Peran Guru Profesional Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Hindu Melalui Efektivitas Dan Kreativitas Pola Interaksi Di Sekolah

MUTIARAHINDU.COM -- Peran Guru Profesional Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Hindu Melalui Efektivitas Dan Kreativitas Pola Interaksi Di Sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal seyogyanya dapat membekali siswanya dengan berbagai nilai, sikap, serta kemampuan dan keterampilan dasar yang cukup kuat sebagai landasan untuk menyelesaikan pendidikan pada jenjang berikutnya. Salah satu keterampilan dasar yang mutlak harus dimiliki oleh setiap siswa ialah keterampilan dalam bertingkah laku diantaranya penanaman pendidikan budi pekerti yang luhur sejak dini. Pendidikan sebagai pondasi pendidikan nasional memegang peranan yang sangat penting dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam menghadapi era globalisasi. Hampir semua ahli pendidikan sepakat bahwa jenjang pendidikan sekolah sangat penting, karena sebagai peletak dasar perkembangan kepribadian, sikap, dan perilaku, penanaman nilai etika dan moral, di samping juga perkembangan fisik, mental, serta wawasannya. Pendidikan Agama Hindu mengandung beberapa aspek yang sangat penting diberikan kepada anak didik, terutama dari tingkat dasar, yaitu kepribadian, sikap, dan perilaku, nilai etika dan moral dimana merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik dari perilaku seseorang atau manusia. 

Kata education ’pendidikan’ berasal dari akar kata bahasa latin ’educare’, menunjukkan pengumpulan berbagai fakta duniawi, maka educare merupakan usaha untuk menampilkan apa yang laten di dalam diri manusia. Pendidikan digunakan untuk penghidupan, sedangkan, educare digunakan untuk hidup. Pendidikan digunakan untuk mencari nafkah (Jivanopadhi), educare digunakan untuk mencapai tujuan akhir kehidupan (Jivitha paramavadhi) (Sai, 2002 : 4).Menurut The Encyclopedia American (Vol. 9 : 642) yang dikutip oleh Titib (2003 : 45) pengertian pendidikan yakni suatu Proses seseorang mendapatkan pengetahuan, pemahaman, mengembangkan sikap-sikap atau keterampilanketerampilan.

Semua itu harus secara sengaja ditransformasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan ini secara formal diajarkan kepada anak didik di sekolah, juga bisa diajar secara non formal oleh orang tua siswa dan masyarakat, karena anak lebih banyak berada di rumah dibandingkan di sekolah. Proses belajar bagi seorang anak sudah di mulai sejak anak dalam kandungan, karena anak sudah bisa menerima respon atau bunyi-bunyian sejak dia masih ada di dalam kandungan si Ibu sampai mereka lahir, besar dididik oleh orang tua, sampai umur 7 tahun di mana memasuki usia sekolah, dan sekolah di jenjang pendidikan dasar. Pada saat anak memasuki jenjang pendidikan formal inilah anak biasanya mulai berinteraksi dan terjadi atau terbentuk konsep dan sikap secara psikologis lainnya. Peranan orang tua dan masyarakat tempat anak berinteraksi pertama kali akan tetap terbawa.

Setelah memasuki jenjang pendidikan formal, inilah menjadi tugas guru yang sangat penting guna membentuk pribadi siswa secara baik. Guru, khususnnya guru Agama Hindu boleh dikatakan sebagai peletak dasar bagi anak dalam pembentukan mentalnya. Seorang guru dituntut bisa memodifikasi pembelajaran dengan seninya sendiri, agar anak didik tidak bosan. Guru Agama Hindu dianggap sebagai orang yang memegang peranan penting dalam pembentukan sikap mental dan moral anak dengan ajaran sastra-sastra agama yang diajarkan. Menciptakan kondisi yang menyenangkan siswa akan belajar dan terus belajar, jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan, nyaman, dan jauh dari perilaku yang menyakitkan perasaan siswa. Dewasa ini era globalisasi dan informasi sedang merambah ke segala penjuru dunia termasuk Indonesia. Bagi bangsa Indonesia khususnya banyak manfaat yang diperoleh darinya, tetapi di sisi lain sekecil apapun tentu akan memiliki dampak negatif, baik terhadap dunia politik, perekonomian, sosial budaya maupun terhadap perilaku seseorang. Oleh karena itu, agar kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia tidak terkikis oleh pengaruh luar, salah satu upaya untuk menangkal dan menanggulanginya, pendidikan agama Hindu khususnya budi pekerti, etika, moral harus diajarkan kepada semua anak-anak sedini mungkin sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat berilmu, cakap, terampil, mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab (UU No 20 Tahun 2003) prinsip yang terkandung dari tujuan itu bahwa pendidikan berperanan untuk mengembangkan potensi manusia agar terbentuk kompetensi pada dirinya, agar cerdas dan berbudi pekerti luhur. Dalam hal ini agar terjadi interaksi yang harmonis, maka diperlukan sikap dan moral yang positif. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia (Sudharta, 2001:VII). Sikap harus memiliki keyakinan pada diri tanpa dipengaruhi orang lain. Pengaruh orang lain merupakan suatu pendidikan yang mengarahkan siswa atau peserta didik untuk senantiasa dapat memiliki dampak perilaku yang positif yang berguna bagi dirinya, golongan dan masyarakat. Mengingat pendidikan agama Hindu sangat penting bagi kehidupan manusia, maka pendidikan tersebut perlu dikembangkan. Karena adanya perilaku-perilaku anusia yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Agama Hindu bisa disebabkan oleh kesalahan sistem pendidikan dan pengajaran pada jalur formal yang selalu bersifat teoretis, bukan pada moralitas dan etika secara praktek yang dapat mengubah perilaku manusia dari sifat keraksasaan menjadi sifat kedewataan. Kegagalan pendidikan dan pengajaran agama Hindu bisa dilihat dari perilaku para siswa yang kurang santun berbicara dengan orang yang lebih tua, dengan guru di sekolah maupun dengan orang tuanya di rumah. 

Hal tersebut di atas semua pada dasarnya bertentangan dengan citra masyarakat Indonesia yang selama ini dikenal oleh masyarakat internasional yaitu sebagai masyarakat yang santun dan berbudaya. Masyarakat yang juga memiliki budaya yang sopan serta memiliki budi pekerti yang luhur, nilai budi pekerti, nilai kemanusiaan, dan nilai sosial nampaknya sudah mulai bergeser jauh dari norma umum yang layak dalam masyarakat. Pendidikan agama Hindu dapat dikembangkan di tiga pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pengembangan pendidikan agama Hindu pada satu pusat pendidikan akan menimbulkan adanya kepincangan dan bahkan memacetkan pengembangan budi pekerti yang luhur kepada para siswa. Dalam menanamkan semua itu diperlukan berbagai upaya, upaya yang dimaksud yakni bimbingan, pengajaran, dan latihan. Semua upaya itu dilaksanakan dengan tujuan agar anak didik sejak dini memiliki kebiasaan yang baik, sehingga guru maupun orang tua memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pendidikan maupun tujuan pendidikan Nasional. Peranan serta guru tidak hanya dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) akan tetapi bagaimana pembentukan sikap, tingkah laku, dalam bentuk pendidikan budi pekerti, sehingga betul-betul memahami dan mempraktekan semua perintah dan nasihat guru di sekolah dan orang tua di lingkungan keluarga.

II. PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pendidikan Agama Hindu
Pembahasan mengenai pendidikan agama Hindu, tidak akan bias dilepaskan dari konsepsi pendidikan secara umum. Menurut Muhibbin (1999:10) pendidikan dapat diartikan secara etimologis yaitu "Pendidikan berasal dari kata didik lalu mendapat awalan “me”, sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberi latihan diperlukan ajaran-ajaran, tuntunan, pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran" Jadi pendidikan tidak hanya menekankan kecerdasan pikiran atau intelegensi semata, tetapi lebih dari itu yakni perubahan tingkah laku melalui pengalaman-pengalaman belajar yang diberikan. Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1998:11) pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Ngalim menegaskan pendidikan sebenarnya berlaku dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak. Pergaulan antara orang dewasa tidaklah dapat disebut pergaulan dalam proses pendidikan, sebab di dalam pergaulan itu orang dewasa menerima dan bertanggung jawab sendiri terhadap apa yang terdapat dalam pergaulan itu. Demikian pula halnya dengan pergaulan antara anak-anak dan anakanak tidak dapat dikatakan pergaulan dalam proses pendidikan, walaupun sering terlihat dalam pergaulan antara anak tersebut, seorang anak yang menonjol mampu mempengaruhi anak-anak lainnya akan tetapi kekuasaan yang ada pada akan terhadap teman-temannya itu tidak bersifat kekuasaan pendidikan karena kekuasaan itu tidak tertuju pada suatu tujuan pendidikan secara disadarinya atau tidak dilakukan dengan sengaja. Pendidikan sangat memegang peranan penting dalam kehidupan serta dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan suatu bangsa. Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu anak yang dalam perkembangannya mencapai kedewasaan, proses pendidikan bersifat formal, informal dan non formal. Pendidikan mempunyai dua fungsi:
  1. Fungsi Sosial, pendidikan bertugas untuk menolong setiap individu agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berhasil guna dengan cara mengajarkan kepadanya sejumlah pengalaman masa lalu dan pengalaman masa kini.
  2. Fungsi lndividu, pendidikan bertugas menolong dan membina individu agar dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, lebih memuaskan dan lebih berhasil dengan cara mempersiapkan individu tersebut untuk menangani pengalaman-pengalaman baru dengan baik
Pendidikan tidak semata-mata bertujuan hanya untuk mengajar mata pelajaran, tetapi mendidik, membesarkan dan mengembangkan kepribadian anak. Pendidikan adalah perwujudan kesempurnaan yang telah ada pada diri manusia. Jadi ia merupakan pengembangan yang terpadu dan harmonis pada kepribadian manusia. Pendidikan yang dimaksudkan adalah menggali potensi-potensi kepribadian yang secara kodrati telah berada dalam diri manusia. Pendidikan seumur hidup bukan untuk sekedar hidup. Pendidikan semestinya merupakan proses perkembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan kata lain mekarnya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur menuju kesempurnaan dan terwujudlah nilai-nilai yang baik. Pendidikan kemanusiaan bukan merupakan pelajaran terpisah melainkan harus menjadi inti sari dari semua mata pelajaran, kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler. 

Pendidikan itu mengajarkan kepada kita bahasa dan pengetahuan tetapi tidak ada pelajaran tentang bagaimana kita hidup tenang, bahagia atau dalam kedamaian di antara kita sendiri maupun dengan orang lain. Oleh karena itu Mahatma Gandhi berujar “Pendidikan tanpa karakter adalah sia-sia” (education without character is useless) bahkan sangat membahayakan. Bahkan beliau menyatakan bahwa pendidikan seharusnya mengarahkan kepada kemanusiaan. Pendidikan haruslah membentuk dan mengembangkan karakter ke arah yang lebih baik. Pendeknya pendidikan seutuhnya harus manusiawi, tidak hanya menyangkut pendidikan intelek tetapi juga kehalusan budi dan disiplin batin.

Dalam kaitannya dengan Pendidikan Agama Hindu, Punyatmaja, (1994:12) menegaskan bahwa pendidikan agama Hindu memberikan tuntunan dalam menempuh kehidupan dan mendidik masyarakat, bagaimana hendaknya berpendirian, berbuat atau bertingkah laku supaya tidak bertentangan dengan dharma, budi pekerti, etika dan agama. Agama dapat menyempurnakan manusia dalam meningkatkan hidup baik secara material maupun spiritual. Pendidikan agama Hindu merupakan kaidah-kaidah atau norma-norma yang menuntun manusia untuk selalu berbuat baik demi tercapainya hidup rukun secara damai dan membentuk manusia yang mulai serta selalu astiti bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan penuh pengabdian dan pengorbanan yang sesuai dengan ajaran agama Hindu. Pendidikan agama Hindu merupakan suatu ajaran mengenai pendidikan moral yang dibimbing menurut petunjuk ajaran agama berfungsi sebagai faktor pengamatan yang akan  menjadi keselamatan seseorang. Jadi pendidikan agama itu tidak lain dari pada bimbingan atau tuntunan yang diberikan pada seseorang untuk menunjukkan perkembangan budi pekerti dalam menanamkan rasa cinta kepada ajaran agama dan mau berbuat sesuai dengan ajaran agama. Materi ajaran Agama Hindu adalah bersumber dari Weda. Apa yang dicantumkan sesuai dengan kutipan sloka dari Kitab Sarasamuçcaya 40 yang berbunyi sebagai berikut : “Kunang kangêtakena, sāsing kājar de Sang Hyang çruti dharma ngaranika, ācāranika sang ista, dharma ra ngaranika, çista ngaran Sang Hyang satyawādī, sāng āpta, sang patirthan, sang panadahan upadeça sang kşepa ika katiga, dharma ngaranira "

Terjemahannya:

Adapun yang patut diingat-ingat semua apa yang diajarkan oleh sruti disebut dharma, semua itu diajarkan srutipun dharma namanya, yang disebut cista adalah berkata-kata benar orang yang dipercaya, orang yang menjadi tempat ajaran kerohanian singkatnya ketiga itu dharmanya (Kadjeng, 2003:22). Berdasarkan kutipan sloka di atas, maka dapatlah dilihat materi pokok dari ajaran agama Hindu, sehingga dapatlah dikatakan bahwa pendidikan agama Hindu merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan dan perkembangan jiwa. sesuai dengan ajaranajaran agama Hindu. 

Dalam Niti Sataka (16) karya Raja Bhartrihari menyebutkan :
Vidya nama narasya rupamadhikam pracchannaguptam dhanam
Vidya bhagakari yasah sukhakari vidya gurunam guruh
Vidya bondhuiana videsogamone vidya para devata
Vidya rajasu pujyate na hi dhonom vidyavihinah pasuh

Pengetahuan adalah kecantikan manusia yang paling agung dan merupakan harta yang tersembunyi. Ia adalah sumber dari semua kesenangan, kemasyuran dan kebahagiaan. la adalah guru dari semua guru yang menjadi sahabat di negeri asing. Pengetahuan bagaikan dewa yang dapat mengabulkan setiap keinginan. Pengetahuanlah yang dihormati dalam pemerintahan, bukan kekayaan. Oleh karena itu, manusia tanpa pengetahuan yang benar bagaikan binatang. Artinya, pendidikan memegang kunci yang paling utama dalam hidup. Oleh karena itu Veda menjelaskan bahwa kelahiran dari seorang ibu masih dianggap lebih rendah (ekajati) dengan ketika ia dilahirkan dari pengetahuan melalui guru. Manusia dianggap persis seperti binatang ketika ia tidak memiliki pengetahuan. 

Arah dan tujuan pendidikan adalah mentransformasi nilai-nilai pendidikan agar anak didik memiliki kepribadian yang seutuhnya. Komitmen pendidikan pada dasarnya membawa anak agar menyadari akan kesejatian dirinya (self realizing). Apa yang dikatakan sebagai pendidikan dewasa ini adalah apa yang masih tertinggal pada diri kita setelah semuanya terlupakan. Jadi apa yang masih tertinggal setelah semuanya terlupakan? Watak yang baik. Tanpa watak atau budi pekerti yang baik, pendidikan tidak ada gunanya (Vishvanath, 1997:5).

Pembentukan karakter yang baik pada anak didik sebagaimana Bhagawan Sri Sathya Sai Baba (2000:5) menyatakan :

Tujuan pengetahuan adalah kearifan
Tujuan peradaban adalah kesempurnaan
Tujuan kebijaksanaan adalah kebebasan dan
Tujuan pendidikan adalah karakter yang baik

Tujuan pendidikan agama Hindu telah dirumuskan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat melalui seminar kesatuan tafsir (1985) terhadap aspek-aspek agama Hindu (Titib, 2002: 18), sebagai berikut :
  1. Menanamkan ajaran agama Hindu menjadi keyakinan dan landasan segenap kegiatan umat Hindu dalam semua perikehidupannya.
  2. Ajaran agama Hindu mengarahkan pertumbuhan tata kemasyarakatan umat Hindu hingga serasi dengan Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.
  3. Menyerasikan dan menyeimbangkan pelaksanaan bagian-bagian ajaran agama Hindu dalam masyarakat antara tatwa , susila dan upacara.
  4. Untuk mengembangkan hidup rukun antar umat berbagai agama.
2.2 Efektivitas Pola Interaksi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu di Sekolah 

Pola yang diterapkan dalam interaksi belajar mengajar merupakan salah satu upaya mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tidak akan tercapai bila interaksi belajar mengajar tak pernah berlangsung dalam pendidikan. Guru dan siswa merupakan dua unsur penting yang terlibat langsung dalam pendidikan. Interaksi yang dilakukan bagi guru sedapat mungkin menggunakan pola-pola yang bervariasi. Management Sekolah unggulan pada umumnya harus menyediakan fasilitas yang lebih lengkap dan canggih. Rasa gengsi, kehormatan, kontinuitas dalam mempertahankan harga diri adalah sebuah keharusan. Walaupun, sangat diabaikan dalam pendidikan formal dalam pemenuhan dunia rohani yang melibatkan nilai moralitas, etika dan karakter, Dalam dunia kerohanian mencari kemashyuran termasuk penghalang kehancuran spiritual. Bahkan setelah melepaskan posisi-posisi keduniawian, keinginan untuk mendapatkan nama besar tetap berada dalam bawah sadar, salah satu kisah Presiden RI. I, Ir. Soekarno suatu ketika memahami pemikiran Swami Vivekananda bahwa tujuan pendidikan itu adalah pembentukan karakter anak didik atau anak-anak yang suputra seperti diharapkan oleh orang tua, guru, dan masyarakat. Bung Karno juga memahami tentang Tat Twam Asi, Advaita, Vedanta dan sebagainya dan beliau berujar ”Saya sangat memahami ucapan Vivekananda” kata Bung Karno. Gurunya Vivekananda namanya Ramakrishna duduk dirumahnya, diserambi muka, sedang hujan. Duduk di dalam rumahnya tidak akan kena air hujan. Dia melihat orang berjalan kehujanan. Ramakrishna yang duduk di dalam rumah menggigil kedinginan. Orang lain yang kena air hujan dia yang kedinginan. Oleh karena itu, Advaita berkata, paham kesatuan berkata : Tat Twam Asi, dia adalah aku, aku adalah dia (dalam Titib, Noorsena, 1999 : 50). Bung Karno kemudian menggagas ide cemerlang dengan mengemukakan pendidikan sebagai ”nation and character building”. Berikut akan dijelaskan tentang perkembangan siswa dari segi usia, fisik, psikomotorik dan akademik bagi anak di sekolah dasar. 

1. Perkembangan Fisik

Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi. a) Karakteristik perkembangan fisik pada masa kanak – kanak 1) 
  • Usia 0 – 5 tahun 
Perkembangan kemampuan fisik pada anak kecil ditandai dengan anak mampu melakukan bermacam-macam gerakan dasar yang semakin baik, yaitu gerakan gerakan berjalan, berlari, melompat dan meloncat, berjingkrak, melempar, menangkap, yang berhubungan dengan kekuatan yang lebih basar sebagai akibat partumbuhan jaringan otot lebih besar. Selain itu perkembangan juga ditandai dengan pertumbuhan panjang kaki dan tangan secara proporsional. Perkembangan fisik pada masa anak juga ditandai dengan koordinasi gerak dan keseimbangan berkembang dengan baik. 
  • 2) Usia 5-8 tahun
Pada tahap ini waktu perkembangan lebih lambat dibanding masa kanak-kanak, koordinasi mata berkembang dengan baik, masih belum mengembangkan otot-otot kecil, kesehatan umum relatif tidak stabil dan mudah sakit, rentan dan daya tahan kurang.
  • 3) Usia 8-9 tahun
Terjadi perbaikan koordinasi tubuh, ketahanan tubuh bertambah, anak laki-laki cenderung menyu– kai aktivitas yang ada kontak fisik seperti berkelahi dan bergulat, koordinasi mata dan tangan lebih baik, sistem peredaran darah ma– sih belum kuat, koordinasi otot dan syaraf masih kurang baik, da– ri segi psikologi anak perempuan lebih maju satu tahun dari lelaki.
  • 4) Usia 10-11 tahun
Kekuatan anak laki-laki lebih kuat dari perempuan, Kenaikan tekanan darah dan metabolism yang tajam. Perempuan mulai mengalami kematangan seksual (12 tahun), lelaki hanya 5% yang mencapai kematangan seksual. (San– trock, 2007: 161) 

2. Perkembangan Psikomotorik.

Loree menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working). Sementara Gessel menjelaskan bahwa perilaku motorik itu meliputi gerakan tubuh, koordinasi, dan keahlian motorik khusus. Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements). 

a) Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa kanak– kanak:

1) Usia 3 tahun:
  • Tidak dapat berhenti dan berputar secara tiba – tiba atau secara cepat
  • Dapat melompat 15-24 inchi,
  • Dapat menaiki tangga tanpa bantuan, dengan berganti kaki,
  • Dapat berjingkat 
2) Usia 4 tahun: 
  • Lebih efektif mengontrol gerakan berhenti, memulai, dan berputar,
  • Dapat melompat 24- 33 inchi,
  • Dapat menuruni tangga, dengan berganti kaki, dengan bantuan,
  • Dapat melakukan jingkat 4 sampai 6 langkah dengan satu kaki
3) Usia 5 tahun:
  • Dapat melakukan gerakan start, berputar, atau berhenti secara efektif,
  • Dapat melompat 28-36 inchi,
  • Dapat menuruni tangga tanpa bantuan, berganti kaki,
  • Dapat melakukan jingkat dengan sangat mudah
  • Keterampilan sekolah seperti mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan untuk menulis, menggambar, melukis, menari, bernyayi, dll. 
3. Karakteristik Perkembangan Akademik.
Karakteristik perkembangan akademik ini dijelaskan dengan menggunakan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget.11 Kemampuan akademik berkaitan dengan cara kerja otak. Adapun perkembangan kognitif itu meliputi:

a) Tingkat sensori motor pada umur 0-2 tahun
Bayi lahir dengan refleks bawaan, dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang telah lebih kompleks. Pada masa ini anak belum mempunyai konsepsi tentang objek tetap. Ia hanya mengetahui hal-hal yang ditangkap oleh inderanya.

b) Tingkat pra operasional pada umur 2-7 tahun
Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada halhal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mengenal simbol dan nama: 1) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang telah ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. 2) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang membutuhkan berikir “yang dapat di balik” (reversible). Pikiran mereka bersifat ireversible. 3) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus dan belum mampu bernalar (reasoning) secara induktif dan deduktif. 4) Anak bernalar secara tranduktif (dari khusus ke khusus), juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi 5) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi) 6) Menjelang tahap akhir ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya memiliki satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konseo yang konkrit.

c) Tingkat operasional konkrit pada umur 7-11 tahun
Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak, kecakapan kognitif anak adalah : 1) Kombinasivitas/klasifikasi 2) Reversibelitas 3) Asosiativitas 4) Identitas 5) seriasi. Selanjutnya Brunner mengatakan bahwa perkembangan kognisi seseorang bisa dimajukan dengan jalan mengatur bahan pelajaran. Adapun faktor faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif ada 4 faktor12 : a) Lingkungan fisik; kontak dengan lingkungan fisik perlu karena interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru. b) Kematangan, artinya membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi kognitif c) Pengaruh sosial, artinya termasuk penanaman bahasa dan pendidikan pentingnya lingkungan sosial adalah pengalaman seperti itu seperti pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif; d) Proses pengaturan diri yang disebut equilibrasi, Proses pengaturan bukannya “penambah” pada ketiga faktor yang lain. alih-alih ekuilibrasi mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial, dan perkembangan jasmani. Ekuilibrasi menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun dengan baik. 

4. Gaya Belajar
Willing (1988) mendefinisikan gaya belajar sebagai kebiasaan belajar yang disenangi oleh pembelajar. Menurut Fleming dan Mills (1992), gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran. Jadi bisa diartikan gaya belajar atau learning style merupakan karakteristik atau kecenderungan dalam proses pembelajaran dan disenangi oleh pelaku pembelajar. 

Macam- macam gaya belajar :

1) Visual (belajar dengan cara melihat).
Gaya belajar secara visual ini yaitu kemampuan belajar dengan melihat. Gaya belajar ini digunakan pada orang dengan indera pengelihatan yang tajam dan teliti. Kemampuan belajar yang berhubungan dengan ini yaitu seperti matematika, bahasa arab, bahasa jepang, simbol- simbol, dan lainnya yang berkaitan dengan bentuk.

Ciri – ciri gaya belajar visual :
  1. Bisa mengingat lebih mudah dengan melihat.
  2. Tidak terganggu dengan suara suara berisik.
  3. Memiliki hobi membaca.
  4. Suka melihat dan mendemonstrasi sesuatu.
  5. Belajar dengan mengamati.
  6. Memiliki kemampuan menggambar dan mencatat sesuai dengan detail.
Kendala dalam gaya belajar visual seperti terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisannya berantakan sehingga tidak mudah terbaca. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual umumnya lebih suka melihat daripada mendengarkan, umumnya mereka cenderung teratur, rapi dan berpakaian indah. 

2) Auditori (belajar dengan mendengarkan).

Orang dengan gaya belajar auditori memiliki indera pendengaran yang lebih baik dan lebih terfokus. Orang dengan gaya belajar ini mampu memahami sesuatu lebih baik dengan cara mendengarkan. Hal ini berkaitan dengan proses menghafal, membaca, atau soal cerita. Ciri-ciri Auditori 1). Berbicara sendiri saat belajar. 2). Mudah terganggu dengan kebisingan. 3). Menggerakan bibir ketika membaca dalam hati. 4). Senang membaca dan mendengarkan. 5). Dapat mengulangi suara. 6). Pembicara yang fasih. 7). Lebih suka musik daripada seni. 8). Belajar dengan mendengarkan. 9). Lebih suka membacakan daripada menuliskan. Kendala dalam gaya belajar auditorial ini adalah anak sering lupa apa yang dijelaskan guru. Sering keliru apa yang disampaikan oleh guru, dan juga sering lupa membuat tugas yang diperintahkan melalui lisan. Siswa yang menyukai gaya belajar auditorial umumnya tidak suka membaca buku petunjuk. Dia lebih suka bertanya untuk mendapatkan informasi yang diperlukannya. 

3) Kinestetik (Bergerak).

Gaya Belajar macam ini berhubungan dengan masalah gerak siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti pelajaran olah raga, menari dan percobaanpercobaan sains. Ciri-ciri Kinestetik : 1. Kalau menghafal sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung. 2. Lebih suka memanipulasikan atau mempraktekan. 3. Banyak gerak, memiliki perkembangan otot yang baik. Kendala dalam gaya belajar kinestetik seperti anak cenderung tidak bisa diam. Siswa yang dengan gaya belajar seperti ini tidak dapat belajar di sekolahsekolah yang bergaya konvensional dimana guru menjelaskan dan anak duduk diam. Siswa akan lebih cocok berkembang bila di sekolah dengan sistem active learning, di mana anak banyak terlibat dalam proses belajar. Siswa yang menyukai gaya belajar kinestetik umumnya lebih suka bergerak dan tidak betah duduk lama serta sering menundukkan kepala saat mendengarkan. 

4) Global (Menyeluruh).

Anak dengan gaya belajar global memiliki kemampuan memahami sesuatu secara menyeluruh. Pemahaman yang dimiliki berisi gambaran yang besar dan juga hubungan antara satu objek dengan yang lainnya. Anak dengan gaya belajar global juga mampu mengartikan hal hal yang tersirat dengan bahasanya sendiri secara jelas. Ciri-ciri gaya belajar Global : 1. Bisa mengerjakan tugas banyak sekaligus. 2. Mampu berkerjasama dalam tim. 3. Mampu mendalami masalah dengan baik. 4. Mampu mengutarakn kata kata tentang apa yang ia alami. Anak dengan gaya belajar global biasanya kurang rapi, meskipun sebenarnya menyukai kerapian. Dalam melakukan suatu hal, seringkali berserakan dan barang- barangnya tidak rapi. Untung mengatasi hal ini maka akan membuat suatu sistem penataan dengan mengkategorikan barang- barang sesuai tipenya. Anak dengan tipe global ini tidak bisa hanya memikirkan satu hal namun memikirkan bnayak hal sekaligus. Meskipun satu tugas belum selesai, dia juga akan mengerjakan tugas berikutnya. Anak dengan gaya belajar global peka terhadap sekitarnya termasuk perasaan orang lain dan merasa senang untuk bekerja keras membuat orang lain senang. Cenderung memerlukan banyak dorongan semangat pada saat akan memulai melakukan sesuatu. 

5) Analitik (Terperinci)

Anak yang memiliki gaya belajar analitik dalam memandang sesuatu cenderung lebih terperinci, spesifik dan teratur. Namun mereka kurang bisa memahami masalah secara menyeluruh. Dalam mengerjakan tugas analitik akan mengerjakan tugasnya secara teratur, dari satu tahab ke tahab berikutnya. Mereka memiliki kecenderungan untuk mengerjakan satu tugas dalam satu waktu, dan mereka belum akan mengerjakan tugas lain sebelum tugas pertamanya selesai. Mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas mereka, karena mereka tidak ingin ada satu bagian yang terlewatkan. Ciri-ciri gaya belajar analitik.
  1. Menyelesaikan tugas satu, baru menyelesaikan tugas berikutnya.
  2. Menggunakan logika dalam berpikir.
  3. Cara belajar yang konsisten.
  4. Tidak menyukai hal yang terlewat. 
Anak dengan gaya belajar analitik lebih cocok belajar sendiri baru kemudian bergabung dengan kelompok belajar. Mereka juga mengalami kesulitan dalam belajar dikarenakan hanya berfokus pada satu hal. Cara terbaik untuk mengatasinya yaitu membuat jadwal belajar yang terstruktur sehingga sasaran belajar yang ingin dicapai jelas. Metode belajar yang tepat yaitu dengan konsisten melakukan atau mengerjakan tugas sesuai dengan jadwal harian yang dibuatnya. 

5. Pola Guru-Anak Didik

Pola ini disebut komunikasi sebagai aksi (satu arah). Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi sebagai arah menempatkan guru sebagai aksi dan menempatkan anak didik sebagai penerima aksi. Guru aktif dan anak didik pasif. Dalam pola seperti ini guru menggunakan satu metode yaitu metode ceramah. Metode ceramah adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana cara penyampaian pengertian-pengertian materi pelajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Peranan guru atau murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid atau siswa mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta membuat catatan tentang pokok persoalan yang di terangkan oleh guru. Guru dalam menjelaskan materi pelajaran harus melihat atau memahami sub pokok bahasan yang akan dijelaskan. Dengan demikian metode yang digunakan juga tepat, sehingga hasil belajar dapat tercapai. Dalam proses penjelasan materi ini sudah tentu akan terdapat suatu interaksi atau komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa sebab tanpa adanya suatu interaksi atau komunikasi yang baik maka keberhasilan belajar akan sulit untuk dicapai. Metode ceramah dapat dilakukan oleh guru menurut Yamin, (2007:140):

a. Untuk memberikan pengarahan, petunjuk diawal pembelajaran. 
b. Waktu terbatas, sedangkat meteri atau informasi banyak yang akan disampaikan
c. Lembaga pendidikan sedikit memiliki staf pengajar, sedangkan jumlah siswa banyak. 

Keterbatasan metode ceramah sebagai berikut :
a. Keberhasilan siswa tidak terukur
b. Perhatian dan motifasi siswa sulit diukur
c. Peran serta siswa dalam pelajaran rendah
d. Materi kurang terfokus
e. Pembicaraan sering terlantur. 

6. Pola Guru-Anak Didik-Anak Didik-Guru

Dalam pola ini adanya suatu balikan (feed back) bagi guru, tidak ada interaksi antar siswa (komunikasi sebagai interaksi). Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, guru berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi dan sebaliknya anak didik bisa sebagi penerima aksi atau pemberi aksi. Dalam interaksi ini seorang guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Metode tanya jawab adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran guru bertanya sedangkan para siswa menjawab tentang bahan meteri yang inguin diproleh. Atau sebaliknya siswa mengajukan pertanyaan kepada guru dari penjelasan materi yang belum dimengerti oleh siswa dan guru memberikan ulasan atau penjelasan sebagai jawaban pertanyaan tadi. Metode tanya jawab dapat dinilai sebagai metode yang tepat menurut Yamin, (142-143), apabila pelaksanaannya ditujuankan untuk: 

a. Meninjau ulang pelajaran atua ceramah yang lalu, agar siswa memusatkan lagi perhatian pada jenis dan jumlah kemajuan yang telah ducapai sehingga dia dapat melanjutkan pelajaran.
b. Menyelingi pembicaraan agar tetap mendapatkan perhatian siswa, atau dengan pendekatan lain untuk mengikuti sertakan mereka.
c. Mengarahkan pengamatan dan pemikiran mereka. Metode tanya jawab tidak wajar digunakan untuk : a. Menilai kemajuan peserta didik ; b. Mencari jawaban dari siswa, tetapi membatasi jawaban yang dapat diterima dan c. memberi giliran pada siswa tertentu 

Kebaikan metode tanya jawab adalah :
a. Tanya jawab dapat memperoleh sambutan yang lebih aktif bila dibandingkan dengan metode ceramah yang bersifat menolong
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat sehingga nampak mana, yang belum jelas autau belum dimengerti.
c. Mengetahui perbedaan-perbedaan pendapat yang ada, yang dapat dibawa ke arah suatu diskusi.

Kelemahan dari metode tanya jawab bisa menimbulkan penyimpangan dan pokok persoalan. Lebih-lebih jika kelompok siswa memberi jawaban atau mengajukan yang dapat menimbulkan masalah baru dan menyimpang dari pokok persoalan. 

7. Pola Guru-Anak Didik- Anak Didik

Dalam pola ini adalah kebalikan bagi guru, anak didik saling belajar satu sama lain. Komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif dari pada guru, serta guru dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak didik. Dalam hal ini guru menggunakan metode diskusi. Metode diskusi adalah suatu kegiatam kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Menurut Moh. Yamin (2007:144) menyatakan metode diskusi menyatakan interaksi antar siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topic atau permasalahan tertentu. Diskusi selalu diarahkan pada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterma oleh anggota kelompoknya. Jadi guru disini sebagai pemberi ide dan gagasan permasalahan (bahan diskusi) sedangkan siswa sebagai pencari jalan keluar dari bahan diskusi tersebut. Menurut Yamin, (2007:144-146) Metode diskusi ini digunakan apabila:

a. Menyediakan bahan, topic, atau masalah yang akan didiskusikan,
b. Menyebutkan bahan-bahan yang akan dibahas atau memberikan studi khusus kepada siswa sebelum menyelenggarakan diskusi.
c. Menugaskan siswa untuk menjelaskan, menganalisis, dan meringkas.
d. Membingbing diskusi tidak memberi ceranah
e. Sabar terhadap kelompok yang lamban mendiskusikan.
f. Waspada terhadap kelompok yang kebingbangan atau berjalan dengan tidak menentut.
g. Melatih siswa dalam menghargai pendapat orang lain.

Metode diskusi ini tepat digunakan apabila :
a. Siswa berada di tahap menengah atau tahap akhir proses belajar.
b. Pelajaran pormal atau magang.
c. Perluasan pengetahuan yang dikuasai siswa
d. Belajar mengidenfikasi dan memecahkan masalah serta mengambil keputusan
e. Membiasakan siswa dihadapkan dengan berbagai pendekatan, interprestasi, dan berbagai kepribadian.
f. Menghadapi masalah secara berkelompok
g. Membiasakan siswa untuk beragumentasi dan berfikir rasional.

Metode diskusi memiliki keterbatasan sebagai berikut :
a. Menyita waktu lama dan julah siswa sedikit
b. Mempersyaratkan siswa mempunyai latar belakang yang cukup tentang topic atau pun masalah yang didiskusikan. 
c. Metode ini tidak tepat digunakan pada tahap awal proses belajar bila siswa baru dikenalkan kepada bahan pelajaran yang baru
d. Apatis bagi siswa yang tidak biasa bicara dalam formal. 

8. Pola Guru-Anak Didik, Anak Didik-Guru, Anak Didik-Anak Didik

Dalam pola ini interaksi optimal antar guru dan anak didik dan antar anak didik dengan anak didik. Setiap anak didik dalam pola ini mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya terhadap masalah yang disampaikan oleh guru, begitu juga antara anak didik dengan anak didik yang lainya. Dalam interaksi seperti ini guru menggunakan metode campuran atau metode gabungan, yaitu antara metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. 

Interaksi menggunkan metode campuran atau metode gabungan bagi siswa ternyata menunjukan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari diskusi kelompok, baik penilaian mengenai afektif, kognetif, maupun psikomotornya, menunjukan bahwa para siswa dalam proses belajar mengajar lebih aktif dalam mengembangkan cara belajarnya. Melalui metode ini para siswa ditutut lebih mandiri, sedangkan guru berperan sebagai pembingbing dalam kegiatan pembelajaran. Metode campuran atau metode gabungan dapat dilakukan oleh guru dengan tujuan : 

a. Untuk memberikan gambaran, petunjuk diawal pembelajaran.
b. Meninjau ulang pelajran ceramah yang lalu, agar siswa memusatkan lagi perhatian pada jenis dan jumlah kemajuan yang telah dicapai sehingga mereka dapat melanjutkan pelajaannya.
c. Menyediakan bahan, topic atau masalah yang akan didiskusikan
d. Melatih siswa dalam menghargai pendapat orang lain.

Keterbatasan metode campuran atau metode gabungan sebagai berikut :
a. Keberhasilan siswa tidak terukur.
b. Perhatian dan motivasi siswa sulit diukur
c. Peran serta siswa dalam pelajaran rendah
d. Menyita waktu lama dan jumlah siswa sedikit
e. Metode diskusi tidak tepat pada tahap awal proses belajar bila siswa baru diperkenalkan pada bahan pelajaran baru. 

Kebaikan metode campuran atau metode gabungan yaitu :
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat sehingga nampak nama yang belum jelas atau dimengerti.
b. Mengetahui perbedaan-perbedaan pendapat yang ada, yang dapat dibawa kearah suatu diskusi. 

Penjelasan tersebut untuk mempermudah pengertian mengenai metode gabungan ini dapat dilihat dari interaksi guru dan siswa, dan siswa dengan siswa. Penerapan pembelajaran Agama Hindu di Sekolah jika dilihat dari sudut pandang teori kontruktivistik tampaknya perlu dikembangkan lebih mendalam tujuannya agar penerapan pendidikan Agama Hindu sejak dini dapat memberikan pengetahuan bermakna kepada setiap peserta didik. Pengetahuan bermakna yang muncul sebagai akibat dari proses belajar perlu ditanamkan kepada peserta didik agar anak tersebut berada disekolah. Hal itu disebabkan oleh pemilihan model pembelajaran yang tepat memungkinkan untuk tumbuhnya sikap kritis, dan kreatif, inovatif dan dinamis pada peserta didik dengan menerapkan model pembiasaan yakni pemahaman proses pembelajaran dengan menyeimbangkan aspek pengetahuan dan aspek sikap keberagamaan peserta didik secara nyata. Guru dalam belajar kontruktivistik berperan sebagai seorang yang berperan memberdayakan seluruh potensi siswa agar siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran dan berusaha memberdayakan seluruh potensi dan sarana yang dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuan sendiri. Pendidikan Agama Hindu yang diselenggarakan di sekolah, diharapkan mampu menumbuhkan pengetahuan bermakna dalam proses pembelajaran yakni belajar yang dilakukan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan oleh peserta didik. 

III. KESIMPULAN

Peningkatan mutu pendidikan Agama Hindu tidak lepas dari peranan guru yang profesional pula, Sebab itu, menghargai dan sekaligus memberdayakan guru Agama Hindu dalam konteks reformasi pendidikan adalah wajib hukumnya. Sebab profesional guru Agama Hindu merupakan hal paling utama bagi keberhasilan suatu sistem pendidikan. Menghargai dan memberdayakan guru agama Hindu harus sesuai dengan prestasi yang dicapainya. Pola interaksi dalam pembelajaran pendidikan Agama Hindu di sekolah merupakan salah satu upaya mencapai tujuan pendidikan. Pola yang dapat diterapkan adalah: pola guru-anak didik (interaksi satu arah). pola guru- anak didik, anak didik- guru (feed back). pola guru-anak didikanak didik (anak didik saling belajar satu sama lain). Setiap peserta didik memiliki karakteristik dan gaya belajar yang berbeda, oleh karena itu setiap pelaksana pendidikan harus bisa mengetahui dan memahami karakteristik dari setiap peserta didik agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Guru dapat membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan metode dan media yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih efektif. Adapun berbagai perbedaan peserta didik yang perlu diketahui oleh pendidik atau guru yaitu : 1. Karakteristik peserta didik. 2. Kecerdasan peserta didik. 3. Gaya belajar. 

Tulisan: 
  • Ketut Edi Darmawan, 
  • Ni Wayan Arini
Dari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Judul: PERAN GURU PROFESIONAL UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA HINDU MELALUI EFEKTIVITAS DAN KREATIVITAS POLA INTERAKSI DI SEKOLAH

0 Response to "Peran Guru Profesional Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Hindu Melalui Efektivitas Dan Kreativitas Pola Interaksi Di Sekolah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel