Bentuk-bentuk Pelaksanaan Yajña dalam Kehidupan Sehari-hari
Saturday, August 24, 2019
Add Comment
MUTIARAHINDU.COM -- Kita dapat memetik bermacam-macam buah di dunia. Kita dapat mengumpulkan kekayaan, emas, dan harta benda. Dapat pula meraih kehormatan, kedudukan, dan kewibawaan. Tetapi, semua hal ini bersifat sementara, nilainya tidak kekal. Satu-satunya hal yang permanen dan mempunyai nilai sejati yang dapat kita peroleh di dunia ini adalah kasih Hyang Widhi/Tuhan. Cinta Tuhan ini luar biasa, tidak ternilai. Merupakan harta yang nilainya tidak dapat dihitung. Kita harus berusaha keras menemukan cara-cara untuk memperoleh kasih Tuhan yang sangat berharga ini, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:10). Bagaimanakah cara mendapatkannya? Jalan mana yang harus kita ikuti untuk mendapatkan kasih Tuhan ini?
Jika kita menanam benih tanpa terlebih dahulu menyiangi dan mempersiapkan ladang sebaik-baiknya, kita tidak akan memperoleh hasil yang baik. Demikian pula dalam ladang hati kita, jika semua sifat buruk yang bersifat mementingkan diri sendiri tidak dibuang terlebih dahulu, kita tidak akan memperoleh hasil yang baik.
Sebagai Umat Hindu yakin bahwa adanya makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan, adanya hujan karena Yajña, adanya Yajña karena karma. Ini mengandung makna yang sangat mulia bagi manusia. Hidup ini senantiasa memerlukan kebutuhan-kebutuhan yang seimbang antara jasmani dengan rohani. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan karmanya guna membuahkan hasil atau pahala.
Demikian juga manusia untuk tetap menunaikan kewajibannya, melaksanakan Yajñanya, baik Yajña yang dilakukan setiap hari maupun Yajña yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
Baca: Nilai-Nilai Yajña dalam Cerita Rāmāyana
Persembahyangan di Pura Aditya Jaya Rawamangun (PAJ).(Image: Mutiarahindu.com) |
Jika kita menanam benih tanpa terlebih dahulu menyiangi dan mempersiapkan ladang sebaik-baiknya, kita tidak akan memperoleh hasil yang baik. Demikian pula dalam ladang hati kita, jika semua sifat buruk yang bersifat mementingkan diri sendiri tidak dibuang terlebih dahulu, kita tidak akan memperoleh hasil yang baik.
Sebagai Umat Hindu yakin bahwa adanya makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan, adanya hujan karena Yajña, adanya Yajña karena karma. Ini mengandung makna yang sangat mulia bagi manusia. Hidup ini senantiasa memerlukan kebutuhan-kebutuhan yang seimbang antara jasmani dengan rohani. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan karmanya guna membuahkan hasil atau pahala.
Demikian juga manusia untuk tetap menunaikan kewajibannya, melaksanakan Yajñanya, baik Yajña yang dilakukan setiap hari maupun Yajña yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
Baca: Nilai-Nilai Yajña dalam Cerita Rāmāyana
Bentuk pelaksanaan Yajña dalam kehidupan selama ini hanya dirasakan pada banten persembahan dan tata cara persembahyangan (upakara dan upacara). Namun sebenarnya tidaklah demikian, yang disebut dengan Yajña adalah segala bentuk kegiatan atau pengorbanan yang dilakukan secara tulus ikhlas tanpa pamrih. Seperti diuraikan dalam śloka-śloka Bhagavadgītā, di bawah ini:
"Dravya-yajñāna tapo-yajñā yoga-yajñās tathāpare, Svādhyāya-jñāna-Yajñas ca yatayah saṁśita-vratāh", (Bhagavadgītā IV.28.)
Terjemahan:
"Setelah bersumpah dengan tegas, beberapa di antara mereka dibebaskan dari kebodohan dengan cara mengorbankan harta bendanya. Sedangkan orang lain dengan melakukan pertapaan yang keras, dengan berlatih yoga kebathinan terdiri atas delapan bagian, atau dengan mempelajari Veda untuk maju dalam pengetahuan rohani".
