Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan

MUTIARAHINDU.COM -- Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan.  Guru mata pelajaran bahasa Bali memiliki tantangan yang semakin berat sejalan dengan bergulirnya waktu di era globalisasi dan modernisasi seperti saat ini. Guru bahasa Bali  haruslah kreatif dan bekerja keras agar siswa menjadi tertarik untuk mengenali, menikmati, serta memahami materi bahasa Bali, baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, maupun menengah atas/kejuruan. Guru bahasa Bali harus dapat menyajikan pembelajaran yang asik dan mampu membawa pemikiran anak-anak yang milenial ke dalam satu gelombang yang sama dengan muatan materi bahasa Bali (kultural tradisional), sehingga akan terjadi suatu keterhubungan dan kemengertian secara utuh terhadap aspek-aspek materi yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, seorang guru bahasa Bali haruslah mampu mengakomodasi materi dengan baik dan akhirnya pelajaran bahasa Bali tidak lagi menjadi pelajaran yang dianggap menakutkan atau membosankan oleh para siswa. Pembelajaran bahasa Bali di tingkat sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan merupakan bentuk penguatan serta pendalaman materi bahasa Bali yang telah didapatkan oleh siswa saat belajar di sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama. Meskipun pada hakikatnya adalah pengulangan materi, namun sebagian besar siswa masih menganggap bahwa materi bahasa Bali sangatlah sulit, terutama materi tentang aksara Bali, baik menulis aksara Bali maupun mengetik lewat aplikasi di komputer/laptop. Jangankan mempelajari, baru mendengar tentang aksara Bali saja sebagian besar siswa sudah mengeluh tidak mengerti, tidak suka, dan menyerah dengan alasan klasik lainnnya. Pembelajaran tentang aksara Bali dianggap sebagai sub materi yang paling sulit, karena dianggap memiliki banyak aturan (pasang aksara Bali dan pasang pageh), sehingga siswa sudah takut duluan untuk mempelajari materinya. Karakteristik siswa SMA/SMK yang labil, cepat bosan, dan tidak sabaran semakin membuat sebagian besar siswa dengan cepat mengambil keputusan bahwa mereka tidak akan bisa memahami pelajaran bahasa Bali, khususnya terkait aksara Bali. Kenyataan tersebutlah yang membuat banyak siswa yang bolos saat pembelajaran bahasa Bali. 


Dari sekian banyak problematika dalam pembelajaran bahasa Bali, khususnya terkait aksara Bali, guru bahasa Bali yang profesional tentunya tidak boleh kehabisan akal untuk membangun iklim belajar aksara Bali yang menyenangkan. Guru bahasa Bali harus mempunyai dan menyiapkan berbagai "amunisi" pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar, sehingga siswa tidak cepat bosan atau jenuh dengan materi yang diajarkan. Salah satu persiapan penting yang wajib dikuasai seorang guru bahasa Bali adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang tepat akan membentuk pola belajar yang baik serta nantinya akan berpengaruh pada metode maupun media belajar yang digunakan sesuai dengan karakteristik kelas, sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan bisa membuat siswa selalu bersemangat untuk belajar bahasa Bali (Afandi dkk, 2013: 18). Dalam dunia pendidikan dikenal adanya model pembelajaran kooperatif yang memiliki ciri utama, yaitu siswa membantuk kelompok dan bekerjasama di antara anggota kelompoknya tersebut. Apabila digali lebih mendalam, model pembelajaran kooperatif juga memiliki berbagai macam jenis/tipe yang salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam pembelajaran aksara Bali. TGT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang memiliki ciri bermain sambil belajar secara berkelompok dengan aturan-aturan main yang telah disepakati bersama. Masing-masing kelompok berlomba untuk mencapai skor tertinggi agar bisa memenangkan permainan (Afandi dkk, 2013: 79). Dengan model ini, maka pembelajaran aksara Bali, baik menulis aksara Bali maupun mengetik aksara Bali dapat dilaksanakan dalam iklim permainan dan turnamen akademik yang menyenangkan. 

