Memahami Esensi Kesadaran dengan Landepin Idep

MUTIARAHINDU.COM -- Landep menjadi penanda suatu masa atau waktu dalam sistem pawukon. Dalam bahasa Banten, /andep berarti runcing atau lancip. Sama halnya dalam bahasa Bali, kata ini sering diidentikkan dengan senjata penunjang kehidupan. 

Istilah landep tidak dapat dilepaskan dengan mitos kelahiran Watugunung dari ibunya yang bernama Sinta dalam Babad Tanah Jawa. Ceritanya mirip dengan legenda Sang-kuriang dan Oedipus karena terdapat kesan incest di dalamnya. 
Memahami Esensi Kesadaran dengan Landepin Idep


Dalam cerita tersebut, Sinta dan Landep merupakan dua orang putri bersaudara. Keduanya tidak terpisahkan, kecantikan dan kesaktiannya sama-sama mumpuni dan saling melengkapi, sehingga tidak mungkin memisahkan keduanya termasuk dalam hal perkawinan. Perkawinan mereka dengan Rsi Gana melahirkan Watugunung, sedangkan dari perkawinannya yang kedua dengan Watugunung, lahir 27 orang putra. 

Jika kemudian dikaitkan dengan sistem pawukon, Watugunung menduduki posisi terakhir, sedangkan Sinta menduduki posisi pertama. Setelah wuku Sinta inilah muncul wuku Landep. Hal ini diberi penjelasan oleh mitos bahwa Dewa Wisnu memberikan jalan ke Surga Secara beriringan mulai dari Sinta, Landep, sampai terakhir Watugunung. 

Peran Landep tidak banyak  dibahas dalam mitos Watugunung. la hanya istri kedua, apalagi tidak melahirkan seorang anakpun. Ia seperti hanya bayangan Sinta, yang selalu mengikuti kemanapun Sinta pergi, termasuk dalam sistem pawukon. Seperti dua keping mata uang, juga seperti mitos dan logos yang tidak terpisahkan. 

Tetapi, penjelasan ini masih perlu diberi tanda kurung. Manakah yang lebih dahulu antara kisah Watugunung atau sistem pawukon? Mitos atau logosnya? Terlepas dari pertanyaan tersebut, sistem pawukon memang telah menjadi tradisi dalam penentuan segala hari baik dalam masyarakat tradisional Jawa dan Bali. Dalam hal ini memang sulit memisahkan keduanya, seperti suatu kepercayaan yang dibuktikan secara empinis dan logis. 

Mitos dan logos terkait pawukon adalah upaya manusia menyadari waktu dan kemewaktuannya. Mitos hadir dalam kisah, sedangkhan logos dalam kalender. "Waktu adalah keabadian, sementara manusia hanyalah kesementaraan", begitu pungkas Sindhunata. Jadi sebenarnya waktu tidak dapat dihitung ataupun diukur, manusialah yang mengukur dirinya di hadapan waktu melalui suatu sistem seperti pawukon. Memalui perhitungan waktu itu, manusia menyadani adanya hierarki dalam kehidupannya. Hierarki itu memungkinkannya untuk selalu rendah hati. Landep harus selalu menyadari dirinya selalu menjadi yang kedua. Dalam gambaran tokoh Landep itulah manusia menyadari kemanusiaannya. 

Seperti telah dijelaskan di atas, istilah landep mewakili makna lancip, runcing, dan tajam. Kemanusiaan yang paling tajam adalah pikirannya, idepnya. Karena paling tajam, di situlah letak senjata paling ampuh manusia, tidak seperti binatang yang mengandalkan cakar dan taring. Dalam pikiran itulah semua kehidupan manusia berawal menjadi manifes. Seperti halnya dijelaskan dalam Samkhya, segala manifestasi (vyakta) diawali dari pikiran yang disebut buddhi. 

Jika Sinta dan Watugunung bertemu dalam siklus waktu dalam pawukon, Landep mengawali perhitungan ke tahap selanjutnya. Landep tidak perlu menjadi tokoh utama dalam kisah Watugunung, seperti halnya pikiran yang sering diabaikan sebelum bertindak. Akibat lupa itu tentu saja malapetaka. Dalam lupa itu, waktu seolah berlalu begitu saja. Manusia lupa dengan hakikat dirinya sebagai being, menjadi, atau mewaktu. Akhirnya ia terjerembab menjadi das man, seperti Kumara yang selalu dikejar dan mencari celah pergi dari Kala. 

Dengan memahami Landep, esensi dari sistem pawukon dapat serta merta dijelaskan. Bukan sebagai penjelasan yang an sich, tetapi jalan menuju kesepahaman dengan waktu. Kesepahaman dengan waktu dicapai melalui ingat waktu. Dalam ingat kita dapat memahami esensi kesadaran, seperti Kumara yang harus berlindung kepada Siwa, Sang Maha Kesadaran.

Oleh karena itu, untuk dapat selalu menyadari waktu, idep harus ditajamkan (landepin). Caranya menajamkan pikiran atau idep adalah dengan belajar mengingat. Segala yang diingat itu seringkali disebut dunia, jagat, loka atau universe, yang juga disebut wawasan dan cakrawala. Semakin luas cakrawala, semakin dimungkinkan suatu pemahaman dan kerendahhatian. Dengan mengingat barulah dimungkinkan segala kemewaktuan dalam dunia. Jika tidak, sekali lagi, kehidupan hanyalah malapetaka dan perang. 

Jadi, kemanusiaan manusia ditentukan oleh ingatannya. Karenanya, semakin ingat pikiran itu, semakin tajam pula segala yang hadir seperti perkataan dan perbuatan. Ketajaman itu bukan untuk berperang, tetapi untuk membedah segala persoalan demi suatu pemahaman, sebagai menyandingkan mitos dan logos dalam kesepahaman. Keduanya Sama-sama menjelaskan suatu kemengadaan yang disebut pengetahuan. Dari pengetahuan itulah, idep menjadi landep, yang darinya terdapat starting point.

0 Response to "Memahami Esensi Kesadaran dengan Landepin Idep"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel