Pengertian dan Jenis-Jenis Pura sebagai Tempat Suci Hindu

MUTIARAHINDU.COM -- Tempat suci (pura) bagi umat hindu adalah suatu tempat yang disucikan, di-keramatkan sebagai tempat pemujaan bagi umat beragama. Salah satu diantara-nya merupakan tempat melakukan upacara Yajña yang disesuaikan dengan Desa, Kala, dan Patra.

Pura berasal dari kata pur yang artinya benteng atau tempat berlindung. Pura sebagai tempat berlindung karena umat Hindu merasa wajib untuk melakukan pemujaan di pura, untuk memohon keselamatan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pura sebagai tempat pemujaan dan se-bagai tempat berlindung, maka setiap pura wajib dijaga dan dipelihara oleh umat Hindu di mana pura itu berada. Memelihara pura adalah tanggung jawab sebagai umat Hindu. Melestarikan pura maksudnya adalah memelihara dan, melaksanakan Upacara Yajña yang disesuaikan dengan Desa, Kala, dan Patra. Desa artinya tempat, yaitu tempat dibangunnya sebuah pura. Kala artinya sama dengan waktu, kapan upacara itu dilaksanakan. Patra artinya keadaan, dalam keadaan bagaimana upacara itu dilaksanakan oleh desa atau masyarakat penanggung jawab itu.

Pengertian dan Jenis-Jenis Pura sebagai Tempat Suci Hindu

Jadi, dengan demikian pelaksanaan upacara di masing-masing tempat suci atau pura yang ada di Bali khususnya ataupun di Indonesia pada umumnya terkadang kita jumpai adanya perbedaan-perbedaan. Namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mohon keselamatan lahir dan batin, (Duwijo dan Darta, 2014:71).

Jenis-jenis Tempat Suci

Tempat suci dapat kita kelompokkan menjadi 2 bagian yakni, bersifat khusus dan bersifat umum.

A. Tempat Suci yang bersifat khusus

Tempat suci yang bersifat khusus antara lain: Pura Keluarga/Sanggah Kemulan, Pura Swagina (Pura Bedugul/Ulun Siwi/Ulun Danu, Pura Melanting, Pura Segara).

1. Pura Keluarga

Pura Keluarga artinya pura yang dimiliki oleh masing-masing keluarga. Secara umum pada pura keluarga terdapat bangunan berupa Sanggah Kemulan, Taksu, Pangijeng dan di Jaba terdapat Palinggih Panunggun Karang (Tugu). Sedangkan dalam keluarga yang lebih besar masih ada hubungan darah keturunan dari pihak Purusa atau Ayah dan Pradhana atau Ibu selaku kepala keluarga disebut Sanggah Kawitan.

Sanggah Kemulan memakai pintu ruang tiga, dan Sanggah Taksu memakai pintu ruang satu. Pada beberapa daerah ada pula menyebutkan Sanggah Kemulan itu sebagai Palinggih Bhatara Guru tetapi dari segi manfaat atau fungsinya sama. yaitu sebagai tempat memuja Roh Para Leluhur yang telah disucikan. Di samping itu kalau dilihat dari segi pintu ruangnya ada tiga, maka juga dimanfaatkan untuk memuja manifestasi Tuhan (dalam bukunya I Ketut Wiana tentang struktur Sanggah Kemulan) Rong tiga merupakan tempat pemujaan terhadap Hyang Kemimitan/Sang Hyang Widhi Wasa di rong tengah, Sang Hyang Purusa/Ayah di rong kanan, dan Sang Hyang Pradhana/Ibu di rong kiri.

Fungsi Sanggah Kemulan bagi keluarga di samping sebagai tempat memuja Para Leluhur dan manifestasi Tuhan juga bermanfaat untuk melakukan Upacara agama pada hari-hari suci seperti: Purnama, Tilem, Anggara Keliwon, Buda keliwon, Upacara Perkawinan, Upacara Potong Gigi, dan Upacara Pitra Yajña bagi keluarga, (Duwijo dan Darta, 2014:74).

Tujuan membangun dan memiliki Sanggah Kemulan bagi setiap keluarga adalah agar merasa aman dan nyaman apabila melaksanakan upacara keagamaan yang sifatnya sangat khusus dan pribadi bagi keluarga tersebut.

Adapun Upacara Pujawali yang dilakukan di masing-masing pura Keluarga sudah memiliki hari-hari tertentu sesuai dengan hari saat dibangunnya pura tersebut, yang dilakukan setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali berdasarkan hari, dan Pawukon. Contoh apabila sebuah Pura Keluarga dibangun dan di pelaspas pada Hari Senin Tolu, maka setiap enam bulan pada Hari Senin Tolu keluarga tersebut wajib melakukan Upacara Pujawali pada pura tersebut.

"Mantram pemujaan di Sanggah Kemulan
Om Brahma Wisnu Iswara dewam,
Jiwatmanam trilokhanam,
Sarwa jagat pratistanam,
Sudha klesa winasanam
Om Sri Guru paduka byoh yenama swaha".

Terjemahannya:

"Oh Tuhan dalam manipestasinya sebagai Brahma, Wisnu, dan Iswara, Engkaulah yang berkenan turun menjiwai Tri Loka, Semoga semua dunia engkau sucikan. Segala dosa dihapuskan. Ya Tuhan selaku bapak pencipta alam, hamba sujud kepadamu". (Kutipan dari Dainika Upasana I Gst.Made Ngurah dan IB.Wardana hal.13 tahun 1994)

2. Pura Swagina

Pura Swagina artinya pura yang berfungsi dan bermanfaat untuk masyarakat tertentu, sesuai dengan profesi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, (Duwijo dan Darta, 2014:75). Contoh Pura Swagina antara lain:

a. Pura Bedugul/Ulun Suwi/Ulun Danu yaitu pura tempat pemujaan Ista Dewata sebagai Dewa Kemak-muran, bagi umat yang bermata pencaharian sebagai petani. Hara-pannya adalah agar mengeluarkan air dari perut bumi, menurunkan hu-jan dari langit untuk memberikan kesuburan pada isi alam semesta.

Mantram pemujaan di Pura Bedugul/Ulun Suwi/Ulun Danu 

"Om Sridhana dewikabyam, Sarwa rupa wati tasya, Sarwa dinata miti datyam,Sri Sri Dewi Maha stute, Om Sri Dewi dipataya namah"

Terjemahannya:

"Oh ya Tuhan Sridhana berwujud Dewi kemakmuran, Semua ciptaanmu memberikan kesejahteraan, Segala yang ada di bumi bersumber darimu, Wujud Dewi Sri pemberi kemakmuran, Oh ya Tuhan Dewi Sri yang kupuja selamanya".


b. Pura Melanting yaitu pura tem-pat pemujaan Ista Dewata dalam manifestasinya sebagai Dewa Kuwe-ra pemberi kesejahteraan bagi umat Hindu yang berprofesi sebagai peda-gang, dengan harapan agar Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa memberikan petunjuk serta tuntunannya agar dapat kebe-runtungan, untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di samping itu menurut Pedanda Made Gunung beliau yang berstana di Pura Melanting memberikan pe-nyupatan terhadap semua jenis barang dagangan yang diperjualbelikan di dalam pasar. Oleh karena itu, kita tidak ragu lagi menggunakan bahan yang dibeli di pasar untuk yajña, (Duwijo dan Darta, 2014:76).

Mantram pemujaan di Pura Melaning 

"Om Ung Dewa suksma parama sakti ya namo namah swaha. Om Giripati ya sukla dewi sing kling tiksna ya nama swaha, Ing Ang swabhawa dewi sukla dewi maha sakti ya namah".

Terjemahannya:

"Om ya Tuhan dengan huruf suci Ung dewa yang maha sakti. Om ya Tuhan Giripati dewi yang memberikan kesucian terhadap. Semua benda yang ada disekitarmu, Aksara Ing, dan Ang yang suci, engkau disebut dewi yang amat sakti"(Sumber diambil dari http//m.mpujayaprema.com)

c. Pura Segara yaitu pura yang di-bangun di pinggir pantai tempat me-muja Dewa Baruna oleh para nelayan sebelum pergi melaut agar selamat dalam perjalanan dan mendapat tuntu-nan sehingga dapat menangkap ikan untuk menunjang kebutuhan hidup ber-sama keluarga. Mereka berharap dari hasil tangkapannya itu akan mampu membeli sandang, pangan dan papan, dalam menjalankan kehidupan bersama keluarganya, (Duwijo dan Darta, 2014:77).

Mantram pemujaan di Pura Segara 

"Om Nagendra krura murtinam, Gajendra matsya wakranam, Baruna Dewa masariram, Sarwa jagat sudhamakam, Om Baruna dipataya namah".

Terjemahannya:

"Ya Tuhan maharaja daripada naga yang hebat, Raja Gajah Mina agung berwujud selaku Dewa Baruna, Pencuci jiwa segala makhluk dalam alam ini. Ya yang Baruna hamba menyembahmu".

B. Pura yang bersifat Umum

Pura umum yaitu pura sebagai tempat pemujaan yang dimanfaatkan oleh masyarakat umum tanpa membedakan golongan, suku, dan profesi. Adapun pura yang bersifat umum antara lain adalah:

1. Pura Kahyangan Tiga

Pura Kahyangan Tiga umumnya di Bali meliputi: Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem Mrajapati. Pura Kahyangan Tiga berada di setiap Desa Pekraman atau Desa Adat yang diemong oleh Warga Desa Adat. Pura Kahyangan Tiga adalah sebagai tempat pemujaan terhadap tiga manifestasi Tuhan yaitu:

a. Pura Desa/Pura Bale Agung adalah tempat memuja manifestasi Tuhan se-bagai Dewa Brahma yaitu Dewa Pen-cipta alam beserta isinya, dengan sakti-nya Dewi Saraswati yang merupakan Dewi Ilmu Pengetahuan. Bangunan Pura Desa ciri khasnya berupa Bale Yang Besar dan sebuah Padmasana, Ratu Ngurah dan Ratu Nyoman hal ini sangat tergantung pada Desa Adat se-tempat, (Duwijo dan Darta, 2014:78).

