Pengertian, Tugas dan Syarat Menjadi Seorang Pemangku atau Pinandita
Saturday, February 24, 2018
2 Comments
MUTIARAHINDU -- Pemangku atau Pinandita memiliki peran yang sangat penting dalam upacara agama Hindu karena memiliki tugas untuk melaksanakan upacara. Pemangku pada umumnya hanya diperbolehkan untuk memimpin upacara dalam skalah kecil. Pemangku merupakan orang suci umat Hindu tingkat Ekajati yaitu terlahir hanya satu kali.
Foto: Mutiarahindu.com |
Pengertian Pemangku dan Pinandita
Pemangku atau lebih dikenal dengan nama Pinandita merupakan rohaniawan atau orang suci Hindu yang telah melewati tahap penyucian dan memiliki wewenang untuk memimpin upacara agama. Secara Etimologi, Pemangku asal katanya “Pangku” yang disamakan artinya dengan Nampa, Memikul beban tanggung jawab atau Menyangga. Jadi Pemangku adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk melayani dan juga sebagai perantara masyarakat dengan Sang Hyang Widhi Wasa atau leluhur.
Sedangkan Pinadita, dasar katanya adalah pandita mendapat sisipan ”in”, yang artinya di. Jadi pengertian pinandita disini ialah seseorang yang dianggap sebagai wakil pandita. Hal ini sesuai dengan keputusan PHDI dalam Maha Sabha II tahun 1968 yang mengatakan bahwa Pemangku atau Pinandita memiliki tugas sebagai pembantu yang mewakili Pendeta (Pandita). Pinandita meruapak istila resmi Pemangku dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia).
Seseorang dikataakan sebagai pemangku jika telah melalui upacara yang disebut dengan Pawintenana. Pawintenan berasal dari kata winten, yang dapat diartikan dengan inten (berlian), permata bercahaya. Pawintenan atau mawinten mengandung arti melaksanakan suatu upacara untuk mendapatkan sinar (cahaya) terang dari sang hyang widhi wasa, supaya dapat mengerti, mengetahui, serta menghayati ajaran pustaka suci veda tanpa aral melintang. (Agus Pujayana. 2017: 4)
Syarat Pemangku atau Pinandita Bisa Di Winten
Untuk menjadi seorang Pemangku atau Pinandita, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat menjadi pemangku seperti dikutip dari buku Dasar-Dasar Kepemangkuan adalah sebagai berikut:
- Orang yang memiliki jiwa pengabdian yang tulus ikhlas, berbudhi luhur, bermoral baik, memiliki mental yang tinggi serta memiliki jiwa yang tulus untuk selalu siap bekerja (ngayah) tanpa mengharapkan imbalan.
- Orang yang sehat secara jasmaniah dan sehat rokhaniah, tidak cacat secara fisik, seperti tuli, bisu dan sakit-sakitan.
Selain syarat diatas dikatakan juga bahwa orang yang akan dipilih menjadi pemangku atau pinandita harus terbebas dari tujuh prilaku kegelapan atau kemabukan yang disebut dengan Sapta Timira. Sapta Timira berasal dari dua kata yaitu Sapta artinya Tujuh, dan Timira yang artinya kegelapan. Ada pun ketujuh kegelapan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Dhana adalah sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh kekayaannya.
- Guna adalah sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh kepandaiannya.
- Kasuran sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh kemenangan atau keberanianynya.
- Kulina sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh keturunan atau kebangsawanan.
- Sura sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh minuman keras seperti arak, bir, tuak, narkoba dan minuman alcohol lainya.
- Surupa sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh keindahan rupanya, misalnya karena dia terlalu tampan dan cantik.
- Yowana sifat manusia yang cenderung mabuk karena kegelapan pikiran akibat pengaruh keremajaan atau karena dia masih mudah-usianya. (Kondra. 2015: 144)
Orang yang memiliki sifat-sifat diatas tidak pantas untuk ditujuk menjadi seorang pemangku. Sebab seseorang yang pantas menjadi pemangku atau pinandita adalah mereka yang telah mencapai keadaan rokhani dan bebas dari kemabukan atau mahardhika, yaitu bebas dari kemabukan, bijaksana, suci dan berbudi luhur.
Tugas Dan Kewajiban serta Wewenang Pemangku atau Pinandita
Ketika seseorang telah ditunjuk menjadi Pemangku, tentunya tugas dan kewajibannya menjadi berubah. Adapun tugas dan kewajiban serta wewenang pemangku atau Pinandita adalah sebagai berikut:
- Seorang pemangku berkewajiban untuk melaksanakan upacara piodalan (pujawali) Pura tempat dia ditugaskansampai selesai sampai tingkat piodalan pada Pura yang diemongnya
- Jika Pinandita atau Pemangku melaksanakan (menyelesaikan) upacara Panca Yajna diluar Pura yang diemongnya misalnya upacara pujawali dan harus memepergunakan air suci tirtha Sulinggih, maka Pemangku atau Pinandita diperkenankan nganteb banten upacara termaksud pada banten yang menggunakan tirtha Sulinggih (Pandita).
- Pandita atau Pemangku memiliki wewenang melaksanakan sampai selesai upacara rutin di dalam Pura tempat mengabdikan diri dengan cara mepuja (mesa) termasuk mohon tirtha kedahapan Tuhan atau Leluhur yang melinggih di Pura tersebut.
- Pemangku atau Pinandita memiliki wewenang untuk menyelesaikan Caru (Upacara Bhuta Yajna) maksimal sampai pada tingkat panca sata dengan menggunakan tirtha Sulinggih (Pandita).
- Pemangku atau Piandita berwenang melaksanakan upacara Manusia Yajna menggunakan tirtha Sulinggih mulai dari upacara bayi lahir sampai pada otonan.
- Pemangku atau Pinandita berwenang melaksanakan upacara Pitra Yadnya sampai mendem sawa sesuai dengan Catur Dresta yaitu empat acuan pembenaran bervariasi.
Wewenang Pemangku atau Pinandita
Selain tugas dan kewajiban, pemangku atau pinandita juga memiliki wewenang, adapun wewenang dari pemangku atau Pinandita adalah sebagai berikut:
- Seorang Pemangku atau Pinandita memiliki wewenang untuk memimpin atau Nganteb Upakara di Pura yang diemongnya.
- Pemangku atau Pinadita dapat ngeloka pala sraya sampai pada madudus alit, sesuai tingkat pawinten dari pemangku tersebut.
Demikian pengertian dari pemangku atau Pinandita, syarat-syarat menjadi pemangku, Wewenang Pemangku serta Tugas dan Kewajibannya dalam melaksanakan upacara agama Hindu.
Reff:
Suhardana. 2006. Dasar- Dasar Kepemangkuan Suatu Pengantar Dan Bahan Kajian Bagi Generasi Mendatang. Surabaya: Paramita.
Kondra, I Nengah. 2015. Kamus Istilah Dalam Agama Hindu. Bandung: _
Agus Pujayana, I Wayan. 2017. PPT Makalah Mata Kuliah Acara AGama Hindu Orang Suci Agama Hindu (Pandhita dan Pinandita. Jakarta: STAH DNJ
Pemangku tidak boleh memakai Mudra saat nganteb??coba perkaya referensi lagi biar tidak menyesatkan
ReplyDeletesaya tanggapi pernyataan anda: memang benar mangku tidak boleh pakai mudra... kalau anda punya referensi yang menyatakan mangku boleh pakai mudra, silahkan di share
Delete