Pandangan Hindu Mengenai Kehamilan dan Kelahiran


MUTIARAHINDU -- Pernikahan menyatuhkan seorang pria dan wanita dan meraka memulai sebuah hidup baru dimana mereka saling melengkapi. Hindu percaya bahwa baik pria maupun wanita tidaklah lengkap. Bersama-sama mereka menciptkan gambar yang utuh. Ini adalah langkah pertama dalam membentuk keluarga.

Tujuan terpenting dari pernikahan adalah untuk menghasilkan anak-anak. Setiap pasangan ingin memiliki anak-anak yang cakap, sehat, cerdas, yang memiliki nilai-nilai moral yang tinggi dan memberi kebanggaan dan kebahagiaan (Bhalla, 2010 : 159).

Merupakan hal yang alami bila pria dan wanita intim secara fisik, pada saat tertentu sang wanita akan mengandung dan melahirkan anak. Tetapi tidak semua anak memiliki kualitas yang diinginkan orang tuanya.

Kehamilan dan Kelahiran dalam Hindu
Foto: Caturyudiantara
Dipercaya bahwa bila seorang pria dan wanita menginginkan seorang anak yang cakap itu harus direncanakan dengan baik.

Perencanaan tidak hanya menyangkut tentang waktu yang tepat saat pasangan tersebut sudah siap untuk memiliki anak, tetapi juga keselarasan fisik dan emosi antara keduanya.

Keduanya harus mencita-ciatakan sebuah keluarga bahagia. Keselarasan emosi inni akan menurun pada anak. Adalah karena alasan ini Hindu mennnyebut putra sebagai atmaj dan seorang putri sebagai admaja,  yang mana keduanya berasal dari kata atma (jiwa) atau diri. Baik putra maupun putri berhubungan dengan diri.

Dalam Smriti Sangrah ada sebuah referensi mengenai kehamilan yang berbunyi demikian:

“Sebuah penyatuan yang direncanakan pada pasangan, akan memastikan kehamilan yang pantas sehingga akan menghasilkan anak yang cakap. Kualitas-kualitas negative dalam semen dan ovum akan menjadi tidak efektif. Sebuah kehamilan yang baik adalah hasil dari pengertian dan perencanaan mutual”.

Penelitian medis telah menyatakan bahwa keadaan mental pria dan wanita saat melakukan hubungan intim mempengaruhi karakteristik yang dibawa melalui semen dan ovum. Seorang anak merupakan cerminan dari ikatan emosional ayah dan ibunya, (Bhalla, 2010 : 160).
Dalam Sushrat Samhita, Sharir, 2/46/50, dikatakan:

“Tergantung pada diet, temperamen, dan kelakuan pria dan wanita saat melakukan hubungan intim, putra yang terlahir dari penyatuan seperto itu juga akan memiliki temperamen yang sama”.

Dewa Dhanvantri mengatakan bahwa tergantung pada jenis pria yang bagaimana yang diinginkan wanita saat melakukan hubungan intim di antara siklus menstruasi, ia akan dianugerahi dengan seorang putra.

Bila seorang putra ingin agar anaknya cakap seperti suaminya. Atau gagah berani seperti Abhimanyu, ia harus membayangkan mereka.

Bila ia ingin anaknya berbakti seperti Dhruva, atau memiliki pengetahuan jiwa seperti Janak atau murah hati seperti Karan, ia harus melihat gambar-gambar orang-orang hebat ini.

Dengan pikiran murni ia harus memikirkan mereka dan melakukan hubungan intim pada saat yang tepat. Cipercaya bahwa saat yang paling tepat untuk melakukan hubungan intim adalah antara jam 12 malam sampai jam 3 pagi. Seorang anak dihasilkan pada waktu ini akan menjadi anak religious dan berbakti kepada Brahman.

Berseberangan dengan banyak keyakinan, dalam jalan hidup Hindu, hubungan seksual antara pasangan dianggap sebagai sebuah tanggung jawab suci. Pasangan harus memikirkan Dewa dan Dewi pujaan mereka serta meminta anugrah mereka. Dengan demikian, mereka akan dianugerahi anak-anak yang baik Bhalla, 2010 : 161).

Dalam Brihadaranyak, 6/4/21, disarankan bahwa sebelum melakukan hubungan intim dengan tujuan untuk memperoleh kehamilan, Brahmin, Kshatriya dan Vaishya harus membaca mantra:

“Wahai Dewa Siniwali! Wahai Dewi Prathustuka yang berbokong besar! Anugerahilah wanita ini agar ia bisa mengandung. Semoga kehamilannya disucikan oleh kedua Ashvani Kumar dan dihiasi dengan rangkaian bunga teratai”.

Agar dapat dianugrahi dengan anak-anak baik, beberapa larangan juga harus diterapkan dalam hubungan fisik antara pasangan. Sebagai contoh, seorang tidak boleh melakukan hubungan intim saat ia tidak bersih atau selama siklus mestruasi.

Juga dikatakan bahwa melakukan hubungan intim di pagi hari atau sore hari tidaklah baik. Juga dianjurkan agar seseorang tidak mengandung pada saat khawatir, takut, marah, dan dalam keadaan mental yang tidak stabil. Anak-anak yang dikandung pada keadaan yang disebutkan di atas akan memiliki watak dan kebiasaan yang buruk.

Raksasa Hiranyakashipu, putra Kashyap dan istrinya Diti, terlahir sebagai raksasa karena ia dikandung pada sore hari. Hubungan  fisik juga dilarang pada saat hari-hari shraddh, saat upacara religious dilaksanakan atau pada saat maam muda Bhalla, 2010 : 162).

Hubungan seksual yang baik merupakan sesuatu yang penting dalam jalan hidup Hindu. Dalam Bhagavad Gita 7.11 dijelaskan:

“Balam Balavatam Caham Kama-Raga-Vivarjitam Dharmaviruddho bhutesu kamo ‘smi bharatarsabha”

Artinya:

“Aku juga adalah kekuatan dari orang-orang perkasa, bebas dari nafsu dan keinginan. Dan, wahai yang terbaik dalam keturunan bangsa Bharata, Aku adalah hawa nafsu yang ada dalam diri setiap makhluk yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip suci".

Referensi

Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Bhalla. Prem P. 2010. Tata Cara, Ritual dan Tradisi Hindu (Editor: I Ketut Donder/ Alih Bahasa: Diah Sri Pandewi). Surabaya: Paramita.

0 Response to "Pandangan Hindu Mengenai Kehamilan dan Kelahiran"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel