagai bagian yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan, artinya, pendidikan agama tidak hanya disampaikan oleh para guru agama Hindu di sekolah, tetapi juga semua mengajar dalam disiplin ilmunya masing-masing menunjang pendidikan agama.

c. Sebanyak mungkin memberikan contoh, mengutip dari epos Ramayana dan Mahabrata berbagai cerita yang memberikan sentuhan terhadap perilaku, budi pekerti dan penghargaan terhadap nilai-nilai. 

Kondisi umum pendidikan budi pekerti pada keluarga, sekolah dan di masyarakat sepintas dapat diuraikan sebagai berikut: 

a. Lingkungan keluarga
Kondisi pendidikan budi pekerti seperti halnya pendidikan agama pada keluarga rupanya perlu mendapat perhatian karena terjadinya pergeseran pola kehidupan masyarakat dari agraris ke industri, disamping dari homogen (seluruh masyarakatnya memiliki atau pendukung kebudayaan dan agama yang sama) ke kehidupan yang hetrogen (pluralistik). Pendidikan budi pekerti dalam keluarga cenderung terabaikan, karena kehidupan beragama tekanannya pada ritual dan belum mampu mengubah perilaku masyarakatnya. Bila sembahyang ini dilaksanakan secara intensif dengan penuh sraddha, mampu menumbuhkan kesabaran masyarakat (masyarakat umat tidak cepat beringas dalam menghadapi sesuatu).

b. Pendidikan formal
Selama ini pendidikan budi pekerti diberikan oleh guru agama, sebaliknya guru agama belum mendapat pendidikan atau metodelogi khusus untuk menyampaikan pendidikan budi pekerti yang bersumber pada ajaran agama. Disamping itu, pendidikan budi pekerti kurang mendapat perhatian. Saat ini kondisi pendidikan terintegrasi hanya pada pendidikan agama, kiranya ajaran agama dapat memancar pada budi pekerti anak didik. Perhatikan kondisi pendidikan budi pekerti di sekolah berikut ini :
  1. Dengan ketentuan bahwa tiap 25 siswa SD hendaknya mendapat 1 orang guru agama Hindu. Itu berarti, paling tidak pada setiap satu SD, diperlukan satu orang guru agama Hindu. Dengan demikian pada SD Negeri di Bali cukup banyak diperlukan guru agama Hindu. Demikian pula untuk SLTP, SMA maupun SMK dan bahkan di Perguruan Tinggi Umum Negeri dan Swast.
  2. Kurangnya bahan ajar, buku bacaan agama Hindu di sekolah sampai perguruan tinggi. Kualitas SDM (kemampuan guru dan dosen agama Hindu), system pendidikan agama Hindu, sarana dan prasarana perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan.
  3. Secara khusus belum ada yayasan Hindu yang mengelola TK, SD dan SMA/SMK yang bercirikan khusus agama. Hal ini merupakan pula salah satu kendala bagi siswa yang berminat melanjutkan ke perguruan tinggi agama Hindu.
c. Pendidikan Non Formal
  1. Sangat terbatasnya pendidikan agama Hindu non formal seperti pasraman, pasantian dan kelompok pengkajian (studi) Hindu di Indonesia. Hal itu juga merupakan (studi) Hindu di Indonesia. Hal itu juga merupakan kendala dalam pengembangan pendidikan budi pekerti.
  2. Belum adanya lembaga Dharmagita dari tingkat desa sampai provisni yang mewadahi dan mengayomi pasantian yang ada.
d. Lingkungan Masyarakat
Pendidikan budi pekerti pada masyarakat terkait dengan tegaknya norma dan moralitas masyarakat. Bila masyarakatnya hetrogen dan cenderung permisif, maka sulit sekali untuk tegaknya norma dan moralitas masyarakat. Terlebih lagi tegaknya norma dan moralitas masyarakat. Terlebih lagi didukung oleh media massa yang kadang-kadang mengabaikan moralitas masyarakat seperti penayangan film Barat yang Nampak jauh dengan rasa budaya masyarakat. Bila apparat dan tokoh masyarakatnya apatis, maka perilaku yang bertentangan dengan kesusilaan mayarakat cendrung semakin marak, disamping itu penyakit sosial lainnya seperti miras, narkoba dan lain-lain Nampak menggejala dewasa ini. 

Dari beberapa hal yang di sampaikan tersebut, kiranya setiap orang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan agama Hindu, seperti orang tua dalam keluarga para guru agama tidak hanya mengajarkan pokok materi ajaran agama, tetapi lebih dari itu yakni menangkap pesan dari materi itu. Adapun teknik yang telah terbukti ampuh digunakan dibeberapa negara maju antara lain : 

a. Duduk hening atau meditasi sebelum pelajaran dimulai (silent siting)
b. Sembahyang/ berdoa (prayers) dan doa tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa yang mudah dipahami.
c. Bercerita, ceramah dan menjelaskan (story telling)

Dengan duduk hening atau meditasi sebelum pelajaran (proses belajar mengajar) dimulai, diharapkan para siswa dapat mengendapkan berbagai gejolak pikiran atau emosinya, saat dari rumah menuju ke sekolah. Sejak berangkat dari rumah, pikiran seorang siswa dijejali oleh berbagai hal. Untuk itu duduk hening dan sejenak dapat mengendapkan hal tersebut, sehingga pikiran menjadi segar untuk memulai proses belajar mengajar. Sembahyang atau berdoa, seperti melaksanakan Tri Sandhya, disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Teksnya dapat dibaca oleh para guru atau seorang siswa yang ditunjuk untuk hal tersebut.

Bercerita, ceramah, dan menjelaskan merupakan hal yang umum di dalam memulai pelajaran. Seorang guru akan dengan mudah menyelipkan pendidikan budi pekerti pada anak didik setelah didahului dengan sembahyang Tri Sanhya atau berdoa. Sedangkan dalam bermain peran, para siswa diajak untuk lebih menghayati suatu pelajaran, misalnya memperagakan etika soapn santun. Contoh yang dapat diambil ketika Duryodhana dan Arjuna sama-sama memohon bantuan Sri Krsna menjelang pecahnya perang Bharatayuddha. Sri Krsna yang sedang tidur nyenyak di siang hari di tempat peraduannya, dihadap oleh Duryodhana yang datang lebih dahulu dibandingkan dengan kedatangan Arjuna. Duryodhana merasa sebagai orang raja besar. Dengan tidak memperhatikan sopan santun langsung duduk pada sebuah kursi yang kebetulan terletak di samping kepala Sri Krsna. Selanjutnya datang Arjuna, yang menyadari lebih muda umurnya disbanding dengan Sri Krsna. Didorong oleh keinginan memberi penghormatan kepada siapa saja yang lebih tua, Arjuna menghormat kepada Duryodhana dan segera duduk di bagian Kaki Sri Krsna yang kebetulan pula di tempat itu terdapat sebuah kursi kosong. Ketika Sri Krsna bangun dari tidurnya, ia melihat Arjuna terlebih dahulu dan langsung menyapanya. Duryodhana tersinggung dengan sikap Sri Krsna tersebut yang terlebih dahulu menyapa yang datang belakangan. Sri Krsna menjelaskan walaupun Duryodhana lebih dahulu datang, namun Arjuna yang dilihatnya lebih dahulu. Mengapa? Karena Duryodhana duduk pada posisi yang keliru (Dutt, 1988).

Melalui sepenggal cerita ini seorang guru menjelaskan tentang sopan santun duduk sebagai salah satu materi pendidikan budi pekerti. Metodelogi lainnya adalah menyanyi bersama melantumkan kidung, bhajan atau lagu-lagu keagamaan lainnya, yang memberikan kesegaran jiwa kepada siswa yang menyanyikannya. 

Metode lainnya adalah mengerjakan pekerjaan rumah atau pekerjaan lapangan yang dapat dilaksanakan secara mandiri atau berkelompok dan pada saat berkelompok ini seorang guru mengajarkan pendidikan budi pekerti kepada para siswa dengan sebaikbaiknya. Kegiatan yang terakhir (kerja berkelompok) ini sekaligus akan melatih kerja secara tim work dikemudian hari, ketika seseorang sudah mandiri. Di samping itu melalui pendidikan agama yang baik, seseorang akan bersedia bekerja keras, berkompetisi sportif dan memahami makna dari reward dan punishment. Walaupun pada bagian akhir uraian tersebut pelaksanaannya dilakukan di sekolah formal ataupun non formal. Dalam keluarga, metode dan teknik pengajaran pendidikan budi pekerti dapat juga dilaksanakan. 

III. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dijabarkan dalam penulisan karya ilmiah ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Pendidikan budi pekerti bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dan kecakapan berpikir, menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan memiliki kemampuan yang terpuji, serta mengembangkan nilai-nilai yang berakhlak mulia melalui kejujuran, disiplin dan kerja sama yang menekankan ranah afektif tanpa meninggalkan ranah kognitif dan ranah skill. 2) Berdasarkan kutipan sejumlah sloka dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya ajaran agama, mulai dari sabda Tuhan dalam kitab suci Veda dan seluruh susastra Hindu merupakan sumber ajaran budi pekerti, karena pada hakekatnya ajaran agama mengubah dan meningkatkan kualitas hidup manusia baik jasmani dan rohani. 3) Pendidikan budi pekerti dapat diimplementasikan dalam menjalankan kehidupan di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Tiga aspek ini menjadi wadah penting untuk mengimplementasikan pendidikan budi pekerti yang berlandaskan kitab suci Veda, sehingga keharmonisan dalam kehidupan manusia dapat dirasakan dengan lebih baik. Hal ini tentu pula dapat meminilisi hal hal negatif yang mengarah pada tindak kriminalitas, terutama di kalangan generasi muda.

0 Response to "Kitab Suci Veda Sebagai Sumber Pendidikan Budi Pekerti"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel