Pengertian Kepemimpinan dalam Ajaran Agama Hindu

MUTIARAHINDU.COM -- Istilah pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin,” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “bimbing atau tuntun.” Kata kerja dari kata dasar ini, yaitu “memimpin”  yang  berarti  “membimbing atau menuntun.” Dari kata dasar ini pula lahirlah istilah “pemimpin” yang berarti “orang yang memimpin” (Tim Penyusun, 2005:874). Kata pemimpin mempunyai padanan kata dalam Bahasa Inggris “leader.” Sementara itu kata “pemimpin” mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kata “kepemimpinan.” Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki dari seorang pemimpin. Dengan kata lain, kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing dan menuntun seseorang. Jika kata pemimpin mempunyai padanan kata dalam Bahasa Inggris (leader), maka kepemimpinan juga mempunyai padanan kata dalam Bahasa Inggris, yaitu leadership. Kata ini berasal dari kata dasar “lead” yang dalam Oxford Leaner’s Pocket Dictionary (Manser, et all.,1995 : 236)  diartikan  sebagai  “show  the  way,  especially by going in front.” Sementara itu, kata “leadership” diartikannya sebagai “qualities of a leader”.

Pengertian Kepemimpinan dalam Ajaran Agama Hindu

Secara umum, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mengoordinir dan mengerahkan orang-orang serta golongan-golongan un- tuk tujuan yang diinginkan (Tim Penyusun, 2004:78). Menurut William H.Newman (1968), kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi pe- rilaku orang lain atau seni memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Bahasan  mengenai  pemimpin  dan  kepemimpinan  pada umumnya menjelaskan bagaimana serta syarat-syarat apa yang perlu dimiliki untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Menyimak pengertian tersebut, maka terkait dengan kepemimpinan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kepemimpinan selalu melibatkan orang lain sebagai pengikut. Kedua, dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dan yang dipimpin. Ketiga, kepemimpinan merupakan kemampuan menggunakan bentuk-bentuk kekuatan untuk mem- engaruhi perilaku orang lain. Keempat, kepemimpinan adalah suatu nilai (values), suatu proses kejiwaan yang sulit diukur, (Suhardi dan Sudirga, 2015:109).

Kepemimpinan adalah proses memimpin, mengatur, menggerakkan, dan menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi, dan sebagainya. Kepe- mimpinan juga bermakna suatu values atau nilai yang sulit diukur karena berhubungan dengan proses kejiwaan, hal ini berhubungan dengan kepe- mimpinan sebagai kewibawaan. Dalam kepemimpinan selalu ada pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki sesuatu yang lebih daripada yang dipimpin. Pemimpin adalah teladan, panutan, yang pantas dicontoh oleh anggotanya. Hindu mengajarkan da- lam Kautilya Arthasastra tentang tujuan proses kepemimpinan sebagai berikut. “apa yang membuat Raja senang bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat rakyat se- jahtera itulah kesenangan seorang Raja” (L.N Rangarajan 1992).

Implikasi dari pernyataan ini bah- wa tujuan dan makna kesuksesan sebuah proses kepemimpinan adalah apabila tercipta kesejahteraan bagi seluruh anggota organisasi, bahkan lebih luas hingga kebahagiaan dunia.

Sejarah kepemimpinan Hindu selalu menampilkan sosok seorang pemimpin sebagai keturunan dari Dewa. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin selayaknya memiliki sifat-sifat kedewataan. Sifat-sifat kedewataan adalah menerangi (dev = sinar), melindungi (bhatara: pelindung), dan pemelihara (visnu:pemelihara). Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika para Raja terdahulu di Jawa misalnya, Sri Airlangga digambarkan sebagai perwujudan Wisnu yang menaiki burung Garuda (Garuda Wisnu Kencana). Garuda adalah simbol pembebasan, simbol kemerdekaan, bahwa seorang pemimpin harus dapat membebaskan rakyatnya dari segala ke-papa-an dan ke-duka-an. Wisnu adalah simbol pelindung, pemelihara Maha  Agung,  yang mampu melindungi seluruh rakyat dari segala ancaman dan gangguan, menciptakan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat (Titib, 2000: 384). Hal yang sama seperti Prabhu Siliwangi dalam memerintah kerajaan Padjajaran. Sementara itu, Kencana adalah simbol kewibawaan, kemegahan, kekayaan. Kelebihan-kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang raja dalam memimpin, yaitu bala (kekuatan), kosa (kekayaan) dan wahana (fasilitas). Jika seorang pemimpin tidak memiliki semua kelebihan ini, maka dia akan ditinggalkan oleh rakyatnya. Untuk itu, dalam materi ini akan dibahas sifat-sifat dewa, Asta Brata, yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai etika kepemimpinan, (Suhardi dan Sudirga, 2015:111).

Kepemimpinan dalam Hindu

Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam agama Hindu dikenal dengan istilah Adhipatyam atau Nayakatvam. Kata “Adhipatyam” berasal dari kata “Adhipati” yang berarti “raja tertinggi” (Wojo- wasito, 1977:5). Sedangkan “Nayakatvam” dari kata “Nayaka” yang berarti “pe-mimpin, terutama, tertua, kepala” (Wojowasito, 1977:177). Di samping kata Adhipati dan Nayaka yang berarti pemimpin, terdapat juga beberapa istilah atau sebutan untuk seorang pemimpin dalam menjalankan dharma negaranya, yaitu: Raja, Maharaja, Prabhu, Ksatriya, Svamin, Isvara dan Natha. Disamping   istilah-istilah   tersebut,   di   Indonesia    kita    kenal    isti-    lah Ratu atau Datu, Sang Wibhuh, Murdhaning Jagat dan sebagainya yang mempunyai arti yang sama dengan kata pemimpin, namun secara termi-nologis terdapat beberapa perbedaan (Titib, 1995 : 3).

Asal-usul seorang pemimpin se- benarnya telah ditegaskan dalam ki- tab suci Veda (Yajurveda XX.9). Hal tersebut telah disebutkan di awal pembahasan bab 7, yang secara jelas menyatakan bahwa seorang pemimpin berasal dari warga negara atau rakyat. Tentunya yang dimaksudkan oleh ki- tab suci ini adalah benar-benar memiliki kualifikasi atau kemampuan seseorang. Hal ini adalah sejalan dengan bakat dan kemampuan atau profesi seseorang yang dalam ba-hasa Sansekerta disebut dengan Varna. Kata Varna dari urat kata “Vr” yang artinya pilihan bakat dari seseorang (Titib, 1995 : 10), (Suhardi dan Sudirga, 2015:112).

Bila bakat kepemimpinannya menonjol dan mampu memimpin sebuah organisasi dengan baik di sebut ksatriya, karena kata ksatriya artinya yang memberi perlindungan. Orang yang memiliki kecerdasan yang tinggi,  senang terjun di bidang spiritual, ia adalah seorang Brahmana. Demikian pula profesi-profesi masyarakat seperti pedagang, pengusaha, petani, dan nelayan. Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap zaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin, seperti Airlangga, Sanjaya, Ratu Sima, Sri Aji Jayabhaya, Jayakatwang, Kertanegara, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada. Di era sekarang banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan sebagai panutan/pimpinan, seperti: Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Ramakrsna, dan Sri Satya Sai. Selain itu, contoh kepemimpinan Hindu yang ideal dapat ditemukan dalam cerita Itihasa dan Purana. Banyak tokoh dalam cerita tersebut yang diidealkan menjadi pemimpin Hindu, misalnya: Dasaratha, Sri Rama, Wibhisana, Arjuna Sasrabahu, Pandudewanata, dan Yudisthira. Tokoh-tokoh kepemimpinan ini sebagai teladan untuk pemimpin yang akan datang untuk mewujudkan ke- harmonisan dunia.

Pada umumnya dalam cerita Itihasa  dan  Purana  antara  pemimpin  (Raja) tidak bisa dipisahkan dengan Pandita sebagai Purohito (penasehat Raja). Brahmana ksatriya sadulur artinya penguasa dan pendeta sejalan. “Raja tanpa Pandita lemah, Pandita tanpa Raja akan musnah.” Misalnya, Bhatara Guru dalam memimpin Kahyangan Jonggring Salaka dibantu oleh Maharsi Narada sebagai penasihatnya, Maharaja Dasaratha ketika memimpin Ayodya dibantu oleh Maharsi Wasistha, Maharaja Pandu dalam memimpin Astina dibantu oleh Krpacharya. Kemudian, seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman, banyak tokoh bermunculan untuk memajukan Hindu, baik itu di Indonesia maupun di negara lain, (Suhardi dan Sudirga, 2015:113).


Referensi:

Suhardi, Untung dan Sudirga, Ida Bagus. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas IX (Cetakan Ke-1, 2015). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.

0 Response to "Pengertian Kepemimpinan dalam Ajaran Agama Hindu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel