Cara Mempraktikkan Ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam Agama Hindu
Tuesday, September 18, 2018
Add Comment
MUTIARAHINDU -- Adapaun cara mempraktikan ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra menurut ajaran agama Hindu dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Tantra
Tantra atau yang sering disebut tantrisme adalah ajaran dalam Agama Hindu yang mengandung unsur mistik dan kekuatan gaib. “Tantra adalah bagian dari Saktisme, yaitu pemujaan kepada Ibu Semesta. Dalam proses pemujaannya, para pemuja Sakta tersebut menggunakan mantra, yantra, dan tantra, yoga, dan puja serta melibatkan kekuatan alam semesta dan membangkitkan kekuatan kundalini. Bagaimana praktik ajaran tantra, berikut ini dapat dipaparkan, antara lain;
photo; vajrabuddha |
1. Memuja Shakti
Tantra disebut Saktiisme, karena yang dijadikan obyek persembahannya adalah shakti. Shakti dilukiskan sebagai Devi, sumber kekuatan atau tenaga. Shakti adalah simbol dari bala atau kekuatan ‘Shakti is the symbol of bala or strength’ Pada sisi lain shakti juga disamakan dengan energi atau kala ‘This sakti or energi is also regarded as “Kala” or time’ (Das Gupta, 1955 : 100).
Tantra merupakan ajaran filosofis yang pada umumnya mengajarkan pemujaan kepada shakti sebagai obyek utama pemujaan, dan memandang alam semesta sebagai permainan atau kegiatan rohani dari Shakti dan Siwa. Tantra juga mengacu kepada kitab-kitab yang pada umumnya berhubungan dengan pemujaan kepada Shakti (Ibu Semesta, misalnya Devi Durga, Devi Kali, Parwati, Laksmi, dan sebagainya), sebagai aspek Tuhan Yang Tertinggi dan sangat erat kaitannya dengan praktek spiritual dan bentuk-bentuk ritual pemujaan, yang bertujuan membebaskan seseorang dari kebodohan, dan mencapai pembebasan. Dengan demikian Tantrisme lebih sering didefinisikan sebagai suatu paham kepercayaan yang memusatkan pemujaan pada bentuk shakti yang berisi tentang tata cara upacara keagamaan, filsafat, dan cabang ilmu pengetahuan lainnya, yang ditemukan dalam percakapan antara Deva Siwa dan Devi Parwati, maupun antara Buddha dan Devi Tara.
2. Meyakini Pengalaman Mistis
Tantra bukan merupakan sebuah sistem filsafat yang bersifat padu (koheren), tetapi tantra merupakan akumulasi dari berbagai praktek dan gagasan yang memiliki ciri utama penggunaan ritual, yang ditandai dengan pemanfaatan sesuatu yang bersifat duniawi (mundane). Untuk menggapai dan mencapai sesuatu yang rohani (supra-mundane), serta penyamaan atau pengidentikan antara unsur mikrokosmos dengan unsur makrokosmos perlu diupayakan. Praktisi tantra memanfaatkan prana (energi semesta) yang mengalir di seluruh alam semesta (termasuk dalam badan manusia) untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan itu bisa berupa tujuan material, bisa pula tujuan spiritual, atau gabungan keduanya (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 201).
Para penganut tantra meyakini bahwa pengalaman mistis adalah merupakan suatu keharusan yang menjamin keberhasilan seseorang dalam menekuni tantra. Beberapa jenis tantra membutuhkan kehadiran seorang guru yang mahir untuk membimbing kemajuan siswa tantra.
3. Simbol-Simbol Erotis
Dalam perkembangannya dimana tantra sering menggunakan simbol- simbol material termasuk simbol-simbol erotis. Tantra sering kali diidentikkan dengan ajaran kiri yang mengajarkan pemenuhan nafsu seksual, pembunuhan dan kepuasan makan daging. Padahal beberapa perguruan tantra yang saat ini mempopulerkan diri sebagai tantra putih menjadikan pantangan mabuk-mabukan, makan daging dan hubungan seksual sebagai sadhana dasar dalam meniti jalan tantra.
Beberapa orang Indolog beranggapan bahwa ada hubungan antara Konsep-Devi (Mother- Goddes) yang bukti-buktinya terdapat dalam suatu zeal di Lembah Sindhu (sekarang ada di Pakistan), dengan Konsep Mahanirwana Tantra. Konsep ini berpangkal pada percakapan Devi Parwati dengan Deva Siva yang menguraikan turunnya Devi Durga ke Bumi pada zaman Kali untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku.
4. Penyelamat Dunia Dari Kehancuran
Dalam beberapa sumber Devi Durga juga disebut “Candi”. Dari sinilah pada mulanya muncul istilah “candi” (candikaghra) untuk menamai bangunan suci sebagai tempat memuja Deva dan arwah yang telah suci. Peran Devi Durga dalam menyelamatkan dunia dari kehancuran moral dan perilaku disebut kalimosada. Kalimosada (Kali-maha-usada), yang artinya Devi Durga adalah obat yang paling mujarab dalam zaman kekacauan moral, pikiran dan perilaku; sedangkan misi Beliau turun ke bumi disebut Kalika-Dharma. Seiring pendistorsian ajaran Hindu di Indonesia. Apakah kalimosada ‘Kalimat Syahadat’?
5. Mewarnai kKbudayaan dan Keagamaan
Prinsip-prinsip Tantra terdapat dalam buku bernama Nigama, sedangkan praktek-prakteknya dalam buku Agama. Sebagian buku-buku kono itu telah hilang dan sebagian lagi tak dapat dimengerti karena tertulis dalam tulisan rahasia untuk menjaga kerahasiaan Tantra terhadap mereka yang tak memperoleh inisiasi. Ada beberapa jenis kitab yang memuat ajaran Tantrayana, yaitu antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara, dsb (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 202).
Dalam perkembangannya, praktik tantra ini juga selalu mewarnai kebudayaan dan keagamaan yang berkembang di nusantara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai jenis peninggalan prasasti, candi dan arca- arca bercorak tantrik. Karakteristik tantrisme di India secara alami ajaran-ajarannya yang berpedoman pada Veda, mengalir ke Indonesia. Konsekuensinya, bahwa ajaran-ajaran Tantra yang bersumber pada Veda, di Indonesia berkembang sebagaimana yang diharapkan oleh para pengikutnya.
B. Yantra
Yantra adalah sarana dan tempat memusatkan pikiran. Adapun unsur-unsur sebuah yantra adalah: Titik (bindu), garis lurus, segi tiga, lingkaran, heksagon (persegi enam), bujur sangkar, bintang (pentagon), garis melintang, svastika, bintang segi enam (star heksagon), dan padma yang untuk lebih jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Bindu (titik)
Titik adalah yang meresapi semua konsep ruang, setiap gerakan, setiap bentuk, dapat dipahami sebagai terbuat dari titik-titik. Ruang alam, ether, merupakan tempat, yaitu kemungkinan penegasan tempat-tempat tertentu atau titik-titik. Yang meresapi segala, yang terbentang merupakan titik secara matematik merupakan ekspresi dari sifat ether. Titik dapat juga menggambarkan keterbatasan perbedaan yang satu eksistensi atau asal manifestasi yang satu dengan yang lainnya.
Ketika sesuatu eksistensi dalam tingkat tidak termanifestasi menjadi bermanifestasi, maka manifestasi mulai di berbagai tempat, dalam beberapa titik di ruang angkasa, dalam beberapa titik waktu. Dan hal itu mesti terjadi secara spontan yang pada mulanya sesuatu tidak muncul dan selanjutnya menampakkan diri dalam suatu lokasi. Spontanitas pertama ketika sesuatu belum menampakkan diri dan kemudian muncul dengan cukup digambarkan melalui titik, yang bisa dijelaskan sebagai “suatu manifestasi yang terbatas”.
2. Garis Lurus
Ketika sebuah titik bergerak secara bebas dalam aktrasinya yang abadi, gerakannya itu berbentuk garis lurus. Garis lurus dipakai untuk menggambarkan gerakan yang tiada merintangi, demikianlah prinsip dari semua perkembangan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 203).
3. Segi Tiga
Perkembangan dipadukan untuk bangkit atau sebuah gerakan ke arah atas dapat digambarkan dengan sebuah anak panah atau lidah api. Segi tiga dengan pucaknya ke atas melambangkan api, diidentifikasikan dengan prinsip laki-laki, lingga atau phallus, simbol Siva, leluhur atau manusia kosmos (purusa). Segala gerakan ke atas adalah sifat dari unsur api, aktivitas mental dalam bentuknya yang halus. Simbol bilangannya adalah nomor 3.
Segi tiga dengan puncaknya ke bawah menggambarkan kekuatan kelembaman yang di tarik ke bawah, dan tendesi aktivitas menekan. Hal ini disosiasikan dengan unsur air, yang tendensinya selalu ke bawah, merata pada levelkanya. Hal ini merupakan aspek pasif dari ciptaan dan bila dilambangkan dengan ‘yoni’ atau prinsip wanita, yang merupakan lambang dari Energi (sakti) atau sifat Kosmik (prakrti). Simbol lainnya diasiosasikan dengan unsur air adalah lengkung dari sebuah lingkaran, bulan sabit dan gelombang. Angka bilangan yang menjadi simbolnya adalah angka 2.
4. Lingkaran
Gerak dari lingkaran muncul melalui revolusi planet-planet. Hal ini merupakan simbol dari semuanya kembali lagi, semua siklus, semua irama, yang membuat kemungkinan adanyaeksistensi. Gerakan melingkar adalah kecenderungan sifat rajas (berputar) yang merupakan sifat dari manifestasi yang dapat dimengerti. Pusat lingkaran, bagaimanapun, dapat melambangkan ciptaan yang dapat ditarik ke dalam, energi yang bergelung, yang ketika dibangkitkan, mengantarkan semua mahluk dapat menyeberangi ruang dan bentuk manifestasi dan mencapai tingkat kebebasan.
5. Persegi Enam (Hexagon)
Lingkaran kadang-kadang dijadikan sebuah unsur dari sebuah udara, meskipun secara konvensional simbol untuk udara adalah persegi enam (hexagon). Gerakan merupakan sifat dari udara, namun gerakannya tidak teratur (kacau), gerakannya yang banyak di gambarkan melalui perkalian dari angka primer 2 dan 3, yang merupakan bilangan alami yang tidak bernyawa (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 204).
6. Bujur Sangkar
“Gerakan perpanjangan yang dihubungkan dengan banyak sisi. Di antara figur banyak sisi satu dengan unsur yang sangat sedikit (bagian dari segi tiga) adalah bujur sangkar. Bujur sangkar dijadikan lambang bumi. Bujur sangkar ini melambangkan unsur bunyi” (Devaraja Vidya Vacaspati, “Mantra-Yantra-Tantra, seperti dikutip Danielou, 1964: 353). Angka bilangan yang merupakan simbol bumi adalah 4.
7. Bintang (Pentagon)
Segala kehidupan yang tidak bernyawa dipercaya diatur dengan angka bilangan 3 dan dikalikan 2 dan 3. Kehidupan, sensasi, permunculan hanyalah ketika nomor 5 menjadi sebuah komponen di dalam struktur segala sesuatu. Nomor 5 diasosiasikan dengan Siva, Leluhur umat segalanya, sumber kehidupan. Bintang diasosiasikan dengan cinta dan nafsu seperti halnya kekuatan untuk memisahkan. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting dari yantra-yantra yang bersifat magis.
8. Tanda Tambah
Ketika titik berkembang dalam ruang mengarah ke 4 jurusan, terjadilah tanda tambah. Tanda ini merupakan simbol dari perkembangan titik di dalam ruang seperti halnya juga pengkerutan (reduksi) ruang menjadi satu (ke titik tengah). Hal ini menunjukkan bahwa satu kekuatan bisa berkembang berlipat ganda. Di Bali tanda tambah ini disebut “tapak dara”, tanda bekas diinjak burung merpati, digunakan untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan gaib.
9. Svastika
Pengetahuan yang Transcendent dikatakan “berliku-liku” karena pengetahuannya tidak langsung dapat dipahami, di luar lingkup logika umat manusia. Tanda tambah yang sederhana tidak hanya menggambarkan reduksi ruang menuju satu kesatuan, tetapi juga lapangan manifestasi yang dari titik pusat, bindu, simbol ether, mengembang ke 4 arah mata angin dan 4 unsur yang nampak.
Hal ini, tidak benar dilihat dari pandangan ke-Devataan yang luhur, yang tidak dapat diambil sedemikian rupa dalam satu kesatuan. Hal ini diperlihatkan dengan cabang berliku dari kemurahan svastika, yang bagaimanapun dihubungkan dengan titik pusat material, saat ini titik tidak dapat ditentukan luas ruang angkasa (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 205).
10. Bintang Segi Enam (Hexagon)
Bintang segi enam (hexagon) atau kenyataannya dalam bentuk dodecagon adalah salah satu unsur yantra yang sangat umum. Dibuat dari dua segi tiga yang saling tembus (penetrasi). Kita dapat melihat segi tiga yang puncaknya menghadap ke atas menggambarkan Manusia Kosmos (purusa) dan segi tiga yang ujungnya ke bawah merupakan Sifat Kosmos (prakrti).
Ketika bersatu dan dalam keadaan seimbang, keduanya berbentuk bintang “segi enam” (hexagon), merupakan basis dari roda (cakra) simbol tedensi ketiga atau tedensi rajas dari padanya alam semesta menampakkan diri. Lingkaran yang mengelilingi bintang segi enam menggambarkan lapangan bersatunya kedua segi tiga itu, dan hal itu merupakan ruang dari waktu. Ketika kedua segi tiga itu dipisahkan, alam semesta hancur, waktu melenyapkan segala yang ada. Hal ini ditunjukan dengan bertemunya dua ujung segi tiga atas dan segi tiga bawah pada satu titik (bentuk hourglass), kendang (damaru) Sang Hyang Siva.
11. Bunga Padma
Segala simbol-simbol bilangan menggambarkan kesatuan tertentu yang ditunjukkan di dalam yantra sebagai bunga yang bentuknya bundar yang disebut bunga padma.
Ada beberapa jenis Yantra yang utama, yang dapat kita kenal dalam praktiknya dimasyarakat, antara lain sebagai berikut:
1. Yantra-raja (raja Yantra)
Raja dari yantra digambarkan di dalam Mahanirvana Tantra. “Gambar segi tiga dengan di tengah-tengahnya ditulis bija mantra Hrim (wujud ilusi). Di luarnya digambarkan dua lingkaran, yang pertama mengelilingi segi tiga, dan yang ke dua melingkari lingkatan yang pertama. Antara lingkaran yang pertama dengan yang kedua dibagi enam belas dengan tanda kawat pijar, dan delapan daun bunga padma (masing-masing) selembar diantara gambar dua kawat pijar tersebut. Di luar lingkaran yang paling luar adalah kota yang sifatnya Kebumian, yang akan langsung membuat garis lurus dengan empat pintu masuk dan penampilannya akan menyenangkan. Di dalam acara yang menyenangkan para devata, penyembah akan menggambar yantra, apakah terbuat dari jarum emas atau duri kayu bell (bila) atau dengan potongan emas, atau perak, atau tembaga yang telah diurapi dengan svayambhu, kunda atau bunga gola, atau tepung cendana, harumnya daun gaharu, kumkuma atau tepung cendana merah yang dibuat seperti paste (Mahanirvana Tantra 5.172-76) (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 206).
Tujuan dari yantra ini untuk menciptakan hubungan dengan dunia supranatural. Dengan bantuan-Nya, penyembah mendapatkan semua pahala kedunawian dan kekuatan supranatural. Di dalamnya adalah yantra dengan karakter Hrim, sebagai lambang dari Devi keberuntungan Laksmi. Di luarnya terdapat segi tiga yang berapi-api yang menuju gerakan ke atas dari energi yang bergelung (Kundalini). Enam belas kawat pijar menggambarkan pencapaian kesempurnaan (16 adalah angka yang sempurna), delapan kelopak bunga teratai menggambarkan yang meresapi segala menuju ke atas, yang tidak lain adalah Visnu.
Lingkaran luar adalah penciptaan, bundaran yang bergerak dari padanya segala sesuatu lahir. Kekuatan mengatasi dunia yang nampak diperlihatkan dengan persegi empat bujur sangkar, simbol bumi. Di empat sisi adalah 4 pintu yang mengantarkan seseorang dari alam duniawi ke alam atas (spiritual). Ke utara (yakni sebelah kiri) adalah pintu menuju Deva-Deva (devayana). Keselatan (yakni sebelah kanan) menuju kealam leluhur (pitrayana), ke Timur (sisi atas) jalan menuju ke Surya (kepanditaan), dan ke Barat (sisi bawah) adalah jalan keagungan, jalan menuju penguasa air (Varuna). Empat pintu tersebut mengantar ke empat penjuru angin, membentuk tanda tambah, simbol keuniversalan. Tanda tambah berkembang menjadi dua buah svastika yang menunjukan bahwa ada dua jalan utama, yaitu kiri dan kanan.
2. Yantra-Sarvatobhadra (Yantra Penjaga Seluruh Penjuru)
Yantra ini dijelaskan di dalam kitab Gautamiya Tantra (30.102-108). Yantra ini dikatakan saran untuk dapat memenuhi semua keinginan, sekarang dan yang akan datang, di dunia nyata dan di dunia yang gaib. “Namanya, berarti bujur sangkar yang rata”, dan juga berarti kendaraan Deva Visnu. Menunjukkan keadaan yang seimbang antara aktivitas dan istirahat, keterikatan dan penyangkalan. Ia yang dari segala sisi seimbang dengan dirinya, di dalam atau di luar, kesuburan dan buah yang dihasilkan. Ia yang dengan teguh duduk dalam kereta hidupnya, dijaga dari segala sisi, sempurna dari seluruh sisi, bebas dari bencana (Danielou 1964:356). Yantra ini terdiri dari 8 bujur sangkar setiap sisinya, oleh karenanya adalah Visnu Yantra, berhubungan dengan sikap sattvam, jalan kanan.
3. Yantra-Smarahara (Pengusir Keinginan)
Uraian tentang Yantra ini dijelakan dalam kitab Syamastava Tantra, sloka 18, dibentuk dari 5 buah segi tiga, merupakan Siva yantra, angka 5 berhubungan dengan sebagai bapak dan dasar pemusnah. Segi tiga yang melambangkan lingga yang tajam, phallus api (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 207).
“Melalui kekuatan yantra ini, seseorang dapat menundukkan nafsu (Kama). Seorang sadhaka yang menggapai pelajaran ini senantiasa dijaga dengan baik, tidak ada musuh yang mendekatinya, musuh yang menggunakan senjata nafsu (seksual), kemarahan, ketamakan, khayalan, penderitaan dan kekuatan. (hal ini merupakan instrumen untuk menyelesaikan kekuatan magis) dan para penyembah dapat pergi kemana saja dengan menyenangkan dan juga ke dunia yang lain tanpa menemukan halangan. Sesungguhnya yantra ini menolong seseorang untuk memadamkan kekuatan nafsu (seksual) dan khayalan hidup” (Danielou, loc.cit).
Mengusir keinginan digunakan untuk menghancurkan musuh abadi seperti juga halnya seseorang menaklukkan dirinya sendiri. Digunakan juga sebagai alat ilmu hitam dijelaskan di dalam kitab Yantracintamani (7.5).
4. Yantra-Smarahara (Bentuk Yang Ke-2)
Yantra ini adalah yantra smarahara dalam bentuknya yang lain (bentuk ke 2), dijelaskan di kitab Kali Tantra. “Ini juga yantra 5 segi tiga, tetapi berada di dalam yang satu dan yang lain. Dua segi tiga adalah lambang wanita (satu ujungnya menghadap ke atas) berair, tiga buah segi tiga lainnya adalah lambang laki-laki (satu ujungnya menhadap ke bawah) berapi. Setiap tindakan manifestasi-Nya adalah sebagai pengganti api dan upacara persembahan, melalap dan dilalap, laki-laki dan wanita. Yantra ini adalah benar-benar lampiran kulit berturut-turut yang menutupi roh individu yang menjadikan mahluk hidup. Lingkaran dalam adalah energi yang bergelung (kundalini) yang bila dibangunkan, akan naik melintasi 5 angkasa manifestasi ke dalam maupun ke luar. Lingkaran luar menunjukkan kekuatan kreatif dari api yang membangkitkan untuk bermanifestasi di tengah-tengah air di samudra purba.
Delapan kelopak daun bunga teratai adalah prinsip pemeliharaan alam semesta, Juga adalah Visnu yang secara stabil memanifest di bumi. Di luar itu bujur sangkar, bumi, dengan 4 buah pintu dan dua buah svastika.
5. Yantra-Mukti (Yantra untuk Mencapai Kebebasan)
Yantra ini dijelaskan dalam kitab Kumarikalpatantra. Dibuat dari bujur sangkar, dan sebuah segi tiga yang tajam, sebuah segi tiga yang berair, sebuah segi enam dan sebuah lingkaran, di dalamnya terdapat satu yang lain. seluruhnya dikelilingi persegi delapan dan sebuah bujur sangkar dengan 4 pintu. Di tengah-tengah adalah Bija Maya (Hrim menunjukkan prinsip yang lain yang mana setiap makhluk hidup dapat menguasainya untuk mencapai tujuannya yakni mencapai kebebasan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 208).
6. Yantra Sri Cakra (Yantra untuk Memperoleh Keberuntungan)
Sri Cakra atau Roda Keberuntungan, yang melambangkan Devi Ibu Alam Semesta, salah satu yantra yang utama digunakan untuk menghadirkan para devata.
7. Yantra Ganapati (Yantra Untuk Memperoleh Perlidungan)
Ganapati yantra merupakan titk-titik untuk identitas dari makro dan mikro kosmos.
8. Yantra Visnu (Yantra Untuk Memperoleh Kemakmuran)
Visnu yantra diekspresikan dengan meresapi segalanya dan sifat sattva, sifat menuju kearah atas.
Berdasarkan jenisnya yantra tersebut memiliki fungsi masing-masing. Adapun fungsi dari masing-masing yantra tersebut, antara lain:
- Yantra-raja berfungsi sebagai yantra yang tertinggi, memenuhi segala permohonan.
- Yantra Sarvatobhadra berfungsi untuk mengamankan lingkungan atau tempat tinggal.
- Yantra Smarahara berfungsi untuk melenyapkan keinginan, terutama ketika melakukan meditasi.
- Yantra Mukti berfungsi sebagai penuntun bagi seseorang untuk mencapai moksa (kelepasan).
- Yantra Sri Cakra berfungsi utuk memperoleh keberuntungan.
- Yantra Ganapati berfungsi untuk memperoleh perlindungan dan keselamatan.
- Yantra Visnu berfungsi untuk memperoleh kemakmuran.
Langkah-langkah pendahuluan ditetapkan sebelum melakukan pemujaan melalui yantra, atau pratima. Pertama, pemuja harus memusatkan pikiran kepada devata, lalu di-nyasa-kan di dalam diri sendiri. Selanjutnya devata itu di-nyasa-kan ke dalam yantra. Ketika devata sudah bersthana di dalam yantra, prana devata itu telah merasuk ke dalamnya dengan prana pratistha, mantra dan mudra. Devata saat itu telah bersthana di dalam yantra, yang menjadikan yantra itu tidak lagi sekedar benda mati, tetapi setelah upacara ritual, diyakini oleh sadhaka dan buat pertama kaliya Ia disambut dan dipuja. Mantra itu sendiri adalah devata dan yantra adalah jasad dari devata yang adalah (tidak lain) mantra (Avalon, 1997: 95) (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 209).
C. Mantra
Tidak terhitung jumlahnya mantra. Semua sabda Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab suci Veda adalah mantra. Walaupun demikin banyak jumlahnya, mantra-mantra itu dapat dibedakan menjadi 4 jenis sesuai dengan dampak atau pahala dari pengucapan mantra, antara lain ;
- Siddha, yang pasti (berhasil).
- Sadhya, (yang penuh pertolongan).
- Susiddha, (yang dapat menyelesaikan).
- Ari, musuh (Visvasara).
“Siddhamantra memberikan pahala langsung tidak tertutupi dengan waktu tertentu. Sadhyamantra berpahala bila digunakan dengan sarana tasbih dan persembahan (ritual). Susidhamantra, mantra tersebut pahalanya segera diperoleh, dan Arimantra, menghancurkan siapa saja yang mengucapkan mantra tersebut (Mantra Mahodadhi, 24, 23).
Mantra-mantra tersebut akan berhasil (siddhi) sangat tergantung pada kualitas (kesucian) dari pemuja, dalam hal ini orang yang megucapkan mantra tersebut (Danielou, 1964: 338-349). Membaca mantra bermanfaat dalam proses pembinaan spiritual, dan sekaligus menerima berkah dari para mahluk suci. Seperti halnya pembinaan spiritual lainnya, membaca mantra mempunyai berbagai macam tingkatan tergantung dari tingkat kehidupan spiritual masing- masing para pembacanya. Berikut dapat diuraikan “tata cara singkat membaca Mantra Suci” sebagai berikut;
Kedua tangan harus dibersihkan dengan air bersih; Mulut harus dikumur bersih dengan air bersih; sebaiknya meminum segelas air putih bersih; Jika memungkinkan ambil posisi lotus (meditasi); Ambil nafas dalam-dalam hingga keperut, lalu hembuskan perlahan-lahan hingga habis. Ulangi 3x; Katupkan kedua ibujari dengan posisi menempel dekat dengan hulu hati, atau bila mempergunakan ‘mala’ letakan mala ditangan kiri, pegang dengan 4 jari (kecuali ibu jari); Bayangkan kehadiran mahluk suci dihadapan kita memancarkan sinar hingga menyinari seluruh tubuh kita; Ibu jari lalu menarik satu butir mala kedalam sambil mengucapkan mantra dalam hati, dan seterusnya hingga beberapa putaran mala.
Dalam membaca mantra suci yang perlu diketahui dan diperhatikan adalah:
a. Bagi para pemula, jangan membaca mantra terlalu cepat.
b. Jaga irama tempo yang seirama, sehingga dapat dihayati maknanya satu persatu.
c. Usahakan jangan berhenti di tengah putaran mala, selesaikan dahulu putaran mala hingga tuntas.
Semoga berhasil dengan baik (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 210).
Berikut ini adalah beberapa mantra yang sering dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh umat sedharma, antara lain;
1. Puja Trisandhya
“Oý Oý Oý bhùr bhuwaá swaá, tat sawitur warenyaý,
bhargo Devasya dhimahi, dhiyo yo naá pracodayàt.
“Oý nàràyana evedaý sarwaý yad bhutaý yacco bhàwyaý niskalanko niranjano nirwikalpo niràkhyàtaá
cuddho dewo eko
nàràyano na dwitiyo asti kaccit. “Oý twaý ciwas twaý mahàdevaá Icwaraá paramecwaraá
Brahmà wisnucca rudracca Purusah parikirtitàá.
“Oý pàpo ‘haý pàpakarmàhaý Pàpàtma pàpasambhawaá
Tràhi màý pundarikàksa Sabàhyàbhyantarah suciá.
“Oý ksamaswa màý Mahàdeva Sarwapràni hitangkara
Màý moca sarwa pàpehbyaá Pàlayaswa sadà Úiva.
“Oý Kûàntawyaá kayiko doûàá Kûantawyo vàciko mama, Ksàntawyo mànaso dosàh
Tat pramàdàt ksamaswa màm “Oý úantiá úantiá úantiá oý” (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 211).
Terjemahan:
Om, marilah kita sembahyang pada kecemerlangan dan ke Maha Muliaan Sang Hyang widhi, yang ada di dunia, di langit, di surga, semoga Ia berikan semangat pikiran kita;
Om, semua yang ada ini berasal dari Sang Hyang Widhi, baik yang telah ada maupun yang akan ada, ia bersifat niskala, sunyi, mengatasi kegelapan, tidak dapat musnah, suci Ia hanya tunggal, tidak ada yang kedua;
Om, engkau dipanggil Siwa, Maha Deva, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu, Rudra, an Purusa;
Om, hamba ini papa, hamba berbuat papa, diri hamba papa, kelahiran hamba pun papa. Lindungilah hamba ya Sang Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba;
Om, ampunilah hamba, oh Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan kepada semua makhluk, bebaskan hamba dari segala dosa, lindungilah, oh Sang Hyang Widhi;
Om, hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh badan hamba, hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh kata-kata hamba, hendaknya diampuni dosa-dosa yang dikerjakan oleh pikiran hamba, ampunilah hamba dari segala kelalaian. Om, damai, damai, damai, om.
2. Brahmabija atau Omkara (Pranava)
AUM
Terjemahan:
“saya berbakti”, “Saya setuju”, “Saya menerima”, dalam bahasa yang mendasar. “sesungguhnya suku kata ini adalah persetujuan, sebagai wujud persetujuan apa yang telah disetujui, ia ucapkan secara sederhana, AUM. Sungguh mantra ini adalah realisasi, tentang sesuatu, persetujuan” (Chandogya Upanisad I.1.8).
Mantra ini ditujukan untuk membimbing seseorang untuk mencapai realisasi tertinggi, mencapai kebebasan dari keterikatan, untuk mencapai Realitas Tertinggi (Brahman).
Penggunaannya setiap mulai acara ritual, mulai dan mengakhiri mantra (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 212).
3. Brahma Mantra
"Aum Sat-cit-ekam Brahma"
Terjemahan:
Tuhan yang Maha Agung adalah Kesatuan, Keberadaan, dan kesadaran.
Mantra ini digunakan untuk mencapai tujuan terpenuhinya catur purusa artha, kebenaran, kemakmuran, kesenangan dan kebebasan.
Di samping vijamantra seperti dikutipkan di atas, di Bali kita warisi pula mantra-mantra yang oleh C.Hooykas telah dihimpun dan dikaji dalam bukunya Stuti and Stava of Balinese Brahman Priests, Saiva, Buddha and Vaisnava (1971). Beberapa mantra tersebut senantiasa digunakan oleh para pandita Hindu dalam melaksanakan pemujaan dan persembahyangannya, di antaranya sebagai berikut:
4. Surya Stava
Om Adityasya param jyoti, rakta-teja namo’ stu te Sveta-pankaja-madhyastha, Bhaskaraya namo ‘stu te
Terjemahan:
Om Hyang Widhi, Yang berwujud kemegahan yang agung putra Aditi, Dengan kilauan yang merah, sembah kehadapan-Mu, Dikau yang bersthana di tengah sekuntum teratai putih, Sembah kehadapan-Mu, Penyebar kemegahan/ kesemarakan!
Mantra Surya Stava ini digunakan setiap mulai atau awal persembahyangan untuk memohon persaksian kehadapan Sang Hyang Widhi.
Demikian arti, makna atau tujuan pengucapan mantra. Seperti telah dijelaskan di atas, sejalan dengan karakter seseorang, maka mantram dapat bersifat Sattvam (Sattvikamantra) bila digunakan untuk kebaikan mahluk, menjadi Rajasikamantra dan Tamasikamantra bila digunakan untuk kepentingan menghancurkan orang-orang budiman, kebajikan, seseorang atau masyarakat. Di Bali bijaksara mantra dan mantra-mantra tertentu di atas hampir setiap hari dirapalkan oleh para pandita Hindu, diharapkan segala gejolak emosional masyarakat dikendalikan (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 213).
Renungan Atharvaveda X. 2.25
“Brahmaóà bhùmir vihità brahma dyaur uttarà hità, brahma-idam urdhvaý tiryak ca antarikûaý vyaco hitam.
Terjemahan:
‘Brahma menciptakan bumi ini, brahma menempatkan langit ini diatasnya, brahma menempatkan wilayah tengah yang luas ini di atas dan di jarak lintas’".
Referensi
Ngurah Dwaja, I Gusti dan Mudana, I Nengah. 2015. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Sumber: Buku Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti kelas XII
Kontributor Naskah : I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana
Penelaah : I Made Suparta, I Made Sutresna, dan I Wayan Budi Utama Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Cetakan Ke-1, 2015
0 Response to "Cara Mempraktikkan Ajaran Tantra, Yantra, dan Mantra dalam Agama Hindu"
Post a Comment