Pandangan Hindu Mengenai Kehamilan dan Kelahiran
Friday, June 15, 2018
Add Comment
MUTIARAHINDU -- Pernikahan menyatuhkan
seorang pria dan wanita dan meraka memulai sebuah hidup baru dimana mereka
saling melengkapi. Hindu percaya bahwa baik pria maupun wanita tidaklah
lengkap. Bersama-sama mereka menciptkan gambar yang utuh. Ini adalah langkah
pertama dalam membentuk keluarga.
Tujuan terpenting dari
pernikahan adalah untuk menghasilkan anak-anak. Setiap pasangan ingin memiliki
anak-anak yang cakap, sehat, cerdas, yang memiliki nilai-nilai moral yang
tinggi dan memberi kebanggaan dan kebahagiaan (Bhalla, 2010 : 159).
Merupakan hal yang
alami bila pria dan wanita intim secara fisik, pada saat tertentu sang wanita
akan mengandung dan melahirkan anak. Tetapi tidak semua anak memiliki kualitas
yang diinginkan orang tuanya.
Foto: Caturyudiantara |
Dipercaya bahwa bila
seorang pria dan wanita menginginkan seorang anak yang cakap itu harus
direncanakan dengan baik.
Perencanaan tidak hanya
menyangkut tentang waktu yang tepat saat pasangan tersebut sudah siap untuk
memiliki anak, tetapi juga keselarasan fisik dan emosi antara keduanya.
Keduanya harus
mencita-ciatakan sebuah keluarga bahagia. Keselarasan emosi inni akan menurun
pada anak. Adalah karena alasan ini Hindu mennnyebut putra sebagai atmaj dan seorang putri sebagai admaja, yang mana keduanya berasal dari kata atma
(jiwa) atau diri. Baik putra maupun putri berhubungan dengan diri.
Dalam Smriti Sangrah
ada sebuah referensi mengenai kehamilan yang berbunyi demikian:
“Sebuah penyatuan yang
direncanakan pada pasangan, akan memastikan kehamilan yang pantas sehingga akan
menghasilkan anak yang cakap. Kualitas-kualitas negative dalam semen dan ovum
akan menjadi tidak efektif. Sebuah kehamilan yang baik adalah hasil dari
pengertian dan perencanaan mutual”.
Penelitian medis telah
menyatakan bahwa keadaan mental pria dan wanita saat melakukan hubungan intim
mempengaruhi karakteristik yang dibawa melalui semen dan ovum. Seorang anak
merupakan cerminan dari ikatan emosional ayah dan ibunya, (Bhalla, 2010 : 160).
Dalam Sushrat Samhita,
Sharir, 2/46/50, dikatakan:
“Tergantung pada diet,
temperamen, dan kelakuan pria dan wanita saat melakukan hubungan intim, putra
yang terlahir dari penyatuan seperto itu juga akan memiliki temperamen yang
sama”.
Dewa Dhanvantri
mengatakan bahwa tergantung pada jenis pria yang bagaimana yang diinginkan
wanita saat melakukan hubungan intim di antara siklus menstruasi, ia akan
dianugerahi dengan seorang putra.
Bila seorang putra
ingin agar anaknya cakap seperti suaminya. Atau gagah berani seperti Abhimanyu,
ia harus membayangkan mereka.
Bila ia ingin anaknya
berbakti seperti Dhruva, atau memiliki pengetahuan jiwa seperti Janak atau
murah hati seperti Karan, ia harus melihat gambar-gambar orang-orang hebat ini.
Dengan pikiran murni ia
harus memikirkan mereka dan melakukan hubungan intim pada saat yang tepat. Cipercaya
bahwa saat yang paling tepat untuk melakukan hubungan intim adalah antara jam
12 malam sampai jam 3 pagi. Seorang anak dihasilkan pada waktu ini akan menjadi
anak religious dan berbakti kepada Brahman.
Berseberangan dengan
banyak keyakinan, dalam jalan hidup Hindu, hubungan seksual antara pasangan
dianggap sebagai sebuah tanggung jawab suci. Pasangan harus memikirkan Dewa dan
Dewi pujaan mereka serta meminta anugrah mereka. Dengan demikian, mereka akan
dianugerahi anak-anak yang baik Bhalla, 2010 : 161).
Dalam Brihadaranyak,
6/4/21, disarankan bahwa sebelum melakukan hubungan intim dengan tujuan untuk
memperoleh kehamilan, Brahmin, Kshatriya dan Vaishya harus membaca mantra:
“Wahai Dewa Siniwali! Wahai
Dewi Prathustuka yang berbokong besar! Anugerahilah wanita ini agar ia bisa
mengandung. Semoga kehamilannya disucikan oleh kedua Ashvani Kumar dan dihiasi
dengan rangkaian bunga teratai”.
Agar dapat dianugrahi
dengan anak-anak baik, beberapa larangan juga harus diterapkan dalam hubungan
fisik antara pasangan. Sebagai contoh, seorang tidak boleh melakukan hubungan
intim saat ia tidak bersih atau selama siklus mestruasi.
Juga dikatakan bahwa
melakukan hubungan intim di pagi hari atau sore hari tidaklah baik. Juga dianjurkan
agar seseorang tidak mengandung pada saat khawatir, takut, marah, dan dalam
keadaan mental yang tidak stabil. Anak-anak yang dikandung pada keadaan yang
disebutkan di atas akan memiliki watak dan kebiasaan yang buruk.
Raksasa Hiranyakashipu,
putra Kashyap dan istrinya Diti, terlahir sebagai raksasa karena ia dikandung
pada sore hari. Hubungan fisik juga
dilarang pada saat hari-hari shraddh, saat upacara religious dilaksanakan atau
pada saat maam muda Bhalla, 2010 : 162).
Hubungan seksual yang
baik merupakan sesuatu yang penting dalam jalan hidup Hindu. Dalam Bhagavad
Gita 7.11 dijelaskan:
“Balam Balavatam Caham
Kama-Raga-Vivarjitam Dharmaviruddho bhutesu kamo ‘smi bharatarsabha”
Artinya:
“Aku juga adalah
kekuatan dari orang-orang perkasa, bebas dari nafsu dan keinginan. Dan, wahai
yang terbaik dalam keturunan bangsa Bharata, Aku adalah hawa nafsu yang ada
dalam diri setiap makhluk yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip suci".
Referensi
Darmayasa. 2014.
Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Bhalla. Prem P. 2010.
Tata Cara, Ritual dan Tradisi Hindu (Editor: I Ketut Donder/ Alih Bahasa: Diah
Sri Pandewi). Surabaya: Paramita.
0 Response to "Pandangan Hindu Mengenai Kehamilan dan Kelahiran"
Post a Comment