"Ye yathā māṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah". (Bhagavadgītā IV.11.)
Terjemahan:
"Sejauhmana orang menyerahkan diri kepadaku, aku menganugerahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu, semua orang menempuh jalanku, dalam segala hal, Wahai putra Pārtha", (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:11).
Berdasarkan śloka-śloka tersebut di atas sudah jelas bahwa bentuk Yajña bermacam macam. Ada dalam bentuk persembahan dengan mempergunakan sarana (banten, sesajen). Dan ada juga persembahan dalam bentuk pengorbanan diri/pengendalian diri (pengendalian indriya). Mengorbankan segala aktivitas, mengorbankan harta benda (kekayaan) dan pengorbanan dalam bentuk ilmu pengetahuan. Jadi banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk menghubungkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa). Berdasarkan waktu pelaksanaanya Yajña dapat dibedakan menjadi:
1. Nityᾱ Yajña
Nityᾱ Yajña, yaitu Yajña yang dilaksanakan setiap hari seperti halnya:
a. Tri Sandhya
Tri Sandhya adalah merupakan bentuk Yajña yang dilaksanakan setiap hari, dengan kurun waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari. Tujuannya adalah untuk memuja kemaha kuasaan Hyang Widhi, mohon anugerah keselamatan, mohon pengampunan atas kesalahan dan kekurangan yang kita lakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Yajña Śeṣa/masaiban/ngejot
Mesaiban/ngejot adalah Yajña yang dilakukan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya setelah memasak atau sebelum menikmati makanan. Tujuannya adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan terima kasih atas segala anugerah yang telah dilimpahkan kepada kita. Dalam sastra suci Agama Hindu disebutkan sebagai berikut:
"Yajña-śṡṣṭaśinah santo mucyantesarva-kilbiṣaiḥ,
Bhuñjate te tv agham pāpā pacanty ātma-kāraņāt".
Terjemahan:
"Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa, Karena mereka makan makanan yang dipersembahkan Terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang hanya menyiapkan makanan untuk menikmati indriya-indriya Pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja".
Baca: Pengertian dan Ringkasan Cerita Rāmāyana
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah". (Bhagavadgītā IV.11.)
Terjemahan:
"Sejauhmana orang menyerahkan diri kepadaku, aku menganugerahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu, semua orang menempuh jalanku, dalam segala hal, Wahai putra Pārtha", (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:11).
Berdasarkan śloka-śloka tersebut di atas sudah jelas bahwa bentuk Yajña bermacam macam. Ada dalam bentuk persembahan dengan mempergunakan sarana (banten, sesajen). Dan ada juga persembahan dalam bentuk pengorbanan diri/pengendalian diri (pengendalian indriya). Mengorbankan segala aktivitas, mengorbankan harta benda (kekayaan) dan pengorbanan dalam bentuk ilmu pengetahuan. Jadi banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk menghubungkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa). Berdasarkan waktu pelaksanaanya Yajña dapat dibedakan menjadi:
1. Nityᾱ Yajña
Nityᾱ Yajña, yaitu Yajña yang dilaksanakan setiap hari seperti halnya:
a. Tri Sandhya
Tri Sandhya adalah merupakan bentuk Yajña yang dilaksanakan setiap hari, dengan kurun waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari. Tujuannya adalah untuk memuja kemaha kuasaan Hyang Widhi, mohon anugerah keselamatan, mohon pengampunan atas kesalahan dan kekurangan yang kita lakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
b. Yajña Śeṣa/masaiban/ngejot
Mesaiban/ngejot adalah Yajña yang dilakukan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya setelah memasak atau sebelum menikmati makanan. Tujuannya adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan terima kasih atas segala anugerah yang telah dilimpahkan kepada kita. Dalam sastra suci Agama Hindu disebutkan sebagai berikut:
"Yajña-śṡṣṭaśinah santo mucyantesarva-kilbiṣaiḥ,
Bhuñjate te tv agham pāpā pacanty ātma-kāraņāt".
Terjemahan:
"Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa, Karena mereka makan makanan yang dipersembahkan Terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang hanya menyiapkan makanan untuk menikmati indriya-indriya Pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja".
Baca: Pengertian dan Ringkasan Cerita Rāmāyana
Orang yang baik adalah mereka yang menikmati makanannya setelah melakukan persembahan, ber-Yajña, bila tidak demikian sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdosa serta pencuri yang tidak pernah menikmati kebahagian dalam hidupnya. Makna dari pelaksanaan Yajña-sesa adalah sebagai berikut:
- Mengucapkan terima kasih dan rasa bersyukur ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
- Belajar dan berlatih melakukan pengendalian diri.
- Melatih sikap tidak mementingkan diri sendiri, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:12).
Tempat-tempat melaksanakan persembahan Yajña-sesa:
- Di halaman rumah, dipersembahkan kepada ibu pertiwi.
- Di tempat air, dipersembahkan kepada Dewa Visnu.
- Di kompor atau tungku, dipersembahlkan kepada Dewa Brahma.
- Di pelangkiran, di atap rumah, persembahan ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai akasa dan ether.
- Di tempat beras.
- Di tempat saluran air (sombah).
- Di tempat menumbuk padi.
- Di pintu keluar pekarangan (lebuh)
c. Jñāna Yajña
Jñāna Yajña adalah merupakan Yajña dalam bentuk pengetahuan. Dengan melalui proses belajar dan mengajar. Baik secara formal maupun secara informal. Proses pembelajaran ini hendaknya dimulai setiap hari dan setiap saat, sehingga kemajuan dan peningkatan dalam dunia pendidikan akan mencapai sasaran yang diinginkan. Melalui sistem pendidikan yang ada, yang dimulai sejak dini di dalam keluarga kecil, sekolah dan dilakukan secara terus -menerus selama hayat dikandung badan. Seperti dalam bentuk pembinaan secara berkesinambungan, bertahap, bertingkat dan berkelanjutan. Umat Hindu hendaknya menyadari membiasakan diri belajar, karena hal itu merupakan salah satu cara mendekati diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
2. Naimittika Yajña
Naimittika Yajña adalah Yajña yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang sudah dijadwal, dasar perhitungan adalah :
- Berdasarkan perhitungan wara, perpaduan antara Tri Wara dengan Pañca Wara. Contoh: Kajeng kliwon. Perpaduan antara Pañca Wara dengan Sapta Wara. Contohnya: Buda wage, Buda kliwon, Anggara kasih dan lain sebagainya.
- Berdasarkan penghitungan Wuku. Contohnya: Galungan, Pagerwesi, Saraswati, Kuningan.
- Berdasarkan atas penghitungan Sasih. Contohnya: Purnama, Tilem, Nyepi, Śiwa Rātri.
3. Insidental
Yajña ini didasarkan atas adanya peristiwa atau kejadian-kejadian tertentu yang tidak terjadwal, dan dipandang perlu untuk melaksanakan Yajña atau dianggap perlu dibuatkan upacara persembahan. Melaksanakan Yajña diharapkan menyesuaikan dengan keadaan, kemampuan, dan situasi.
Secara kwantitas Yajña dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Kanista, artinya Yajña tingkatan yang kecil, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:13). Tingkatan kanista ini dapat dibagi menjadi tiga lagi :
1) Kaniṣtaning Niṣṭa adalah terkecil di antara yang kecil.b. Madhya artinya sedang, yang terdiri atas tiga tingkatan :
2) Madhyaning Niṣṭa adalah sedang di antara yang kecil.
3) Utamaning Niṣṭa adalah tersebar di antara yang kecil.
1) Niṣṭaning Madhya adalah terkecil di antara yang sedang.c. Utama artinya besar, yang terdiri atas tiga tingkatan :
2) Madhyaning Madhya adalah sedang di antara yang menengah.
3) Utamaning Madhya adalah terbesar di antara yang sedang.
1) Niṣṭaning Utama artinya terkecil di antara yang besarDengan penjelasan di atas, maka diharapkan semua umat dapat melaksanakan Yajña, sesuai dengan keadaan, dan kemampuan yang ada. Keberhasilan sebuah Yajña bukan ditentukan oleh kemewahan, besar kecilnya materi yang dipersembahkan. Dan belum tentu Yajña yang menggunakan sarana dan prasarana yang banyak/besar akan berhasil dengan baik. Keberhasilan suatu Yajña sangat ditentukan oleh kesucian dan ketulusan hati, serta kualitas daripada Yajña tersebut. Berkaitan dengan kualitas Yajña dalam sastra Agama Hindu disebutkan sebagai berikut:
2) Madhyaning Utama artinya sedang di antara yang besar.
3) Utamaning Utama artinya yang paling besar.
"Aphalākāṅkṣibhir yajño vidhi-dṛṣṭo ya ijyante, yaṣṭaavyam eveti manaḥ samādhāya sa sāttvikaḥ". (Bhagavadgitā XVII.II.)
Terjemahan:
"Di antara korban-korban suci korban suci yang dilakukan menurut kitab suci, karena kewajiban yang dilaksanakan oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci dalam sifat kebaikan".
Baca: Pembagian Yajña Dalam Ajaran Agama Hindu
"Abhisandhāya tu phalaṁ dambhārtam api caiva yat, Ijyante bharata-śreṣṭha taṁ Yajñaṁ viddhi rājasam". ( Bhagavadgītā XVII.12.)
Terjemahan:
"Tetapi hendaknya kalian mengetahui bahwa, korban suci yang diakukan demi suatu keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersīfat nafsu, wahai yang paling utama di antara para Bharata", (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:14).
"Vidhi-hīnam asṛṣṭānnaṁ mantra-hīnaṁ adakṣiṇam,
Śraddhā-virahitaṁ Yajñaṁ tāmasaṁparicakṣate", (Bhagavadgītā XVII.13.).
Terjemahan:
"Korban suci apapun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk kitab suci, tanpa membagikan praŝadam (makanan rohani). Tanpa mengucapkan mantra-mantra Veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci dalam sifat kebodohan".
Pada ŝloka di atas menjelaskan ada tiga pembagian Yajña dilihat dari kualitasnya yaitu:
- Tāmasika Yajña adalah Yajña yang dilaksanakan tanpa mengindahkan petunjuk-petunjuk śāstra, mantra, kidung suci, dakṣiṇa dan ŝraddhā.
- Rājasika Yajña adalah Yajña yang dilaksanakan dengan penuh harapan akan hasilnya dan bersīfat pamer.
- Sāttwika Yajña adalah Yajña yang dilaksanakan berdasarkan śraddhā, lascarya, śāstra agama, dakṣiṇa, anasewa, nāsmita.
Untuk mewujudkan pelaksanaan Yajña yang sāttwika, ada tujuh syarat yang wajib untuk dilaksanakan sebagai berikut:
- Śraddhā artinya melaksanakan Yajña dengan penuh keyakinan.
- Lascarya artinya melaksanakan Yajña dengan penuh keikhlasan.
- Śāstra yaitu melaksanakan Yajña dengan berdasarkan sumber śāstra yaitu śruti, smŗti, śila, ācāra, ātmanastuṣṭi.
- Dakṣiṇa adalah pelaksanaan Yajña dengan sarana upacara (benda atau uang).
- Mantra dan Gītā adalah pelaksanaan Yajña dengan Mantra dan melantunkan lagu-lagu suci/kidung untuk pemujaan.
- Annasewa, Adalah Yajña yang dilaksanakan dengan persembahan makan kepada para tamu yang menghadiri upcara (Atithi Yajña).
- Nāsmita adalah Yajña yang dilaksanakan dengan tujuan bukan untuk memamerkan kemewahan dan kekayaan.
Tinggi rendahnya kualitas suatu Yajña atau persembahan sepenuhnya tergantung pada ketulusan pikiran, karena banyak sedikitnya harta benda serta kemewahan yang ditampilkan dalam ber-Yajña bukan merupakan jaminan yang mutlak berhasilnya sebuah Yajña yang dilakukan oleh seseorang. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan Yajña, hendaknya dapat dijadikan pedoman serta dipahami untuk dilaksanakan dalam kehidupan beragama seperti:
- Keyakinan atau śraddhā
- Ketulusan hati.
- Kesucian.
- Berpedoman pada śāstra Agama, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:15).
- Penyesuaian dengan tempat, waktu, dan kondisinya.
- Upacara dan upakara (dakṣiṇa)
- Adanya pūjā mantra dan gītā serta yang lainnya yang berhubungan dengan dharma.
Dalam Agastya Parwa, Pañca Yajña disebutkan merupakan persembahan kepada Sang Hyang Widhi sebagai berikut:
"Kunang ikang Yajña lima Pratyekanya, Dewa Yajña, Ṛṣi Yajña, Pitra Yajña, Manuṣa Yajña, bhūta Yajña, nahan tang Pañca Yajña ring loka. Dewa Yajña ngarannya taila, pwa Krama ring bhatara siwagni maka gelaran ing mandala ring bhatara. Yeka dewa Yajña, Ṛṣi Yajña ngaranya, kapujan sang Paṇḍita mwang sang wruh ri kalingganing dadhi wang ya Ṛṣi Yajña ngaranya, pitra Yajña ngaranya, tileming bhawat hyang śiwasraddha, yeka pitra Yajña ngaranya. Bhūta Yajña ngaranya tawur mwang kapujan ring tuwuh ada pamungwan kunda wulan makadi waliKrama, eka dasa dewata mandala, ya bhūta Yajña ngaranya, aweh amangan ring Kraman ya ta manuṣa Yajña ngaranya, ika ta limang wiji i sedeng ning loka cara magabhyasa ika makabheda lima".
Baca: Pengertian Yajña Dalam Ajaran Agama Hindu
Adapun yang disebut Yajña lima bentuknya, Dewa Yajña, Ṛṣi Yajña, Pitra Yajña, Bhūta Yajña, Manuṣa Yajña, semuanya disebut dengan Pañca Yajña. Dewa Yajña adalah persembahan kepada api suci Śiwa dengan membuat maṇḍala Yajña, Ṛṣi Yajña adalah pemujaan kepada para pendeta dan orang-orang yang memahami hakikat hidup, Pitra Yajña adalah pemujaan kepada roh suci leluhur. Bhūta Yajña adalah Tawur dan upacara kepada tumbuh-tumbuhan, antara lain dalam bentuk upacara Wali Krama dan Eka Daśa Ludra. Memberi makanan kepada masyarakat disebut Manuṣa Yajña, itulah yang disebut dengan Pañca Yajña, lima jumlahnya, pelaksanaan berbeda satu sama lainnya.
Berdasarkan kutipan śāstra agama di atas. banyak nilai-nilai etika sosial, budaya yang kita peroleh dari melaksanakan Yajña seperti ketulus-ikhlasan dalam setiap perbuatan, sikap kebersamaan (tidak mementingkan diri sendiri), pengendalian diri dengan Tapa, Brata, dan Samādhi, menanamkan rasa bersyukur dan terima kasih atas segala anugerah yang dilimpahkan kepada kita oleh Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa).
Demikianlah dalam kehidupan sosial masyarakat agar saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Tata cara kehidupan yang seperti itu juga merupakan Yajña, karena akan mengantarkan pada kehidupan yang damai, harmonis dalam masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya tentu masih banyak kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan Yajña, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:16).
Referensi:
Sudirga, Ida Bagus dan Yoga Segara, I Nyoman. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Untuk SMA/SMK Kelas X (cetakan ke-1). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Balitbang, Kemdikbud.
0 Response to "Bentuk-bentuk Pelaksanaan Yajña dalam Kehidupan Sehari-hari"
Post a Comment