Hubungan Dharmaṡāstra dengan Manawa Dharmaṡāstra
Wednesday, March 13, 2019
Add Comment
MUTIARAHINDU -- Manawa Dharmasastra adalah sebuah kitab Dharmasastra yang dihimpun dengan bentuk yang sistematis oleh Bhagawan Bhrigu, salah seorang penganut ajaran Manu, dan beliau pula salah seorang Sapta Rsi. Kitab ini dianggap paling penting bagi masyarakat Hindu dan dikenal sebagai salah satu dari kitab Sad Wedangga. Wedangga adalah kitab yang merupakan batang tubuh Veda yang tidak dapat dipisahkan dengan Veda Sruti dan Veda Smrti. Penafsiran terhadap pasal-pasal Manawa Dharmaṡāstra telah dimulai sejak tahun 120 M dipelopori oleh Kullukabhatta dan Medhiti di tahun 825 M. Kemudian beberapa Maha Rsi memasyarakatkan tafsir-tafsir Manawa Dharmasastra menurut versinya masing-masing sehingga menumbuhkan beberapa aliran Hukum Hindu, misalnya: Yajnawalkya, Mitaksara, dan Dayabhaga.
Baca: Pengertian Manawa Dharmaṡāstra sebagai Kitab Hukum Hindu dan Alasannya Penting Dipelajari
Foto: Mutiarahindu.com |
Baca: Pengertian Manawa Dharmaṡāstra sebagai Kitab Hukum Hindu dan Alasannya Penting Dipelajari
Para Maha Rsi yang melakukan penafsiran-penafsiran pada Manawa Dharmaṡāstra menyesuaikan dengan tradisi dan kondisi setempat. Aliran yang berkembang di Indonesia adalah Mitaksara dan Dayabhaga. Di zaman Majapahit, Manawa Dharmaṡāstra lebih populer disebut sebagai Manupadesa. Proses penyesuaian kaidah-kaidah hukum Hindu nampaknya berjalan terus hingga abad ke-12 dipelopori oleh tokoh-tokoh suci: Wiswarupa, Balakrida, Wijnaneswara, dan Apararka. Dua tokoh pemikir Hindu, yaitu Sankhalikhita dan Wikhana berpandangan bahwa Manawa Dharmaṡāstra adalah ajaran dharma yang khas untuk zaman Krtayuga, sedangkan sekarang adalah zaman Kaliyuga. Keduanya mengelompokkan Dharmaṡāstra yang dipandang sesuai dengan zaman masing-masing, yaitu seperti di bawah ini.
- Manu; Manawa Dharmaṡāstra sesuai untuk zaman Krta Yuga
- Gautama; Manawa Dharmaṡāstra sesuai untuk zaman Treta Yuga
- Samkhalikhita; Manawa Dharmaṡāstra sesuai untuk zaman Dwapara Yuga
- Parasara; Manawa Dharmaṡāstra sesuai untuk zaman Kali Yuga
Dari temuan-temuan di atas dapatlah disimpulkan bahwa ajaran Manu atau Manawa Dharmaṡāstra tidaklah dapat diaplikasikan begitu saja tanpa mempertimbangkan kondisi, waktu, dan tempat (desa-kala-patra). Di Indonesia, reformasi tentang Hukum Hindu telah dilakukan di zaman Majapahit dengan menghasilkan produk-produk hukum lainnya seperti: Sarasamuscaya, Syara Jamba, Siwa Sasana, Purwadigama, Purwagama, Dewagama, Kutaramanawa, Adigama, Krta Sima, Paswara, dll, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:76).
Kutaramanawa yang disusun pada puncak kejayaan Majapahit menjadi acuan pokok terbentuknya Hukum Adat di Indonesia, karena penguasa Majapahit berkepentingan menjaga tertib hukum di kawasan Nusantara. Zaman terus beredar dan peradaban manusia meningkat dengan segala aspeknya. Pada tahun 1951 Raad Kerta atau Lembaga Peradilan Agama Hindu (di Bali) dihapuskan. Ditinjau dari segi kehidupan beragama, penghapusan Raad Kerta merupakan kemunduran yang serius karena pada kehidupan sehari-hari umat Hindu di Bali bersandar pada hukum-hukum agama Hindu, namun bila terjadi sengketa/ perkara Pemerintah RI menyediakan lembaga Hukum Peradilan Perdata/Pidana yang mengacu pada sumber hukum Eropa (Belanda) dan Yurisprudensi.
Sampai abad ke-21 (tahun 2013) umat Hindu di Bali (Indonesia) menginginkan adanya Lembaga Peradilan Agama Hindu yang dapat memutuskan kemelut perbedaan pendapat dan tingkah laku dalam melaksanakan kehidupan beragama. Kebutuhan ini dipandang mendesak agar terwujud kedamaian dan keamanan individu. Sampai saat ini nampaknya keinginan itu hanya sebatas wacana saja karena belum ada upaya-upaya riil dari lembaga-lembaga terkait untuk menyusun tatanan organisasi dan acuan hukum bagi suatu lembaga peradilan belum dapat diwujudkan. Mungkinkah semuanya itu hanya sebatas wacana yang berkembang ke publik untuk melegakan hati umat yang diklaim minoritas?
Kitab Dharmasastra yang memuat bidang hukum Hindu tertua dan sebagai sumber hukum Hindu yang paling terkenal adalah Manawa Dharmasastra. Berbagai bidang hukum Hindu yang termuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra antara lain sebagai berikut.
1. Bidang Hukum Keagamaan
Bidang hukum ini banyak memuat ajaran-ajaran yang mengatur tentang tata cara keagamaan yaitu menyangkut tentang beberapa hal seperti berikut ini.
a. Bahwa semua alam semesta ini diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut rta atau dharma.
b. Ajaran-ajaran yang diturunkan bersifat anjuran dan larangan yang semuanya mengandung konsekuensi atau akibat (sanksi)
c. Tiap-tiap ajaran mengandung sifat relatif yaitu dapat disesuaikan dengan zaman atau waktu dan di mana tempat dan kedudukan hukum itu dilaksanakan, dan absolut berarti mengikat dan wajib hukumnya dilaksanakan.
d. Pengertian warna dharma berdasarkan pengertian golongan fungsional, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:77).
2. Bidang Hukum Kemasyarakatan
Bidang hukum ini banyak memuat tentang aturan atau tata-cara hidup bermasyarakat (sosial). Dalam bidang ini banyak diatur tentang konsekuensi atau akibat dari sebuah pelanggaran, kalau kita telusuri lebih jauh saat ini lebih dikenal dengan hukum perdata dan pidana. Lembaga yang memegang peranan penting yang mengurusi tata kemasyarakatan adalah Badan Legislatif menurut Hukum Hindu adalah Parisadha. Lembaga ini dapat membantu menyelesaikan masalah dengan cara pendekatan perdamaian sebelum nantinya kalau tidak memungkinkan masuk ke pengadilan.
3. Bidang Hukum Tata Kenegaraan
Bidang ini banyak memuat tentang tata-cara bernegara, di mana terjalinnya hubungan warga masyarakat dengan negara sebagai pengatur tata pemerintahan yang juga menyangkut hubungan dengan bidang keagamaan. Di samping sistem pembagian wilayah administrasi dalam suatu negara, Hukum Hindu ini juga mengatur sistem masyarakat menjadi kelompok – kelompok hukum yang disebut Warna, Kula, Gotra, Ghana, Puga, dan Sreni. Pembagian ini tidak bersifat kaku karena dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Baca: Sumber-sumber Hukum Hindu Menurut Sejarah, Dalam Arti Sosiologi, Formal, Filsafat
Baca: Sumber-sumber Hukum Hindu Menurut Sejarah, Dalam Arti Sosiologi, Formal, Filsafat
Kekuasaan Yudikatif menurut kitab ini diletakkan pada tangan seorang raja atau kepala negara, beliau bertugas memutuskan semua perkara yang timbul pada masyarakat, Raja dibantu oleh Dewan Brahmana yang merupakan Majelis Hakim Ahli, baik sebagai lembaga yang berdiri sendiri maupun sebagai pembantu pemerintah di dalam memutuskan perkara dalam sidang pengadilan (dharma sabha), pengadilan biasa (dharmaastha), pengadilan tinggi (pradiwaka) dan pengadilan istimewa.
Adapun pengaruh Hukum Hindu sampai ke Indonesia pada zaman Majapahit tetapi sudah dilakukan penyesuaian atau reformasi Hukum Hindu, yaitu dipakai sebagai sumber yang berisikan ajaran – ajaran pokok Hindu yang khususnya memuat dasar-dasar umum Hukum Hindu, yang kemudian dikembangkan menjadi sumber ajaran Dharma bagi masyarakat Hindu di masa penyebaran agama Hindu ke seluruh pelosok negeri ini. Bersamaan dengan penyebaran Hindu ke seluruh pelosok negeri ini diturunkanlah dalam bentuk terjemahan-terjemahan dalam bahasa Jawa Kuno yang isinya juga memuat undang–undang yang mengatur praja wilayah Nusantara. Adapun aliran yang mempengaruhi Hukum Hindu di Indonesia yang paling dominan adalah Mithaksara dan Dayabhaga, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:78).
Sumber hukum tata negara dan tata praja serta hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah sebagian besar merupakan hukum yang bersumber pada ajaran Manawa Dharmaṡāstra. Hal ini kemudian dikenal sebagai kebiasaan-kebiasaan atau hukum adat seperti yang berkembang di Indonesia dan khususnya dapat dilihat pada hukum adat di Bali.
Istilah –istilah wilayah hukum dalam rangka tata laksana administrasi hukum dapat dilihat pada desa praja adalah administrasi terkecil dan bersifat otonomi dan inilah yang diterapkan pada zaman Majapahit terbukti dengan adanya sesanti, sesana dengan prasasti – prasasti yang dapat ditemukan di berbagai daerah di seluruh Nusantara. Lebih luas lagi wilayah yang mengaturnya dinamakan krama, dan daerah khusus ibu-kota sebagai daerah istimewa tempat administrasi tata pemerintahan disebut pura, penggabungan atas pengaturan semua wilayah ini dinamakan dengan istilah negara atau rastra. Maka dari itu hampir semua tatanan kenegaraan yang digunakan sekarang ini bersumber pada hukum Hindu.
Demikian hukum Hindu (Dharmaṡāstra) dituliskan secara utuh dalam kitab Manawa Dharmasastra yang selanjutnya digunakan sebagai sumber hukum Hindu guna menata umat Hindu mewujudkan moksartham jagadhita ya ca iti dharma (sejahtera dan bahagia) lahir batin, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:79).
Perenungan (Manawa Dharmasastra II.14)
"Šruti dvaidhaṁ tu yatra syāt tatra dharmāvubhau smrtau, ubhāvapi hi tau dharmau samyag uktau maniṣibhiá".
Terjemahannya:
"Jika dalam dua kitab suci ada perbedaan, keduanya dianggap sebagai hukum, karena keduanya memiliki otoritas kebajikan yang sepadan".
Referensi
Mudana dan Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti : Buku Siswa / Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.vi, 190 hlm.; 25 cm
Untuk SMA/SMK Kelas XI
Kontributor Naskah : I Nengah Mudana dan I Gusti Ngurah Dwaja.
Penelaah : I Wayan Paramartha. – I Made Sutrisna.
Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud
Cetakan Ke-1, 2014
0 Response to "Hubungan Dharmaṡāstra dengan Manawa Dharmaṡāstra"
Post a Comment