Contoh Kepemimpinan yang Baik Dalam Ajaran Hindu
Monday, December 2, 2019
Add Comment
MUTIARAHINDU.COM -- Salah satu contoh kepemimpinan dalam ajaran Hindu adalah "Cerita Kepemimpinan Yudhistira". Diceritakan bahwa Pada suatu hari, Pandu mengutarakan niatnya ingin memiliki anak. Kunti yang menguasai mantra Adityah- redaya, atas anugerah rsi Durvasa segera mewujudkan keinginan sua- minya tesebut. Mantra tersebut adalah ilmu untuk pemanggil de- wa untuk mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti berhasil mendatangkan Dewa Dharma. Kunti pun mendapatkan anugerah putera darinya tanpa me- lalui hubungan badan. Putra tersebut diberi nama Yudhistira.
Dengan demikian, Yudhistira menjadi putera sulung Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan. Sifat Dharma itulah yang kemudian diwarisi oleh Yudhistira sepanjang hidupnya. Yudhistira alias Dharmawangsa, merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia adalah yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putra Pandu. Nama Yudhistira dalam bahasa Sanskerta bermakna “teguh atau kokoh dalam peperangan.” Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna “Raja Dharma,” karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidup-nya. Delapan nama Yudhistira atau julukan yang dikenal dalam cerita Mahǎbhǎrata adalah sebagai berikut:
Selain delapan nama julukan tersebut, ada empat nama julukan yang dikenal dalam cerita pewayangan antara lain:
Selanjutnya, terjadi pernikahan antara Pandawa dengan Drupadi. Setelah itu para Pandawa kembali ke Hastinapura dan memperoleh sambutan luar biasa, kecuali dari pihak Duryodana. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas tahta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut. Korawa yang licik mendapatkan Istana Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru.
Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker, namun para Pandawa mau menerima wilayah tersebut. Selain wilayahnya yang luas hampir setengah wilayah Kerajaan Kuru, Kandawaprastha juga merupakan ibu kota Kerajaan Kuru yang dulu, sebelum Hastinapura. Para Pandawa dibantu sepupu mereka, yaitu Kresna dan Baladewa berhasil membuka Kandawaprastha menjadi pe- mukiman baru.
Para Pandawa kemudian memperoleh bantuan dari Wiswakarma, yaitu ahli bangunan dari kahyangan, dan juga Anggaraparna dari Bangsa Gandharwa. Dengan bantuan tersebut, sehingga terciptalah sebuah istana megah dan indah bernama Indraprastha, yang bermakna “Kota Dewa Indra”. Dalam versi pewayangan Jawa, nama Indraprastha lebih terkenal dengan sebutan Kerajaan Amarta. Menurut versi ini, hutan yang dibuka para Pandawa bukan bernama Kandawaprastha, melainkan bernama Wanamarta. Versi Jawa mengisahkan, setelah sayembara Dropadi, para Pandawa tidak kembali ke Hastinapura melainkan menuju kerajaan Wirata, tempat kerabat mereka yang bernama Prabu Matsyapati berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan Wanamarta dihuni oleh berbagai makhluk halus, (Suhardi dan Sudirga, 2015:123).
Pekerjaan Pandawa dalam membuka hutan tersebut mengalami banyak rintangan. Akhirnya setelah melalui suatu percakapan, para makhluk halus merelakan Wanamarta kepada para Pandawa. Prabu Yudhistira kemudian memindahkan istana Amarta dari alam jin ke alam nyata untuk dihuni para Pandawa. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa. Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat adiknya. Untuk mengenang dan menghormati raja jin yang telah memberinya istana, Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudhistira.
Setelah menjadi Raja Amarta, Puntadewa atau Yudhistira berusaha keras untuk memakmurkan negaranya. Konon terdengar berita bahwa barang siapa yang dapat menikahi puteri Kerajaan Slagahima yang bernama Dewi Kuntulwinanten, maka negeri tempat ia tinggal akan menjadi makmur dan sejahtera. Puntadewa sendiri telah memutuskan untuk memiliki seorang istri saja. Namun karena Dropadi mengizinkannya menikah lagi demi ke- makmuran negara, maka ia pun berangkat menuju Kerajaan Slagahima. Di istana Slagahima telah berkumpul sekian banyak raja dan pangeran yang datang melamar Kuntulwinanten. Namun sang puteri hanya sudi menikah dengan seseorang yang berhati suci, dan ia menemukan kriteria itu dalam diri Puntadewa. Kemudian Kuntulwinanten tiba-tiba musnah dan menyatu ke dalam diri Puntadewa. Sebenarnya Kuntulwinanten bukan manusia asli, melainkan wujud penjelmaan anugerah dewata untuk seorang raja adil yang hanya memikirkan kesejahteraan negaranya (Subramanyam, 2007).
Dari cerita di atas, kita dapat melihat bahwa Yudhistira adalah seorang pemimpin yang mengutamakan kepentingan umum. Yudhistira merupakan salah satu dari sedikit Raja yang mendapatkan gelar Maharaja, yaitu rajanya para raja. Gelar ini diperoleh setelah saudaranya, Bima, berhasil menaklukan Maharaja Jasaranda dalam duel sengit. Yudhistira dapat dikatakan jarang ikut turun dalam medan laga dibanding saudara-saudaranya, namun kemampuannya dalam memimpin pemerintahan tidak diragukan lagi. Indraprasta kerajaan yang dipimpinnya (setelah Destarata membagi Hastinapura menjadi dua bagian untuk Pandawa dan Kurawa), menjadi negeri yang melimpah kekayaannya. Yudhistira memiliki kemampuan, pemikiran, dan perencanaan yang sangat baik dalam membangun pemerintahan maupun strategi perang. Yudhistira juga seorang yang berpikir singkat namun pemikirannya tersebut memiliki efek jangka panjang. Hal ini tak lepas dari segala pengetahuan yang sangat luas yang dimiliki olehnya, (Suhardi dan Sudirga, 2015:124).
Umat Hindu Di Pura Aditya Jaya rawamangun |
Dengan demikian, Yudhistira menjadi putera sulung Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan. Sifat Dharma itulah yang kemudian diwarisi oleh Yudhistira sepanjang hidupnya. Yudhistira alias Dharmawangsa, merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia adalah yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putra Pandu. Nama Yudhistira dalam bahasa Sanskerta bermakna “teguh atau kokoh dalam peperangan.” Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna “Raja Dharma,” karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidup-nya. Delapan nama Yudhistira atau julukan yang dikenal dalam cerita Mahǎbhǎrata adalah sebagai berikut:
- Ajatasatru, yaitu tidak memiliki musuh.
- Bharata, ialah keturunan Maharaja Bharata.
- Dharmawangsa atau Dharmaputra, “keturunan Dewa Dharma.”
- Kurumukhya, “pemuka bangsa Kuru.”
- Kurunandana, “kesayangan Dinasti Kuru, (Suhardi dan Sudirga, 2015:122).
- Kurupati, “raja Dinasti Kuru.”
- Pandawa, “putra Pandu”.
- Partha, “putra Prita atau Kunti”
Selain delapan nama julukan tersebut, ada empat nama julukan yang dikenal dalam cerita pewayangan antara lain:
- Puntadewa, “derajat keluhurannya setara para dewa,”
- Yudhistira, “pandai memerangi nafsu pribadi,”
- Gunatalikrama, “pandai bertutur bahasa,”
- Samiaji, “menghormati orang lain bagai diri sendiri.”
Selanjutnya, terjadi pernikahan antara Pandawa dengan Drupadi. Setelah itu para Pandawa kembali ke Hastinapura dan memperoleh sambutan luar biasa, kecuali dari pihak Duryodana. Persaingan antara Pandawa dan Korawa atas tahta Hastinapura kembali terjadi. Para sesepuh akhirnya sepakat untuk memberi Pandawa sebagian dari wilayah kerajaan tersebut. Korawa yang licik mendapatkan Istana Hastinapura, sedangkan Pandawa mendapatkan hutan Kandawaprastha sebagai tempat untuk membangun istana baru.
Meskipun daerah tersebut sangat gersang dan angker, namun para Pandawa mau menerima wilayah tersebut. Selain wilayahnya yang luas hampir setengah wilayah Kerajaan Kuru, Kandawaprastha juga merupakan ibu kota Kerajaan Kuru yang dulu, sebelum Hastinapura. Para Pandawa dibantu sepupu mereka, yaitu Kresna dan Baladewa berhasil membuka Kandawaprastha menjadi pe- mukiman baru.
Para Pandawa kemudian memperoleh bantuan dari Wiswakarma, yaitu ahli bangunan dari kahyangan, dan juga Anggaraparna dari Bangsa Gandharwa. Dengan bantuan tersebut, sehingga terciptalah sebuah istana megah dan indah bernama Indraprastha, yang bermakna “Kota Dewa Indra”. Dalam versi pewayangan Jawa, nama Indraprastha lebih terkenal dengan sebutan Kerajaan Amarta. Menurut versi ini, hutan yang dibuka para Pandawa bukan bernama Kandawaprastha, melainkan bernama Wanamarta. Versi Jawa mengisahkan, setelah sayembara Dropadi, para Pandawa tidak kembali ke Hastinapura melainkan menuju kerajaan Wirata, tempat kerabat mereka yang bernama Prabu Matsyapati berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru. Hutan Wanamarta dihuni oleh berbagai makhluk halus, (Suhardi dan Sudirga, 2015:123).
Pekerjaan Pandawa dalam membuka hutan tersebut mengalami banyak rintangan. Akhirnya setelah melalui suatu percakapan, para makhluk halus merelakan Wanamarta kepada para Pandawa. Prabu Yudhistira kemudian memindahkan istana Amarta dari alam jin ke alam nyata untuk dihuni para Pandawa. Setelah itu, ia dan keempat adiknya menghilang. Salah satu versi menyebut kelimanya masing-masing menyatu ke dalam diri lima Pandawa. Puntadewa kemudian menjadi Raja Amarta setelah didesak dan dipaksa oleh keempat adiknya. Untuk mengenang dan menghormati raja jin yang telah memberinya istana, Puntadewa pun memakai gelar Prabu Yudhistira.
Setelah menjadi Raja Amarta, Puntadewa atau Yudhistira berusaha keras untuk memakmurkan negaranya. Konon terdengar berita bahwa barang siapa yang dapat menikahi puteri Kerajaan Slagahima yang bernama Dewi Kuntulwinanten, maka negeri tempat ia tinggal akan menjadi makmur dan sejahtera. Puntadewa sendiri telah memutuskan untuk memiliki seorang istri saja. Namun karena Dropadi mengizinkannya menikah lagi demi ke- makmuran negara, maka ia pun berangkat menuju Kerajaan Slagahima. Di istana Slagahima telah berkumpul sekian banyak raja dan pangeran yang datang melamar Kuntulwinanten. Namun sang puteri hanya sudi menikah dengan seseorang yang berhati suci, dan ia menemukan kriteria itu dalam diri Puntadewa. Kemudian Kuntulwinanten tiba-tiba musnah dan menyatu ke dalam diri Puntadewa. Sebenarnya Kuntulwinanten bukan manusia asli, melainkan wujud penjelmaan anugerah dewata untuk seorang raja adil yang hanya memikirkan kesejahteraan negaranya (Subramanyam, 2007).
Dari cerita di atas, kita dapat melihat bahwa Yudhistira adalah seorang pemimpin yang mengutamakan kepentingan umum. Yudhistira merupakan salah satu dari sedikit Raja yang mendapatkan gelar Maharaja, yaitu rajanya para raja. Gelar ini diperoleh setelah saudaranya, Bima, berhasil menaklukan Maharaja Jasaranda dalam duel sengit. Yudhistira dapat dikatakan jarang ikut turun dalam medan laga dibanding saudara-saudaranya, namun kemampuannya dalam memimpin pemerintahan tidak diragukan lagi. Indraprasta kerajaan yang dipimpinnya (setelah Destarata membagi Hastinapura menjadi dua bagian untuk Pandawa dan Kurawa), menjadi negeri yang melimpah kekayaannya. Yudhistira memiliki kemampuan, pemikiran, dan perencanaan yang sangat baik dalam membangun pemerintahan maupun strategi perang. Yudhistira juga seorang yang berpikir singkat namun pemikirannya tersebut memiliki efek jangka panjang. Hal ini tak lepas dari segala pengetahuan yang sangat luas yang dimiliki olehnya, (Suhardi dan Sudirga, 2015:124).
Referensi:
Suhardi, Untung dan Sudirga, Ida Bagus. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas IX (Cetakan Ke-1, 2015). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
0 Response to "Contoh Kepemimpinan yang Baik Dalam Ajaran Hindu"
Post a Comment