Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
MUTIARAHINDU.COM -- Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan. Guru mata pelajaran bahasa Bali memiliki tantangan yang semakin berat sejalan dengan bergulirnya waktu di era globalisasi dan modernisasi seperti saat ini. Guru bahasa Bali haruslah kreatif dan bekerja keras agar siswa menjadi tertarik untuk mengenali, menikmati, serta memahami materi bahasa Bali, baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, maupun menengah atas/kejuruan. Guru bahasa Bali harus dapat menyajikan pembelajaran yang asik dan mampu membawa pemikiran anak-anak yang milenial ke dalam satu gelombang yang sama dengan muatan materi bahasa Bali (kultural tradisional), sehingga akan terjadi suatu keterhubungan dan kemengertian secara utuh terhadap aspek-aspek materi yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, seorang guru bahasa Bali haruslah mampu mengakomodasi materi dengan baik dan akhirnya pelajaran bahasa Bali tidak lagi menjadi pelajaran yang dianggap menakutkan atau membosankan oleh para siswa. Pembelajaran bahasa Bali di tingkat sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan merupakan bentuk penguatan serta pendalaman materi bahasa Bali yang telah didapatkan oleh siswa saat belajar di sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama. Meskipun pada hakikatnya adalah pengulangan materi, namun sebagian besar siswa masih menganggap bahwa materi bahasa Bali sangatlah sulit, terutama materi tentang aksara Bali, baik menulis aksara Bali maupun mengetik lewat aplikasi di komputer/laptop. Jangankan mempelajari, baru mendengar tentang aksara Bali saja sebagian besar siswa sudah mengeluh tidak mengerti, tidak suka, dan menyerah dengan alasan klasik lainnnya. Pembelajaran tentang aksara Bali dianggap sebagai sub materi yang paling sulit, karena dianggap memiliki banyak aturan (pasang aksara Bali dan pasang pageh), sehingga siswa sudah takut duluan untuk mempelajari materinya. Karakteristik siswa SMA/SMK yang labil, cepat bosan, dan tidak sabaran semakin membuat sebagian besar siswa dengan cepat mengambil keputusan bahwa mereka tidak akan bisa memahami pelajaran bahasa Bali, khususnya terkait aksara Bali. Kenyataan tersebutlah yang membuat banyak siswa yang bolos saat pembelajaran bahasa Bali.
Dari sekian banyak problematika dalam pembelajaran bahasa Bali, khususnya terkait aksara Bali, guru bahasa Bali yang profesional tentunya tidak boleh kehabisan akal untuk membangun iklim belajar aksara Bali yang menyenangkan. Guru bahasa Bali harus mempunyai dan menyiapkan berbagai "amunisi" pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar, sehingga siswa tidak cepat bosan atau jenuh dengan materi yang diajarkan. Salah satu persiapan penting yang wajib dikuasai seorang guru bahasa Bali adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang tepat akan membentuk pola belajar yang baik serta nantinya akan berpengaruh pada metode maupun media belajar yang digunakan sesuai dengan karakteristik kelas, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan bisa membuat siswa selalu bersemangat untuk belajar bahasa Bali (Afandi dkk, 2013: 18). Dalam dunia pendidikan dikenal adanya model pembelajaran kooperatif yang memiliki ciri utama, yaitu siswa membantuk kelompok dan bekerjasama di antara anggota kelompoknya tersebut. Apabila digali lebih mendalam, model pembelajaran kooperatif juga memiliki berbagai macam jenis/tipe yang salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam pembelajaran aksara Bali. TGT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang memiliki ciri bermain sambil belajar secara berkelompok dengan aturan-aturan main yang telah disepakati bersama. Masing-masing kelompok berlomba untuk mencapai skor tertinggi agar bisa memenangkan permainan (Afandi dkk, 2013: 79). Dengan model ini, maka pembelajaran aksara Bali, baik menulis aksara Bali maupun mengetik aksara Bali dapat dilaksanakan dalam iklim permainan dan turnamen akademik yang menyenangkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis sebagai pendidik mata pelajaran bahasa Bali merasa tergugah untuk mengembangkan serta menyebarluaskan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini untuk pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali. Maksud tersebut dituangkan melalui karya tulis ilmiah berupa artikel jurnal yang membahas tiga hal pokok, yaitu konsep, penerapan, dan peranan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pengajaran menulis serta mengetik aksara Bali pada siswa sekolah menengah atas/kejuruan. Pada akhirnya keseluruhan proses tersebut menghasilkan artikel jurnal sebagai bahan bacaan dalam hal mempertimbangkan pemilihan model pembelajaran untuk menyajikan materi menulis dan mengetik aksara Bali yang berjudul: "Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan".
II. Metode
Metode dalam artikel ini dibagi menjadi teori, tatacara pengumpulan data, dan pengelolaan data. Teori yang digunakan untuk membedah tiga poin pembahasan dalam tulisan yang berjenis kualitatif ini adalah teori struktur dan teori behaviorisme. Adapun data penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara, serta studi pustaka yang dikelola dalam teknik analisis data berupa reduksi data, display data, serta penarikan kesimpulan. Dengan adanya metode tersebut diharapkan dapat membawa penelitian menjadi terarah dan sesuai dengan prosedur ilmiah.
III. Pembahasan
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament)
Dalam dunia pendidikan, tentunya sangat banyak terdapat model pembelajaran yang bertujuan untuk mempermudah guru untuk membuat siswanya nyaman belajar. Masingmasing model pembelajaran akan menciptakan pola belajar yang beragam sesuai dengan karakteristik model tersebut. Namun, tujuannya hanyalah satu, yaitu menciptakan kondisi yang kondusif bagi siswa agar siswa mampu belajar dengan aman, nyaman, menyenangkan, dan sesuai dengan karakteristik belajar mereka. Apabila siswa telah nyaman saat proses pembelajaran, maka secara otomatis guru pun akan lebih mantap dalam mendidik maupun menyampaikan informasi, pengetahuan, materi, maupun pengalaman kepada siswa dengan tujuan siswa dapat memahami dengan utuh segala hal yang disampaikan (Sadarwan, 2015:15).
Salah satu model pembelajaran yang telah dikenal serta digunakan sejak dahulu oleh para pendidik sebagai rekomendasi dalam melaksanakan pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Seperti namanya, model pembelajaran kooperatif berasal dari akar kata bahasa Inggris, yaitu cooperate yang berarti bekerjasama (Halim, 2005: 76). Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) pada dasarnya adalah model pembelajaran yang menekankan kepada kerjasama antar siswa. Dalam hal ini, siswa dibagi menjadi kelompok yang heterogen. Dalam kelompok tersebut siswa akan saling bekerjasama dan saling membantu untuk mengerjakan atau memecahkan persoalan yang telah diarahkan oleh guru. Peranan guru dalam model ini tidaklah dominan, karena sesama siswa dapat menjadi tutor sebaya yang saling menjelaskan serta membantu satu sama lain untuk memahami materi ataupun untuk mengerjakan instruksi yang diberikan oleh guru. Jadi, model ini dapat diistilahkan sebagai model gotong royong. Apabila model kooperatif ini dilaksanakan dengan benar, maka pengelolaan pembelajaran di kelas akan menjadi lebih efisien (Saputra dan Rudyanto, 2005: 49).
Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition), model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together), model pembelajaran kooperatif tipe make a macth, model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions), dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Keseluruhan tipe model pembelajaran kooperatif tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan sifat dan tujuan yang ingin dicapai (Afandi dkk, 2013: 59-79). Dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan tipe cooperative learning yang memiliki ciri khas berupa adanya turnamen akademik berkelompok, menjawab soal-soal, dan sistem skor yang menjadi dasar penilaian serta pemantauan peningkatan kemampuan akademis. Dalam hal ini setiap siswa mewakili kelompoknya untuk berlomba dengan kelompok lain untuk mencapai juara (Afandi dkk, 2013: 79).
Menurut Slavin (2009: 166-167), terdapat lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu: presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Pada komponen presentasi di kelas, guru menerangkan berbagai hal yang menjadi aturan main yang akan dilaksanakan, mulai dari jenis permainan, materi yang digunakan, teknis/aturan main, hingga aturan penskoran. Semuanya dibahas dalam sesi presentasi dan semua peserta (dalam hal ini kelompok siswa) harus memperhatikan dengan cermat. Selanjutnya pada komponen tim, dilaksanakan pembentukan tim yang heterogen, baik dari segi kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Tujuan pembentukan kelompok yang heterogen adalah agar siswa benar-benar bisa kerjasama dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya. Pada komponen game, siswa akan diberikan pertanyaan oleh guru yang dikemas dalam permainan yang menyenangkan sambil melatih daya ingat atau pemahaman melalui pertanyaanpertanyaan yang diberikan (belajar sambil bermain). Pada komponen turnamen, antar kelompok berloma sesuai mekanisme dan aturan main untuk dapat menjadi yang terbaik. Masing-masing anggota kelompok mengeluarkan segenap kemampuan agar nantinya kelompok mereka bisa lolos di tahap penyisihan, final, hingga bisa menjadi juara dan memperoleh skor terbanyak. Terakhir, pada komponen rekognisi tim, guru akan memberikan pengukuhan (reward) kepada tim yang juara sebagai bentuk hasil dedikasi mereka. Reward dapat berupa benda ataupun nilai yang sangat memuaskan, sehingga akan membuat siswa terus belajar agar bisa menjadi yang terbaik. Guru juga bisa memberikan sanksi kepada kelompok yang kalah agar anggota kelompok tersebut memiliki motivasi untuk merebut posisi juara di kesempatan mendatang. Kelima komponen dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT tersebut saling keterkaitan dan sama pentingnya untuk dapat menyukseskan proses pembelajaran demi mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Menengah Atas/Kejuruan
Pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali adalah sub materi yang sangat penting dalam mencapai keutuhan belajar bahasa Bali, karena aksara Bali adalah salah satu ikon penting dan menjadi identitas kebanggaan bahasa Bali yang tidak dimiliki oleh semua bahasa di dunia. Selain hal tersebut, menulis ataupun mengetik aksara Bali merupakan tahap akhir setelah proses mendengar, berbicara, dan membaca terkait aksara Bali, sehingga pada akhirnya akan tercapai empat keterampilan berbahasa yang utuh dalam hal pemahaman aksara Bali. Namun, di balik tercapainya keempat komponen tersebut secara utuh, guru bahasa Bali sebagai garda terdepan tengah menghadapi kesulitan yang sangat besar. Hal tersebut terjadi di semua siswa dan semua tingkat satuan pendidikan, tidak terkecuali pada siswa di sekolah menengah atas/kejuruan. Meskipun secara teori siswa yang ada di sekolah menengah atas/kejuruan hanyalah memantapkan materi dan membangkitkan kembali materi aksara Bali yang pernah dipelajari semasa SD dan SMP, namun masih banyak sekali dari mereka yang mengatakan dan berpendapat bahwa aksara Bali adalah materi paling sulit. Alasan tersebut dikarenakan siswa belum hafal bentuk-bentuk aksara Bali dan sandangannya. Sebagian besar siswa juga belum secara utuh memahami aturan penulisan aksara Bali secara umum yang disebut dengan pasang aksara Bali maupun aturan khusus penulisan aksara Bali untuk beberapa kosakata dari serapan bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang disebut pasang pageh (Suwija, 2015: 21-29).
Apabila diperhatikan dari sudut pandang pengalaman yang dirasakan oleh para siswa, sebagian besar guru bahasa Bali dianggap belum mampu menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan, khususnya dalam pembelajaran aksara Bali. Kebanyakan guru bahasa Bali masih menerapkan cara mengajar yang monoton, seperti memerintahkan siswa maju ke depan satu-satu untuk membaca bacaan beraksara Bali, ceramah secara terus-menerus secara datar tanpa adanya selingan, dan lain sebagainya. Terkadang juga terdapat guru bahasa Bali yang memaksakan kehendak agar siswanya mengerti tanpa memperhatikan keadaan siswanya. Bahkan, ada juga oknum guru bahasa Bali yang memanfaatkan kekurangan siswanya dalam memahami aksara Bali sebagai bahan untuk menyindir siswa, sehingga siswa menjadi risih dan tersinggung. Atas dasar tersebut, jangankan siswa yang malas, siswa yang rajin pun menjadi bosan dan tidak nyaman saat belajar bahasa Bali, khususnya belajar aksara Bali. Oleh karena itu, angka siswa yang bolos dalam pelajaran bahasa Bali di beberapa sekolah menjadi lumayan tinggi. Bagi siswa, guru yang baik bukan hanya sebatas hebat dalam hal penggunaan IT atau hebat menghafal materi, namun guru yang mampu menghadirkan suasana belajar yang baik, memberikan penjelasan yang padat dan mengena, serta menerapkan cara-cara yang menyenangkan, meskipun tidak selamanya selalu menggunakan IT yang canggih.
Dengan adanya fenomena di atas, maka perlu adanya pemikiran yang matang terkait pemilihan komponen pembelajaran agar dapat membuat siswa nyaman dan senang untuk mempelajari bahasa Bali, khususnya mempelajari aksara Bali. Dalam hal ini, siswa membutuhkan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak tegang, sehingga bisa bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Salah satu komponen penting pembelajaran yang mampu menentukan pola belajar adalah model pembelajaran. Dalam rangka menjawab kebutuhan siswa akan pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali yang menyenangkan, maka terdapat salah satu model pembelajaran yang memberikan pola belajar sambil bermain secara berkelompok, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Dengan adanya model pembelajaran ini, maka siswa sekolah menengah atas/kejuruan akan dapat merasakan bagaimana serunya belajar tentang menulis dan mengetik aksara Bali sambil berlomba atau bermain. Secara teknis, pada pertemuan pertama guru harus menyampaikan sub materi menulis aksara Bali dan juga mengetik aksara Bali terlebih dahulu secara utuh, sehingga siswa akan memanggil kembali ingatan mereka terkait dengan materi tersebut. Pada pertemuan pertama ini, guru juga dapat menggunakan media audiovisual ataupun demonstrasi agar siswa dapat menangkap gambaran materi secara baik dan benar tentang menulis maupun mengetik aksara Bali. Setelah siswa memahami materi dengan jelas, pada pertemuan selanjutnya barulah dilaksanakan pola belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi menulis dan mengetik aksara Bali yang penerapannya akan dijelaskan pada sub pembahasan yang terpisah di bawah ini.
a. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Pembelajaran Menulis Aksara Bali pada Siswa Menengah Atas/Kejuruan
Pada pembelajaran dengan materi menulis aksara Bali, pola dan alur penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dijelaskan melalui komponen-komponen utama sebagai berikut:
1) Komponen Presentasi di Kelas
Pada tahap ini, guru pertama-tama kembali memastikan bahwa siswa telah memiliki gambaran terkait materi menulis aksara Bali, khususnya yang berkaitan dengan pasang aksara Bali dan pasang pageh. Selanjutnya, guru menjelaskan bahwa dalam permainan ini, guru menggunakan media pembelajaran berupa kartu yang masing-masing berisikan gambar aksara, gantungan, dan berbagai sandangannya. Adapun ketentuannya adalah kartu terlebih dahulu harus dikocok agar susunannya menjadi acak. Selanjutnya, guru akan memberikan kata berbahasa Bali dan setiap anggota kelompok haruslah mencari serta menyusun gambar aksara dan sandangannya agar berbunyi seperti kata tersebut. Contohnya, apabila guru memberikan kata "Bhatara", maka masing-masing anggota kelompok harus dengan cepat mencari kartu yang berisikan gambar aksara bha kembang, ta latik, dan aksara ra. Kemudian kartu itu dijejerkan dan dipegang oleh anggota kelompok hingga terbaca aksara tersebut bertuliskan "Bhatara" sesuai dengan aturan pasang aksara Bali maupun pasang pageh. Apabila sudah menyusun dan yakin dengan kebenaran susunannya, maka perwakilan kelompok harus mengucapkan "Kunci" sebagai tanda bahwa jawaban kelompok sudah terkunci. Kelompok yang paling cepat dan paling benar akan diberikan poin sesuai dengan jenjang babaknya, yaitu penyisihan, semifinal, dan final. Untuk skor bagi kelompok yang paling cepat dan benar akan naik secara bertahap sesuai dengan babak, misalnya jawaban tercepat dan terbenar di babak penyisihan nilainya 10, dibabak semifinal nilainya 50, dan di babak final nilainya 100. Penskoran juga bisa divariasi dengan pengurangan nilai bagi kelompok yang salah dalam penyusunan aksara dan lain sebagainya sesuai dengan inisiatif guru. Pada akhirnya, kelompok yang mempunyai skor tertinggilah yang akan keluar sebagai juara dan berhak mendapatkan hadiah dari sang guru. Kelompok yang kalah juga akan mendapat hukuman dari guru. Dengan adanya stimulus berupa hadiah maupun berupa hukuman, maka siswa akan senantiasa merespon dengan usaha agar kelompoknya tidak dipermalukan dan tidak mengalami kekalahan.
2) Komponen Tim
Dalam pembentukan tim, guru harus memastikan bahwa dalam satu tim terdiri dari 4-5 orang yang heterogen, baik dari segi jeni kelamin, etnis (apabila ada), agama (apabila ada), dan yang paling penting adalah kemampuan dalam menulis aksara Bali (harus ada siswa yang pintar, sedang, dan kurang dalam hal kemampuan menulis aksara Bali). Tujuan dari penetapan anggota kelompok yang heterogen ini adalah agar masing-masing anggota kelompok dapat bekerjasama dan saling meningkatkan kualitas diri demi membawa kelompok mereka ke arah kemenangan. Secara tidak langsung, anggota yang heterogen tersebut akan gotong-royong mengatur strategi dan saling mengisi agar performa kelompok mereka menjadi lebih baik. Usaha yang gigih tersebut apabila dibiasakan akan senantiasa meningkatkan kapasitas siswa dalam penguasaan materi menulis aksara Bali.
3) Komponen Game
Dalam komponen ini, guru mengatur terkait dengan soal-soal yang diberikan kepada siswa sebagai bahan untuk permainan. Adapun soal-soal tersebut sudah disesuaikan dengan materi aksara Bali yang diperoleh siswa dalam pembelajaran ataupun yang ada di buku pegangan siswa. Tingkat kesulitan soal juga ditingkatkan sesuai dengan babak yang dilalui oleh siswa. Pada babak penyisihan, soal hanya berkutat pada aksara wresastra atau kata-kata bahasa Bali lumbrah. Pada tahap semifinal, soal akan semakin sulit dengan mulai melibatkan aturan pasang aksara yang kompleks maupun aksara swalalita (aksara untuk menuliskan kata-kata bahasa Bali yang berasal dari serapan bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno). Pada tahap final, soal menjadi semakin sulit dengan kata-kata bahasa Bali yang full berasal dari bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta serta ditambah dengan aturan pasang pageh. Dengan adanya tingkat kesulitan yang bertahap, maka masing-masing kelompok akan semakin tertantang dan semakin berhati-hati dalam menjawab.
4) Komponen Turnamen
Dalam hal turnamen, setiap kelompok akan diposisikan dalam teritorial meja tersendiri yang letaknya terpisah dari kelompok lain (seperti posisi meja saat lomba cerdas cermat). Pada tahap penyisihan, semua kelompok dalam satu kelas akan diseleksi hingga dicapai empat kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya, keempat kelompok tersebut akan dilombakan kembali di babak semi final hingga satu kelompok tersisihkan dan menyisakan tiga kelompok. Adapun nilai yang telah didapatkan pada babak sebelumnya tidak berlaku (dimulai kembali dari nol). Pada babak final, ketiga kelompok yang telah terseleksi kembali berkompetisi untuk memperebutkan juara 1, 2, dan 3.
5) Komponen Rekognisi Tim
Pada tahap akhir ini, guru mengukuhkan dan mengumumkan kelompok yang mendapatkan juara 1, 2, dan 3 serta menyerahkan hadiah kepada kelompok sebagai hasil dari jerih payah dan kerja kerasnya untuk mencapai juara. Pada tahap ini guru juga memberi hukuman bagi kelompok yang kalah (sesuai inisiatif guru). Sebelum mengakhiri pertemuan, guru juga memberikan arahan dan wejangan terkait dengan perjalanan lomba/turnamen yang telah berlalu serta memberikan tips-tips kepada siswa agar dapat menjawab dengan cepat dan benar. Refleksi tersebut bertujuan agar siswa menyadari kesalahannya dan di waktu mendatang tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
0 Response to "Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan"
Post a Comment