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis sebagai pendidik mata pelajaran bahasa Bali merasa tergugah untuk mengembangkan serta menyebarluaskan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini untuk pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali. Maksud tersebut dituangkan melalui karya tulis ilmiah berupa artikel jurnal yang membahas tiga hal pokok, yaitu konsep, penerapan, dan peranan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pengajaran menulis serta mengetik aksara Bali pada siswa sekolah menengah atas/kejuruan. Pada akhirnya keseluruhan proses tersebut menghasilkan artikel jurnal sebagai bahan bacaan dalam hal mempertimbangkan pemilihan model pembelajaran untuk menyajikan materi menulis dan mengetik aksara Bali yang berjudul: "Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan".

II. Metode

Metode dalam artikel ini dibagi menjadi teori, tatacara pengumpulan data, dan pengelolaan data. Teori yang digunakan untuk membedah tiga poin pembahasan dalam tulisan yang berjenis kualitatif ini adalah teori struktur dan teori behaviorisme. Adapun data penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara, serta studi pustaka yang dikelola dalam teknik analisis data berupa reduksi data, display data, serta penarikan kesimpulan. Dengan adanya metode tersebut diharapkan dapat membawa penelitian menjadi terarah dan sesuai dengan prosedur ilmiah. 

III. Pembahasan

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament)

Dalam dunia pendidikan, tentunya sangat banyak terdapat model pembelajaran yang bertujuan untuk mempermudah guru untuk membuat siswanya nyaman belajar. Masingmasing model pembelajaran akan menciptakan pola belajar yang beragam sesuai dengan karakteristik model tersebut. Namun, tujuannya hanyalah satu, yaitu menciptakan kondisi yang kondusif bagi siswa agar siswa mampu belajar dengan aman, nyaman, menyenangkan, dan sesuai dengan karakteristik belajar mereka. Apabila siswa telah nyaman saat proses pembelajaran, maka secara otomatis guru pun akan lebih mantap dalam mendidik maupun menyampaikan informasi, pengetahuan, materi, maupun pengalaman kepada siswa dengan tujuan siswa dapat memahami dengan utuh segala hal yang disampaikan (Sadarwan, 2015:15). 

Salah satu model pembelajaran yang telah dikenal serta digunakan sejak dahulu oleh para pendidik sebagai rekomendasi dalam melaksanakan pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Seperti namanya, model pembelajaran kooperatif berasal dari akar kata bahasa Inggris, yaitu cooperate yang berarti bekerjasama (Halim, 2005: 76). Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) pada dasarnya adalah model pembelajaran yang menekankan kepada kerjasama antar siswa. Dalam hal ini, siswa dibagi menjadi kelompok yang heterogen. Dalam kelompok tersebut siswa akan saling bekerjasama dan saling membantu untuk mengerjakan atau memecahkan persoalan yang telah diarahkan oleh guru. Peranan guru dalam model ini tidaklah dominan, karena sesama siswa dapat menjadi tutor sebaya yang saling menjelaskan serta membantu satu sama lain untuk memahami materi ataupun untuk mengerjakan instruksi yang diberikan oleh guru. Jadi, model ini dapat diistilahkan sebagai model gotong royong. Apabila model kooperatif ini dilaksanakan dengan benar, maka pengelolaan pembelajaran di kelas akan menjadi lebih efisien (Saputra dan Rudyanto, 2005: 49).

Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition), model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together), model pembelajaran kooperatif tipe make a macth, model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions), dan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Keseluruhan tipe model pembelajaran kooperatif tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan sifat dan tujuan yang ingin dicapai (Afandi dkk, 2013: 59-79). Dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan tipe cooperative learning yang memiliki ciri khas berupa adanya turnamen akademik berkelompok, menjawab soal-soal, dan sistem skor yang menjadi dasar penilaian serta pemantauan peningkatan kemampuan akademis. Dalam hal ini setiap siswa mewakili kelompoknya untuk berlomba dengan kelompok lain untuk mencapai juara (Afandi dkk, 2013: 79). 

 Menurut Slavin (2009: 166-167), terdapat lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu: presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Pada komponen presentasi di kelas, guru menerangkan berbagai hal yang menjadi aturan main yang akan dilaksanakan, mulai dari jenis permainan, materi yang digunakan, teknis/aturan main, hingga aturan penskoran. Semuanya dibahas dalam sesi presentasi dan semua peserta (dalam hal ini kelompok siswa) harus memperhatikan dengan cermat. Selanjutnya pada komponen tim, dilaksanakan pembentukan tim yang heterogen, baik dari segi kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Tujuan pembentukan kelompok yang heterogen adalah agar siswa benar-benar bisa kerjasama dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya. Pada komponen game, siswa akan diberikan pertanyaan oleh guru yang dikemas dalam permainan yang menyenangkan sambil melatih daya ingat atau pemahaman melalui pertanyaanpertanyaan yang diberikan (belajar sambil bermain). Pada komponen turnamen, antar kelompok berloma sesuai mekanisme dan aturan main untuk dapat menjadi yang terbaik. Masing-masing anggota kelompok mengeluarkan segenap kemampuan agar nantinya kelompok mereka bisa lolos di tahap penyisihan, final, hingga bisa menjadi juara dan memperoleh skor terbanyak. Terakhir, pada komponen rekognisi tim, guru akan memberikan pengukuhan (reward) kepada tim yang juara sebagai bentuk hasil dedikasi mereka. Reward dapat berupa benda ataupun nilai yang sangat memuaskan, sehingga akan membuat siswa terus belajar agar bisa menjadi yang terbaik. Guru juga bisa memberikan sanksi kepada kelompok yang kalah agar anggota kelompok tersebut memiliki motivasi untuk merebut posisi juara di kesempatan mendatang. Kelima komponen dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT tersebut saling keterkaitan dan sama pentingnya untuk dapat menyukseskan proses pembelajaran demi mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Menengah Atas/Kejuruan

Pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali adalah sub materi yang sangat penting dalam mencapai keutuhan belajar bahasa Bali, karena aksara Bali adalah salah satu ikon penting dan menjadi identitas kebanggaan bahasa Bali yang tidak dimiliki oleh semua bahasa di dunia. Selain hal tersebut, menulis ataupun mengetik aksara Bali merupakan tahap akhir setelah proses mendengar, berbicara, dan membaca terkait aksara Bali, sehingga pada akhirnya akan tercapai empat keterampilan berbahasa yang utuh dalam hal pemahaman aksara Bali. Namun, di balik tercapainya keempat komponen tersebut secara utuh, guru bahasa Bali sebagai garda terdepan tengah menghadapi kesulitan yang sangat besar. Hal tersebut terjadi di semua siswa dan semua tingkat satuan pendidikan, tidak terkecuali pada siswa di sekolah menengah atas/kejuruan. Meskipun secara teori siswa yang ada di sekolah menengah atas/kejuruan hanyalah memantapkan materi dan membangkitkan kembali materi aksara Bali yang pernah dipelajari semasa SD dan SMP, namun masih banyak sekali dari mereka yang mengatakan dan berpendapat bahwa aksara Bali adalah materi paling sulit. Alasan tersebut dikarenakan siswa belum hafal bentuk-bentuk aksara Bali dan sandangannya. Sebagian besar siswa juga belum secara utuh memahami aturan penulisan aksara Bali secara umum yang disebut dengan pasang aksara Bali maupun aturan khusus penulisan aksara Bali untuk beberapa kosakata dari serapan bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang disebut pasang pageh (Suwija, 2015: 21-29). 

Apabila diperhatikan dari sudut pandang pengalaman yang dirasakan oleh para siswa, sebagian besar guru bahasa Bali dianggap belum mampu menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan, khususnya dalam pembelajaran aksara Bali. Kebanyakan guru bahasa Bali masih menerapkan cara mengajar yang monoton, seperti memerintahkan siswa maju ke depan satu-satu untuk membaca bacaan beraksara Bali, ceramah secara terus-menerus secara datar tanpa adanya selingan, dan lain sebagainya. Terkadang juga terdapat guru bahasa Bali yang memaksakan kehendak agar siswanya mengerti tanpa memperhatikan keadaan siswanya. Bahkan, ada juga oknum guru bahasa Bali yang memanfaatkan kekurangan siswanya dalam memahami aksara Bali sebagai bahan untuk menyindir siswa, sehingga siswa menjadi risih dan tersinggung. Atas dasar tersebut, jangankan siswa yang malas, siswa yang rajin pun menjadi bosan dan tidak nyaman saat belajar bahasa Bali, khususnya belajar aksara Bali. Oleh karena itu, angka siswa yang bolos dalam pelajaran bahasa Bali di beberapa sekolah menjadi lumayan tinggi. Bagi siswa, guru yang baik bukan hanya sebatas hebat dalam hal penggunaan IT atau hebat menghafal materi, namun guru yang mampu menghadirkan suasana belajar yang baik, memberikan penjelasan yang padat dan mengena, serta menerapkan cara-cara yang menyenangkan, meskipun tidak selamanya selalu menggunakan IT yang canggih. 

Dengan adanya fenomena di atas, maka perlu adanya pemikiran yang matang terkait pemilihan komponen pembelajaran agar dapat membuat siswa nyaman dan senang untuk mempelajari bahasa Bali, khususnya mempelajari aksara Bali. Dalam hal ini, siswa membutuhkan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak tegang, sehingga bisa bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Salah satu komponen penting pembelajaran yang mampu menentukan pola belajar adalah model pembelajaran. Dalam rangka menjawab kebutuhan siswa akan pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali yang menyenangkan, maka terdapat salah satu model pembelajaran yang memberikan pola belajar sambil bermain secara berkelompok, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Dengan adanya model pembelajaran ini, maka siswa sekolah menengah atas/kejuruan akan dapat merasakan bagaimana serunya belajar tentang menulis dan mengetik aksara Bali sambil berlomba atau bermain. Secara teknis, pada pertemuan pertama guru harus menyampaikan sub materi menulis aksara Bali dan juga mengetik aksara Bali terlebih dahulu secara utuh, sehingga siswa akan memanggil kembali ingatan mereka terkait dengan materi tersebut. Pada pertemuan pertama ini, guru juga dapat menggunakan media audiovisual ataupun demonstrasi agar siswa dapat menangkap gambaran materi secara baik dan benar tentang menulis maupun mengetik aksara Bali. Setelah siswa memahami materi dengan jelas, pada pertemuan selanjutnya barulah dilaksanakan pola belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi menulis dan mengetik aksara Bali yang penerapannya akan dijelaskan pada sub pembahasan yang terpisah di bawah ini. 

a. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Pembelajaran Menulis Aksara Bali pada Siswa Menengah Atas/Kejuruan 

Pada pembelajaran dengan materi menulis aksara Bali, pola dan alur penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dijelaskan melalui komponen-komponen utama sebagai berikut: 

1) Komponen Presentasi di Kelas

Pada tahap ini, guru pertama-tama kembali memastikan bahwa siswa telah memiliki gambaran terkait materi menulis aksara Bali, khususnya yang berkaitan dengan pasang aksara Bali dan pasang pageh. Selanjutnya, guru menjelaskan bahwa dalam permainan ini, guru menggunakan media pembelajaran berupa kartu yang masing-masing berisikan gambar aksara, gantungan, dan berbagai sandangannya. Adapun ketentuannya adalah kartu terlebih dahulu harus dikocok agar susunannya menjadi acak. Selanjutnya, guru akan memberikan kata berbahasa Bali dan setiap anggota kelompok haruslah mencari serta menyusun gambar aksara dan sandangannya agar berbunyi seperti kata tersebut. Contohnya, apabila guru memberikan kata "Bhatara", maka masing-masing anggota kelompok harus dengan cepat mencari kartu yang berisikan gambar aksara bha kembang, ta latik, dan aksara ra. Kemudian kartu itu dijejerkan dan dipegang oleh anggota kelompok hingga terbaca aksara tersebut bertuliskan "Bhatara" sesuai dengan aturan pasang aksara Bali maupun pasang pageh. Apabila sudah menyusun dan yakin dengan kebenaran susunannya, maka perwakilan kelompok harus mengucapkan "Kunci" sebagai tanda bahwa jawaban kelompok sudah terkunci. Kelompok yang paling cepat dan paling benar akan diberikan poin sesuai dengan jenjang babaknya, yaitu penyisihan, semifinal, dan final. Untuk skor bagi kelompok yang paling cepat dan benar akan naik secara bertahap sesuai dengan babak, misalnya jawaban tercepat dan terbenar di babak penyisihan nilainya 10, dibabak semifinal nilainya 50, dan di babak final nilainya 100. Penskoran juga bisa divariasi dengan pengurangan nilai bagi kelompok yang salah dalam penyusunan aksara dan lain sebagainya sesuai dengan inisiatif guru. Pada akhirnya, kelompok yang mempunyai skor tertinggilah yang akan keluar sebagai juara dan berhak mendapatkan hadiah dari sang guru. Kelompok yang kalah juga akan mendapat hukuman dari guru. Dengan adanya stimulus berupa hadiah maupun berupa hukuman, maka siswa akan senantiasa merespon dengan usaha agar kelompoknya tidak dipermalukan dan tidak mengalami kekalahan. 

2) Komponen Tim

Dalam pembentukan tim, guru harus memastikan bahwa dalam satu tim terdiri dari 4-5 orang yang heterogen, baik dari segi jeni kelamin, etnis (apabila ada), agama (apabila ada), dan yang paling penting adalah kemampuan dalam menulis aksara Bali (harus ada siswa yang pintar, sedang, dan kurang dalam hal kemampuan menulis aksara Bali). Tujuan dari penetapan anggota kelompok yang heterogen ini adalah agar masing-masing anggota kelompok dapat bekerjasama dan saling meningkatkan kualitas diri demi membawa kelompok mereka ke arah kemenangan. Secara tidak langsung, anggota yang heterogen tersebut akan gotong-royong mengatur strategi dan saling mengisi agar performa kelompok mereka menjadi lebih baik. Usaha yang gigih tersebut apabila dibiasakan akan senantiasa meningkatkan kapasitas siswa dalam penguasaan materi menulis aksara Bali.

3) Komponen Game

Dalam komponen ini, guru mengatur terkait dengan soal-soal yang diberikan kepada siswa sebagai bahan untuk permainan. Adapun soal-soal tersebut sudah disesuaikan dengan materi aksara Bali yang diperoleh siswa dalam pembelajaran ataupun yang ada di buku pegangan siswa. Tingkat kesulitan soal juga ditingkatkan sesuai dengan babak yang dilalui oleh siswa. Pada babak penyisihan, soal hanya berkutat pada aksara wresastra atau kata-kata bahasa Bali lumbrah. Pada tahap semifinal, soal akan semakin sulit dengan mulai melibatkan aturan pasang aksara yang kompleks maupun aksara swalalita (aksara untuk menuliskan kata-kata bahasa Bali yang berasal dari serapan bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno). Pada tahap final, soal menjadi semakin sulit dengan kata-kata bahasa Bali yang full berasal dari bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta serta ditambah dengan aturan pasang pageh. Dengan adanya tingkat kesulitan yang bertahap, maka masing-masing kelompok akan semakin tertantang dan semakin berhati-hati dalam menjawab.

4) Komponen Turnamen

Dalam hal turnamen, setiap kelompok akan diposisikan dalam teritorial meja tersendiri yang letaknya terpisah dari kelompok lain (seperti posisi meja saat lomba cerdas cermat). Pada tahap penyisihan, semua kelompok dalam satu kelas akan diseleksi hingga dicapai empat kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya, keempat kelompok tersebut akan dilombakan kembali di babak semi final hingga satu kelompok tersisihkan dan menyisakan tiga kelompok. Adapun nilai yang telah didapatkan pada babak sebelumnya tidak berlaku (dimulai kembali dari nol). Pada babak final, ketiga kelompok yang telah terseleksi kembali berkompetisi untuk memperebutkan juara 1, 2, dan 3.

5) Komponen Rekognisi Tim

Pada tahap akhir ini, guru mengukuhkan dan mengumumkan kelompok yang mendapatkan juara 1, 2, dan 3 serta menyerahkan hadiah kepada kelompok sebagai hasil dari jerih payah dan kerja kerasnya untuk mencapai juara. Pada tahap ini guru juga memberi hukuman bagi kelompok yang kalah (sesuai inisiatif guru). Sebelum mengakhiri pertemuan, guru juga memberikan arahan dan wejangan terkait dengan perjalanan lomba/turnamen yang telah berlalu serta memberikan tips-tips kepada siswa agar dapat menjawab dengan cepat dan benar. Refleksi tersebut bertujuan agar siswa menyadari kesalahannya dan di waktu mendatang tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama. 

b. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Pembelajaran Mengetik Aksara Bali pada Siswa Menengah Atas/Kejuruan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran mengetik aksara Bali sebenarnya hampir sama dengan pembelajaran menulis aksara Bali, hanya saja berbeda dari segi substansi dan media pembelajaran yang digunakan. Adapun penjelasan lebih lengkapnya terdapat uraian di bawah ini: 

1) Komponen Presentasi di Kelas

Pada tahap ini, guru memastikan bahwa salah satu anggota di masingmasing kelompok telah membawa satu laptop untuk operasional kelompoknya. Selain itu, guru juga memastikan bahwa di laptop siswa tersebut telah diinstal aplikasi Bali Simbar Dwijendra yang telah umum digunakan untuk mengetik aksara Bali di laptop. Pada pertemuan sebelumnya, guru juga telah menjelaskan tentang tata cara manginstal dan aturan pengetikan pada aplikasi Bali Simbar Dwijendra kepada siswa, sehingga siswa telah mampu menulis dengan lancar dan telah mendapatkan waktu latihan di rumah selama satu minggu. Setelah memastikan semua itu, guru menjelaskan bahwa dalam permainan ini, guru akan memberikan soal berupa kalimat. Contoh soalnya, yaitu "Sang Arjuna polih waranugraha Panah Pasupati saking Déwa Siwa". Setelah diberitahukan soalnya, masing-masing kelompok harus dengan cepat dan sigap menyalin kalimat tersebut ke dalam ketikan aksara Bali di aplikasi Bali Simbar Dwijendra. Kelompok yang paling cepat dan benar tulisannya sesuai dengan aturan pasang aksara Bali dan pasang pageh, maka kelompok tersebutlah yang berhak mendapat skor. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat selesai mengetik dan sudah yakin dengan jawabannya, maka salah satu perwakilan anggota kelompok harus mengatakan "Kunci" agar jawaban dapat dikunci dan diperiksa kebenarannya oleh guru. Untuk sistem penskorannya, guru dapat memberlakukan penaikan skor di setiap babak, misalnya jawaban benar di babak penyisihan diberi skor 10, dibabak semifinal skornya 50, dan di babak final skornya 100. Guru juga bisa membuat variasi berupa pengurangan skor bagi kelompok yang ketikan aksara Balinya masih salah atau tidak sesuai dengan aturan penulisan aksara Bali. Untuk menambah iklim kompetisi, guru wajib memberikan stimulus berupa pemberian hadiah kepada kelompok yang menjadi juara dan memberikan hukuman/sanksi kepada kelompok yang kalah. Dengan adanya pancingan tersebut, maka setiap kelompok akan menunjukkan respon dengan berusaha keras agar tidak sampai kalah.

2) Komponen Tim

Dalam pembentukan tim, guru harus memastikan bahwa dalam satu tim terdiri dari 4-5 orang yang heterogen, baik dari segi jeni kelamin, etnis (apabila ada), agama (apabila ada), dan yang paling penting adalah perbedaan kemampuan dalam mengoperasikan aplikasi Bali Simbar Dwijendra. Tujuan dari penetapan anggota kelompok yang heterogen ini adalah agar masing-masing anggota kelompok dapat bekerjasama dalam hal mengetik maupun mengoreksi ketikan aksara Bali hingga dapat mencapai hasil maksimal. Dalam hal ini, tidak hanya dibutuhkan kecepatan, namun juga ketelitian dalam mengetik agar kalimat yang dihasilkan dapat mencapai kebenaran sesuai aturan penulisan aksara Bali. Apabila hal tersebut dibiasakan, maka secara tidak langsung kemampuan mengetik aksara Bali dengan cepat dan benar akan senantiasa meningkat.

3) Komponen Game

Sama seperti dalam menulis aksara Bali, guru mengatur terkait dengan soal-soal yang diberikan kepada siswa sebagai bahan untuk permainan. Pada babak penyisihan, guru akan memberikan soal berupa kalimat-kalimat bahasa Bali lumbrah. Pada tahap semifinal, soal akan semakin sulit, yaitu soal berupa kalimat yang mengandung unsur bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, sehingga siswa harus lebih teliti untuk menuliskan aksaranya dan memperhatikan tanda-tanda baca dalam kalimat tersebut. Pada tahap final, soal menjadi sangat sulit, karena kalimat yang harus disalin adalah kalimat berbahasa Jawa Kuno yang dikutip dari susastra Weda, seperti Sarasamuccaya, kakawin, atau lontar. Dengan adanya tingkat kesulitan yang bertahap, maka masing-masing kelompok akan semakin tertantang dan semakin teliti dalam menjawab.

4) Komponen Turnamen

Dalam hal turnamen, setiap kelompok akan dipisah dan disekat atau diatur agar jaraknya berjauhan. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada kelompok yang saling mencontek. Pada tahap penyisihan, semua kelompok dalam satu kelas akan diseleksi hingga dicapai empat kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya, keempat kelompok tersebut akan dilombakan kembali di babak semi final hingga satu kelompok tersisihkan dan menyisakan tiga kelompok. Pada babak final, ketiga kelompok yang telah terseleksi kembali berkompetisi untuk memperebutkan juara 1, 2, dan 3. Perlu diperhatikan bahwa nilai yang telah didapatkan pada babak sebelumnya tidak berlaku (dimulai kembali dari nol).

5) Komponen Rekognisi Tim

Pada tahap akhir ini, guru mengukuhkan dan mengumumkan kelompok yang mendapatkan juara 1, 2, dan 3 serta menyerahkan hadiah kepada kelompok sebagai hasil dari jerih payah dan kerja kerasnya untuk mencapai juara. Pada tahap ini guru juga memberi hukuman bagi kelompok yang kalah (sesuai inisiatif guru). Sebelum mengakhiri pertemuan, guru juga memberikan refleksi terkait dengan perjalanan lomba/turnamen yang telah berlalu serta memberikan tips-tips kepada siswa agar dapat mengetik aksara Bali dengan cepat dan benar. Hal tersebut bertujuan agar siswa menyadari kesalahannya dan di waktu mendatang tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama.

3. Peran Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Menengah Atas/Kejuruan

Pada uraian pembahasan sebelumnya telah mengupas pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam penyajian materi menulis dan mengetik aksara Bali secara lengkap, mulai dari rincian komponen hingga media pembelajaran yang digunakan. Penggunaan model pembelajaran tersebut tentunya menghadirkan peranan dan mampu mengubah paradigma negatif terkait pembelajaran bahasa Bali yang telah terekam di pikiran peserta didik, khususnya siswa pada tingkat sekolah menengah atas/kejuruan. Adapun peranan tersebut adalah:

a. Menciptakan Suasana Pembelajaran Bahasa Bali yang Menyenangkan

Seperti yang telah diketahui dan menjadi rahasia umum bahwa pelajaran bahasa Bali merupakan pelajaran yang dianggap sulit dan membosankan oleh sebagian besar siswa, tidak terkecuali siswa di tingkat SMA/SMK, sekalipun pada tingkat pendidikan tersebut siswa hanyalah mengulang dan menguatkan materi yang telah didapat saat masih duduk di SD dan SMP. Pada dasarnya siswa hanyalah butuh iklim yang berbeda dari suasana belajar bahasa Bali yang biasanya mereka dapatkan. Dengan adanya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran bahasa Bali, khususnya menulis dan mengetik aksara Bali, maka siswa akan diajak belajar sambil bermain, sehingga suasana belajar akan sangat menyenangkan. Dengan adanya pola-pola permainan yang seru layaknya lomba berkelompok, maka siswa akan sangat menikmati pelajaran, karena mereka tidak hanya mendengarkan ceramah yang membosankan, namun turut langsung mengambil bagian dalam menjadikan kelompok mereka sebagai yang terbaik dengan cara belajar dan bekerjasama yang profesional. Selain hal tersebut, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini juga sangat bermanfaat dalam meningkatkan taraf kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, karena siswa telah menjalankan proses belajar materi secara langsung (kognitif), kerjasama dan peka terhadap lingkungan sosial (afektif), serta secara aktif merangkai aksara maupun mengetik aksara dengan cermat (psikomotor).

b. Memupuk Semangat Berkompetisi yang Sportif

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada dasarnya adalah suatu model yang mendorong siswanya agar mampu berkompetisi secara ilmiah dan akademik melalui polapola pembelajaran yang didesain seperti turnamen antar kelompok (Afandi dkk, 2013: 79). Dalam suatu perlombaan, sudah barang tentu terdapat aturan-aturan yang mengikat masingmasing kelompok agar perlombaan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kecurangan. Keseluruhan aturan yang mengikat tersebut membuat siswa selaku anggota kelompok harus mengatur strategi yang profesional agar kelompok mereka dapat berlomba dengan baik dan akhirnya mampu mencapai juara. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan kejujuran dan sportifitas yang tinggi, sehingga secara tidak langsung siswa akan selalu melatih diri agar mampu berkompetisi dengan sehat agar tidak merugikan diri sendiri maupun kelompok yang dibela (agar tidak didiskualifikasi). 

c. Mempererat Kerjasama dan Rasa Kekeluargaan Antar Siswa

Kompetisi akademik antar kelompok seperti pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam sub materi menulis dan mengetik aksara Bali tentunya memerlukan kerjasama tim dan gotong royong agar suatu kelompok mampu mencapai juara. Apabila hal tersebut dibiasakan, maka akan senantiasa memupuk rasa persudaraan dan kekeluargaan antar siswa, karena ikatan batin akan senantiasa terhubung saat siswa dengan serius dan tulus melakukan kerjasama sesuai kapasitas mereka demi memajukan kelompoknya. Selain hal tersebut, melatih profesionalisme dengan cara menjaga hubungan baik dan tidak dendam dengan kelompok lawan juga merupakan usaha positif untuk membangun mental-mental juara yang sejati tanpa merusak hubungan pertemanan. Pada dasarnya refleksi yang diberikan guru di akhir lomba juga berguna untuk membangun profesionalisme, artinya dendam kekalahan saat kompetisi di dalam kelas tidak dibawa keluar kelas oleh siswa, sehingga hubungan baik dan soliditas kelas menjadi kian mantap sebagai akibat dari mentalmental siswa yang telah dibentuk dengan baik.

IV. Kesimpulan

Guru bahasa Bali di zaman globalisasi seperti saat ini tengah menghadapi tantangan yang luar biasa dalam hal mengajar dan mendidik siswa. Kenyataan tersebut terjadi di semua jenjang, tidak terkecuali siswa jenjang sekolah menengah atas/kejuruan. Salah satu materi pelajaran bahasa Bali yang dianggap sulit oleh siswa SMA/SMK adalah menulis dan mengetik aksara Bali. Letak kesulitan tersebut adalah pada aturan yang bernama pasang aksara Bali dan pasang pageh. Menyikapi hal tersebut, guru bahasa Bali wajib menyiapkan amunisi pembelajaran yang kreatif agar pembelajaran bahasa Bali menjadi menyanangkan dan seru. Model pembelajaran menjadi salah satu hal penting yang harus dipikirkan dengan matang, karena model pembelajaran akan menghadirkan polapola (sintak) yang sangat berpengaruh terhadap jalannya proses belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran yang tepat diterapkan untuk materi menulis dan mengetik aksara Bali adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament). Cooperative learning tipe TGT dalam pembelajaran menulis dan mengetik aksara Bali mampu menghadirkan suasana kerjasama tim, permainan seru, dan turnamen akademik menjadi satu kesatuan melalui media kartu aksara dan aplikasi Bali Simbar Dwijendra, sehingga pembelajaran menjadi sangat menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Melalui model pembelajaran ini, siswa dilatih untuk membangun semangat gotong royong, sportifitas, kecepatan, serta memahami materi dengan baik melalui lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Adapun peranan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran mengetik dan menulis aksara Bali yaitu: menciptakan suasana pembelajaran bahasa Bali yang menyenangkan, memupuk semangat berkompetisi yang sportif, dan mempererat kerjasama dan rasa kekeluargaan antar siswa. 

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu rekomendasi untuk mengajak anak didik bermain sambil belajar, sehingga dapat mengatasi kebosanan dan kesuntukan dalam belajar bahasa Bali. Model pembelajaran ini dapat digunakan hampir di semua materi bahasa Bali, sehingga dapat dikreasikan dengan leluasa oleh guru. Intinya adalah dalam menyikapi globalisasi yang menuntut segala sesuatu agar praktis dan bermakna, maka pembelajaran bahasa Bali pun tidak boleh stagnan dan selalu berada pada anggapan sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Guru dalam hal ini harus selalu update ilmu dan kemampuan agar semakin hari kualitas pembelajaran bahasa Bali dapat semakin meningkat. Peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Bali adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Hal tersebut dikarenakan bahasa Bali merupakan salah satu unsur penting dari kebudayaan Bali, sehingga bagaimanapun caranya generasi muda harus gemar belajar bahasa Bali agar bahasa Bali sebagai identitas manusia Bali tidak menjadi punah dan hilang termakan gerusan zaman. 

Oleh: I Gusti Ngurah Purnama Adi Putra
UHN IGB Sugriwa Denpasar
Judul: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan

Related Posts

0 Response to "Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament) dalam Pembelajaran Menulis dan Mengetik Aksara Bali pada Siswa Sekolah Menengah Atas/Kejuruan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel