Manfaat, Fungsi dan Syarat-syarat Memasuki Tempat Suci atau Pura dalam Hindu
Wednesday, January 8, 2020
Add Comment
MUTIARAHINDU.COM -- Tempat suci/pura merupakan tempat yang wajib disucikan oleh umat Hindu khususnya dan oleh siapapun juga. Kita ingin menumbuhkan rasa saling hormat-menghormati antarsesama umat beragama di dunia ini. Apabila kita ingin memasuki tempat suci harus mengetahui dan memahami syarat-syaratnya.
Pura Lempuyang, Bali, Indonesia adalah salah satu Tempat Suci Umat Hindu |
Syarat-syarat masuk tempat suci.
- Sehat jasmani dan rohani.
- Berpakaian yang sopan, bersih dan rapi.
- Tidak dalam cuntaka/kotor baik cuntaka yang disebabkan oleh diri sendiri maupun cuntaka disebabkan oleh orang lain.
Cuntaka yang disebabkan oleh diri sendiri misalnya sedang dalam keadaan datang bulan bagi kaum wanita, setelah melahirkan, sedang dalam keadaan ke-guguran. Sedangkan cuntaka yang disebabkan oleh orang lain misalnya ada keluarga yang meninggal, atau tetangga dekat, warga desa yang dalam keadaan berduka cita atau meninggal. Persyaratan seperti tersebut wajib kita patuhi dan dilestarikan agar kesucian pura sebagai tempat suci tetap terjaga.
Manfaat dan Fungsi Tempat Suci
Pura sebagai tempat suci kalau kita lihat dari segi fungsinya selain sebagai tempat memuja Ista Dewata dan tempat pelaksanaan Yajña, juga mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Sebagai tempat pendidikan mental dan moralitas umat Hindu. Mengapa demi-kian, sebab apabila berada di pura, kita tidak boleh berpikir yang bukan-bukan, berbicara yang tidak sopan dan berbuat sembarangan. Hal itu didasarkan atas keyakinan kita masing-masing terhadap Tuhan yang berstana di pura tersebut. Pura dikatakan sebagai tempat pendidikan mental dan moral karena para tokoh agama seperti Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), para Pemangku dan para Sulinggih, memberikan Dharma Wacana kepada pangemong pura atau umat sedharma tentang tata aturan agama yang wajib dilaksanakan, oleh kita semua selaku umat beragama Hindu.
2. Sebagai tempat pendidikan seni dan budaya (estetika). Pernahkah kalian melihat orang menari, makidung, menabuh di pura? Tentu saja pernah, atau di antara kalian ada yang pernah menari dan menabuh di pura? Itulah unsur estetika atau seni seperti seni kidung, seni tari dan seni tabuh. Semua jenis seni tersebut, erat kaitannya dengan upacara, di mana pada saat pemangku menghaturkan Upacara Yajña kidung juga dikumandangkan, suara gong mengikuti sehingga merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, inilah yang disebut dengan seni budaya. Banyak sekali unsur pendidikan seni terjadi di pura seperti seni membuat sampian, seni membuat canang, seni membuat penjor, seni membuat gebogan dan banyak seni yang dapat di didik di pura, (Duwijo dan Darta, 2014:92).
3. Sebagai tempat pendidikan sikap sosial, karena adanya kewajiban atau ngayah yang dilakukan oleh umat Hindu pada saat pelaksanaan upacara yajña, baik yang dilakukan oleh anak-anak, remaja maupun orang tua. Kewajiban bagi anak-anak biasanya melakukan kebersihan di halaman pura, para remaja ikut mengatur sepeda dan kendaraan di tempat parkir, dan melakukan kebersihan secara bergantian, bagi orang tua laki-laki adalah membuat penjor, lapan, dan membuat perlengkapan Upacara lainnya.
Demikianlah fungsi pura sebagai tempat suci bagi umat hindu agar tetap terjaga dan dilaksanakan secara turun temurun kepada generasi muda kita, sehingga men-jadi aman, nyaman, dan lestari.
Tiga kerangka dasar agama Hindu sebagai penggerak umat dalam melaksanakan tugas keagamaan agar dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya adalah seperti berikut:
a. Tattwa,
Tattwa yaitu sumber ajaran Hindu yang dipakai dasar dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan, seperti adanya pelaksanaan Pujawali, Upacara Pecaruan, Upacara Ngenteg Linggih, Upacara Mamungkah dan sebagainya. Di samping hal tersebut di atas Tattwa juga merupakan sumber adanya upacara yang dilakukan berdasarkan Pawukon yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali berupa Pujawali, dan upacara yang dilakukan berdasarkan Sasih yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali, seperti Tawur Kesanga, Tawur Agung, Siwa Latri dan sebagainya.
Tattwa yaitu sumber ajaran Hindu yang dipakai dasar dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan, seperti adanya pelaksanaan Pujawali, Upacara Pecaruan, Upacara Ngenteg Linggih, Upacara Mamungkah dan sebagainya. Di samping hal tersebut di atas Tattwa juga merupakan sumber adanya upacara yang dilakukan berdasarkan Pawukon yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali berupa Pujawali, dan upacara yang dilakukan berdasarkan Sasih yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali, seperti Tawur Kesanga, Tawur Agung, Siwa Latri dan sebagainya.
b. Susila
Susila yaitu tingkah laku yang baik dan tulus ikhlas sebagai dasar melakukan Upacara Yajña. Susila ini sebenarnya sejak kecil wajib ditanamkan pada anak-anak kita agar ke depan menjadi menjadi generasi yang baik dan patuh terhadap pemimpin. Susila dapat diwujudkan melalui kerja bhakti di tempat suci, gotong-royong di sekolah dan di masyarakat, yang tidak mengharapkan upah atau imbalan. Upacara adalah suatu rangkaian kerja yang dilakukan oleh kaum laki dan kaum perempuan dalam mewujudkan Yajña. Yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara gotong royong baik di pura, di masyarakat dan di rumah tangga. Dari sinilah munculah rasa asah, asih dan asuh. Rasa asah artinya rasa kebersamaan yaitu sama-sama memiliki, rasa asih artinya perasaan saling membantu sesama umat, dan rasa asuh artinya mau membina atau memberitahu temannya yang belum memahami cara-cara membuat sarana upakara, (Duwijo dan Darta, 2014:93).
Susila yaitu tingkah laku yang baik dan tulus ikhlas sebagai dasar melakukan Upacara Yajña. Susila ini sebenarnya sejak kecil wajib ditanamkan pada anak-anak kita agar ke depan menjadi menjadi generasi yang baik dan patuh terhadap pemimpin. Susila dapat diwujudkan melalui kerja bhakti di tempat suci, gotong-royong di sekolah dan di masyarakat, yang tidak mengharapkan upah atau imbalan. Upacara adalah suatu rangkaian kerja yang dilakukan oleh kaum laki dan kaum perempuan dalam mewujudkan Yajña. Yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara gotong royong baik di pura, di masyarakat dan di rumah tangga. Dari sinilah munculah rasa asah, asih dan asuh. Rasa asah artinya rasa kebersamaan yaitu sama-sama memiliki, rasa asih artinya perasaan saling membantu sesama umat, dan rasa asuh artinya mau membina atau memberitahu temannya yang belum memahami cara-cara membuat sarana upakara, (Duwijo dan Darta, 2014:93).
Rangkuman
Tempat suci merupakan tempat yang disucikan dan dikramatkan oleh umat Hindu dan dipergunakan untuk melakukan hal-hal bersifat kesucian seperti tempat melakukan pemujaan. Salah satunya Upacara Pujawali/Upacara Yajña dan melakukan persembahyang untuk memohon anugrah dari Tuhan/ Sang Hyang Widhi Wasa. Tempat suci pura secara umum memakai kon-sep Tri Mandala yaitu: Utama Mandala yaitu bangunan utama atau pokok, Madya Mandala yaitu halaman pura bagian tengah-tengah sebagai tempat melakukan kegiatan sosial keagamaan seperti tempat pembuatan sarana Upakara Yajña, dan Nista Mandala yaitu bagian paling luar.
Ada syarat-syarat yang harus diperhatikan ketika memasuki tempat suci, orang yang sedang dalam keadaan cuntaka, baik cuntaka karena diri sendiri maupun cuntaka karena orang lain. Orang yang sedang cuntaka tidak boleh memasuki areal pura karena pura merupakan tempat yang suci dan keramat.
Fungsi pura selain sebagai tempat sembahyang juga bermanfaat untuk melakukan pendidikan tattwa, susila dan upacara. Pendidikan tattwa dilaku-kan dengan jalan memberikan Dharma Wacana. Pendidikan susila dilakukan dengan jalan pelatihan sikap baik dari segi berbicara dan berbuat yang sopan-santun. Pendidikan upacara yaitu mendidik umat secara langsung dengan jalan kerja sosial mengerjakan sarana-sarana upacara, (Duwijo dan Darta, 2014:94).
Tempat Suci menurut sifat dan fungsinya ada dua yakni sifat khusus dan umum. Tempat suci yang khusus adalah Pura Keluarga. Sedangkan tempat suci yang bersifat umum adalah pura yang dimanfaatkan sebagai tempat per-sembahyangan oleh umat dari berbagai golongan masyarakat baik dari go-longan Brahmana, Ksatria, Wesia, dan Sudra.
Sanggah Kemulan atau linggih Bhatara Guru, dimanfaatkan secara khusus oleh keluarga tersebut saja. Sedangkan tempat suci yang sifatnya umum antara lain adalah; Kahyangan Tiga, Pura Jagatnata, Dang Kahyangan, Sad Kahyangan, Candi-candi yang ada di daerah Jawa dan tempat suci lain yang ada di masing-masing daerah di Indonesia, yang dipergunakan oleh umat Hindu dari berbagai golongan dan kasta. Melihat jenisnya pura ada tiga yakni: khusus untuk keluarga, khusus untuk seprofesi, dan untuk semua golongan dari berbagai profesi.
Untuk mengenal tempat-tempat suci yang ada di masing-masing wilayah Indonesia bagi umat Hindu dengan jalan Dharmayatra/Tirtha Yatra. Tirta yatra yaitu perjalanan suci yang dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan dengan dasar pikiran yang suci, tulus ikhlas dan tanpa ada rasa terpaksa.
Dalam Sloka ada disebutkan sebagai berikut:
"Eko Narayanah na dwityostikascit
Ekam sat wiprah bahuda wadanti
Wyapi wyapaka nirwikara".
Terjemahan:
"(Tuhan itu hanya satu sama sekali tidak ada duanya)
Terjemahan:
"(Tuhan itu hanya satu sama sekali tidak ada duanya)
(Tuhan itu hanya satu orang bijaksana menyebutkan banyak nama)
(Tuhan berada di mana-mana dan tidak dapat dipikirkan)", (Duwijo dan Darta, 2014:95).
Referensi
Duwijo dan Darta, I Ketut. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas V. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Balitbang Kemdikbud
0 Response to "Manfaat, Fungsi dan Syarat-syarat Memasuki Tempat Suci atau Pura dalam Hindu"
Post a Comment