Mantram pemujaan di Pura Desa/Bale Agung

"Om Isano sarwa widnyana
Iswara sarwa bhutanam
Brahmane dipati Brahman
Siwastu sada siwaya".

Terjemahannya:

"Ya Tuhan yang maha tunggal,yang maha sadar, Selaku Yang Maha Kuasa, menguasai semua makhluk, Selaku Brahmana raja daripada semua Brahman, Selaku Siwa dan Sadasiwa". (Kutipan dari DainikaUpasa I Gst.Made Ngurah dan IB.Wardana hal.14 tahun 1994)

b. Pura Puseh adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Wisnu yaitu Dewa Pelindung atau Pemelihara Isi alam beserta isinya dengan saktinya Dewi Sri sebagai lambang kemakmuran. Ciri Khas bentuk bangunan di pura ini secara umum berupa Sebuah Meru tumpang tujuh (7) dan ada pula yang berbentuk lain. Hal itu juga tergantung pada keadaan setempat.

Mantram untuk memuja Dewa Wisnu di Pura Puseh

"Om Isano sarwa widnyana
Iswara sarwa bhutanam
Brahmane dipati Brahman
Siwastu sada siwaya". (Duwijo dan Darta, 2014:79).

Terjemahan:

"Ya Tuhan selaku Giripati yang maha mewah, Mahadewa dengan lingga yang gemerlapan, Semua Dewa tunduk kepadamu, Isi semua alam tersucikan olehmu". (Kutipan dari Dainika Upasana I Gst.Made Ngurah dan IB.Wardana hal.15 tahun 1994)

c. Pura Dalem adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Siwa yang berfungsi sebagai pelebur atau Pralina alam beserta isinya. Sakti Dewa Siwa adalah Dewi Durga. Bentuk bangu-nan Pura Dalem memiliki ciri khas ber-bentuk Gedong.

Mantram untuk memuja Sakti Dewa Siwa di Dalem 

"Om Catur Dewi maha dewi, Catur asrama bhatari, Siwa jag at pati dewi, Durgha maserira dewi, Om anugraha amerta, Sarwa lara wina sayem ya nama sawaha".

Terjemahannya:

"Ya Tuhan saktimu berwujud Catur Sakti, Yang dipuja oleh catur asrama, Sakti dari Siwa Raja semesta alam, Dalam wujud Dewi Durgha, Oh Tuhan nugrahilah kebahagiaan dan, Hapuskanlah segala penyakit hamba". (Kutipan dari DainikaUpasa I Gst.Made Ngurah dan IB.Wardana hal.14 tahun 1994), (Duwijo dan Darta, 2014:88).

2. Pura Dang Kahyangan

Pura Dang Kahyangan di Bali khususnya adalah pura yang merupakan peninggalan dari Dang Hyang Nirarta pada saat datang ke Bali. Beliau membuat tempat pemujaan antara lain yang sekarang ber-nama Pura Pulaki yang terletak di Bali Barat Pura Batu Bolong, Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan,Pura Peti Tenget di Kabupaten Badung, Pura Uluwatu di Denpasar selatan.

3. Sad Kahyangan Jagat Bali

Pura Sad Kahyangan yang ada di Bali adalah enam (6) buah kahyangan besar yang ada di sebagai tempat memuja Ista Dewata yang terdapat di beberapa Kabupaten di Bali.
  1. Pura Besakih terletak di Kabupaten Karangasem.
  2. Pura Lempuyang terletak di Kabupaten Karangasem.
  3. Pura Goalawah terletak di Kabupaten Klungkung.
  4. Pura Uluwatu di Kabupaten Badung.
  5. Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan.
  6. Pura Bukit Pangelengan/Puncak Mangu di Kabupaten Badung.
Di Bali terdapat Sad Kayangan seperti tersebut di atas. Sedangkan pura umum di luar Bali adalah Pura Jagatnatha yang fungsinya hampir sama dengan Sad Kahyangan Jagat yang ada di Bali. Pura ini di manfaatkan sebagai tempat pemujaan oleh masyarakat/umat Hindu dari berbagai golongan, baik golongan Brahmana, Wesya, Ksatria dan Sudra. Pada intinya pura umum bermanfaat sebagai pemersatu umat dari golongan manapun, (Duwijo dan Darta, 2014:81).

Referensi

Duwijo dan Darta, I Ketut. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V. Jakarta: Pusat                  Kurikulum dan Perbukuan. Balitbang Kemdikbud

0 Response to "Pengertian dan Jenis-Jenis Pura sebagai Tempat Suci Hindu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel