Kejayaan Agama Hindu di Indonesia dan Peninggalan Kerajaan Majapahit
Wednesday, December 11, 2019
Add Comment
MUTIARAHINDU.COM -- Perkembangan agama Hindu mengalami kejayaan pada masa kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan terbesar dan termegah yang pernah ada di Indonesia. Kerajaan Majapahit berdiri pada abad ke-12 atau 1200 Masehi, tepatnya tahun 1293 Masehi atau 1215 Saka. Berdirinya kerajaan Majapahit berkat kemenangan Raden Wijaya mengalahkan kerajaan Kediri dengan bantuan tentara Tartar, kemudian Raden Wijaya juga mengalahkan tentara Tartar, sehingga Raden Wijaya menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa.
Pada tahun 1293 Masehi, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja di kerajaan Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawarddhana Anantawikramottunggadewa. Raja Sri Kertarajasa Jayawarddhana Anantawikramottunggadewa memiliki permaisuri empat orang, yaitu Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Parameswari Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri, (Duwijo dan Susila, 2014: 78).
Prabu SriKertarajasa Jayawarddhana Anantawikramottunggadewa memiliki tiga putra, dari pernikahannya dengan Tribhuwaneswari di- karuniai putra bernama tiga orang anak Jayanegara atau Kala Gemet sebagai putra mahkota (anak yang akan menggantikan raja jika raja telah wafat). Adapun dari pernikahannya dengan Gayatri dikaruniai dua orang putri, yakni Tribhuanatunggadewi yang menjadi ratu di Kahuripan yang kemudian dikenal dengan nama Bre Kahuripan dan Rajadewi yang menjadi ratu di Daha yang lebih dikenal dengan nama Bre Daha.
Prabu Kertarajasa memerintah kerajaanMajapahit selama 16 tahun, selama kepemimpinan Prabu Kertarajasa kerajaan Majapahit mulai dibangun untuk menjadi kerajaan yang kuat dan megah. Setelah wafatnya Prabu Kertarajasa, maka diangkatlah putra beliau untuk menjadi raja. Raden Kala Gemet dinobatkan menjadi raja Majapahit ke-2 dengan gelar Sri Jayanegara. Selama masa kepemimpinan beliau Majapahit mengalami masa-masa sulit, sehingga perkembangan kerajaan Majapahit belum begitu pesat, (Duwijo dan Susila, 2014: 79).
Selama Prabu Sri Jayanegara memerintah beliau meninggalkan tiga buah prasasti, yakni prasasti Tunaharu tahun 1322, prasasti Blambangan, dan prasasti Blitar tahun 1324. Kemudian pada tahun 1328 Prabu Sri Jayanegara wafat, beliau wafat tanpa meninggalkan putra sebagai penggantinya, karena tidak ada putranya maka kerajaan Majapahit diserahkan kepada Tribhuanatunggadewi. Prabu Sri Jayanegara dicandikan di Silapetak.
Pada tahun 1328 Ratu Tribhuanatunggadewi atau Bre Kahuripan diangkat menjadi ratu Majapahit menggantikan Prabu Sri Jayanegara yang wafat, beliau bergelar Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani dengan suaminya Raden Kertawardhana. Dari perkawinannya melahirkan Hayam Wuruk pada tahun 1334. Masa kepemimpinan Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani yang hanya 20 tahun tidak banyak mengalami hambatan, sehingga dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Majapahit pada waktu itu menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. Pada tahun 1350 Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani mengundurkan diri menjadi Ratu Majapahit dan digantikan oleh putranya Raden Hayam Wuruk.
Setelah Ratu Tribhuanatunggadewi Jayawisnuwardhani mengundurkan diri pada tahun 1350, Raden Hayam Wuruk diangkat menjadi Raja Majapahit yang ke-4 dengan gelar Rajasanegara. Pada masa kepemimpinan Prabu Rajasanegara, kerajaan Majapahit mengalami puncak kejayaannya. Prabu Rajasanegara didampingi oleh seorang patih yang gagah berani dan memiliki kecerdasan tinggi dalam ilmu politik.
Di bawah kepemimpinan Prabu Rajasanegara dan maha patihnya Gajah Mada, kerajaan Majapahit berkembang pesat dan sangat disegani. Mahapatih Gajah Mada berkeinginan mempersatukan Nusantara melalui sumpah Palapanya. Dalam sumpahnya yang dimaksud Wilayah Nusantara, antara lain Nusa Penida (Gurun), Seram (Pulau Kowai), Tanjung Pura (Borneo), Haru, Pahang (Malaya), Dompu, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik (Singapura).
Pada masa pemerintahan Prabu Rajasanegara nusantara dapat dipersatukan, sehingga masyarakat pada masa itu mengalami kehidupan makmur dan sejahtera. Prabu Rajasanegara memimpin kerajaan Majapahit selama 30 tahun, kemudian beliau wafat dan digantikan oleh Wikramawardhana, setelah wafatnya Prabu Rajasanegara dan Mahapatih Gajah Mada, kerajaan Majapahit mulai mengalami keruntuhan. Kebesaran dan kemegahan kerajaan Majapahit terlihat dari banyaknya peninggalan- peninggalannya, di antaranya dalam bentuk, prasasti, candi, dan karya sastra, (Duwijo dan Susila, 2014: 80).
1. Peninggalan Majapahit dalam Bentuk Prasasti, antara lain:
- Prasasti Tunaharu
- Prasasti Blambangan
- Prasasti Blitar
2. Peninggalan Kerajaan Majapahit dalam Bentuk Candi
a. Candi Tegowangi
Candi Tegowangi terletak di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Menurut Kitab Pararaton, candi ini merupakan tempat Padharman Bhre Matahun.
b. Candi Sawentar
Candi Sawentar terletak di Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Blitar, Jawa Timur. Bangunan candi ini dahulunya merupakan sebuah kompleks percandian. Buktinya adalah pada sekitar candi masih ditemukan sejumlah pondasi yang terbuat dari bata. Candi ini diduga didirikan pada awal berdirinya kerajaan Majapahit.
c. Candi Tikus
Candi Tikus adalah sebuah peninggalan purbakala yang terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto, (Duwijo dan Susila, 2014: 81).
d. Candi Gapura Wringin
Gapura Wringin Lawang ada di Dukuh Wringin Lawang, Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan Mojokerto. Gapura Wringin Lawang merupakan bangunan berbentuk Gapura. Gapura Wringin Lawang merupakan salah satu pintu masuk kompleks kota Mojopahit.
e. Candi Bajangratu
Candi Bajang ratu terletak di Dukuh Kraton, desaTemonkecamatan Trowulan. Candi Bajangratu adalah candi yang diperuntukkan untuk mengenang pengangkatan Kala Gemet menjadi raja Majapahit semenjak masih muda.
Candi-candi di atas merupakan bukti bahwa agama Hindu telah berkembang dengan pesat masa kerajaan Majapahit. Bangunan candi identik dengan kuil-kuil umat Hindu India Selatan.
Kemiripan bentuk bangunan ini dipengaruhi ajaran agama Hindu yang dibawa oleh Maharsi Agastya. Maharsi Agastya adalah seorang Rsi yang menyebarkan agama Hindu dari India selatan menuju In- donesia
3. Peninggalan kerajaan Majapahit dalam bentuk Karya Sastra berupa:
- Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca,
- Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular,
- Kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Tantular,
- Kitab Kuncarakarna tanpa nama pengarang,
- Kitab Parthayajna tanpa nama pengarang,
- Kitab Pararaton menceritakan riwayat raja-raja Singosari dan Majapahit, (Duwijo dan Susila, 2014: 82).
- Kitab Sundayana menceritakan peristiwa bubat,
- Kitab Sorandaka menceritakan pemberontkan Sora,
- Kitab Ranggalawe menceritakan Ranggalawe,
- Kitab Panjiwikrama menceritakan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi Raja, dan
- Kitab Usana Jawa menceritakan tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada,
Pada masa kerajaan Majapahit agama Hindu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kehidupan keagamaan ditata dengan baik dan orang-orang suci Hindu mendampingi raja-raja yang memerintah sebagai Purohita, (Duwijo dan Susila, 2014: 83).
Referensi:
Duwijo dan Susila, Komang. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. - Edisi Revisi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
0 Response to "Kejayaan Agama Hindu di Indonesia dan Peninggalan Kerajaan Majapahit"
Post a Comment